Opini

Isu KDRT, Celah Liberalisme Menyerang Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Eti Ummu Nadia

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.”

http://Wacana-edukasi.com Baru-baru ini jagat media sosial dihebohkan dengan sebuah tayangan video yang beredar terkait potongan isi ceramah yang disampaikan daiyah sekaligus artis Ustadzah Oki Setiana Dewi tentang menutup aib suami. Ceramah yang disampaikan dua atau tiga tahun yang lalu itu, kemudian viral ke publik. Konten tersebut dinilai sebagai normalisasi KDRT. Sehingga hal tersebut memantik komentar dari banyak orang.

Ketua Tanfidziyah PBNU Alissa Wahid menyayangkan isi ceramah dari artis sekaligus penceramah Oki Setiana Dewi tersebut, terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Alissa Wahid menegaskan KDRT tidak boleh dianggap aib yang mesti ditutupi. Pasalnya KDRT itu bentuk kekerasan yang semestinya diselesaikan.

“KDRT itu tidak boleh dianggap sebagai aib yang harus ditutupi. Itu sebuah kekerasan dan kekerasan itu harus diselesaikan.” Ujar kata Alissa dalam sebuah videonya dikanal YouTube Kompas TV, Sabtu (5/2/2022).

Lanjutnya Alissa menuturkan, jika korban KDRT ini tidak bisa menyelesaikan masalahnya secara sendirian, maka korban dianjurkan meminta bantuan kepada orang lain. Bukanya malah menutupi tindak kekerasan yang terjadi kepadanya. Ketika menyelesaikan permasalahan, tentunya tidak boleh sendirian. Dia harus minta pertolongan kepada yang lain. Jangan ditutupi, ataupun berbohong demi melindungi si pasangannya. Begitu juga dengan contoh yang diambil ceramah oleh Oki Setiana Dewi itu, merupakan contoh yang salah menurut Alissa, dan terkesan menormalisasi kasus KDRT demi tujuan menutup aib.

Selain itu, MUI juga memberikan tanggapan isi ceramah yang viral tersebut yang diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, artis yang merupakan pendakwah Oki Setiana Dewi menjadi perbincangan publik dikarenakan isi ceramah yang membahas KDRT. Dalam video nya, Oki Setiana Dewi itu dianggap telah menormalisasi perilaku KDRT. Sontak hal tersebut menuai kecaman dari netizen dari berbagi pihak. Dan salah satunya Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diunggah kanal YouTube Cumi-Cumi Jumat (4/2/2022).

Ketua MUI Bidang Pengkajian Penelitian dan Pengembangan, Utang Ranuwijaya menangapi tindakan KDRT tidak dibenarkan dalam agama Islam, dan bentuk kekerasan apapun tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Karena KDRT sama halnya dengan penganiayaan. Tribunnews.com (5/2/2022).

Tidak bisa dimungkiri media sosial saat ini menjadi akses cepat penyebarluasan informasi. Begitu juga yang terjadi pada sesosok artis dan pendakwah yang viral lewat potongan isi ceramahnya tentang KDRT. Setelah viral videonya pendakwah ini meminta maaf dan mengatakan bahwa dirinya juga menolak KDRT.

Sepertinya, apa saja yang menyangkut permasalahan perempuan apalagi sebagai korban atau yang tertindas, memang menjadi hal yang mampu memantik reaksi dari publik. Karena dari faktanya, kasus KDRT saat ini memang banyak terjadi pada sebagian perempuan. Kemudian timbul reaksi dari mereka yang sebagai pejuang emansipasi yang menuntut persamaan hak-hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria di segala bidang kehidupan. Dengan beredarnya isu tersebut, bahwa perempuan yang mengalami ketertindasan, sehingga kesempatan bagi pejuang kesetaraan untuk terus memperjuangkan versi mereka.

Alhasil, konten ceramah tersebut pun dijadikan bahan oleh mereka menjadi gorengan yang terus digoreng, dengan tujuan untuk memojokkan syariat Islam. Terutama kaum liberal yang mengusung ide kebebasannya. Bahkan menurut pandangan kaum liberal, Islam tidak bisa menjaga dan melindungi perempuan. Tentu saja, hal tersebut membuka celah bagi mereka pembenci Islam untuk menyerang ajaran Islam. Kemudian menggembar-gemborkan HAM dan kesetaraan melalui paham feminisme yang menuntut kesetaraan gender.

Miris, melihat kondisi kaum muslimin selain tidak paham syariat, muslim di sistem sekuler juga menghadapi pertarungan pemikiran dari yang ingin memojokkan syariat Islam melalui isu HAM dan kesetaraan, serta pihak yang berusaha menjalankan syariat Islam. Sementara regulasi sistem saat ini lebih berpihak pada kaum liberal. Maka posisi kaum muslim seharusnya bukan defensive apologetic tapi menyerang balik kaum liberal.

Seperti yang diketahui bahwa kondisi saat ini, umat Islam jauh dari pemahaman Islam yang benar dikarenakan sistem sekuler yang diadopsi saat ini menjadi asasnya. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Maka wajar saja kaum Muslimin tidak paham syariat Islam secara utuh. Ketika ada sesuatu kasus yang keliru, seperti isi ceramah terkait KDRT sebagai aib yang harus disembunyikan, mereka langsung memberikan stigma negatif terhadap Islam seperti membolehkan KDRT. Karena, pada hakikatnya Islam melarang adanya kekerasan jenis apapun yang melukai, begitu juga dalam rumah tangga.

Umat Islam tidak memahami terkait aturan berumah tangga antara suami istri. Sehingga ketika terjadi kekerasan atau KDRT, umat Islam tersihir dengan pendapat kaum liberal, mereka mengklaim bahwa kekerasan itu timbul akibat tidak adanya HAM dan kesetaraan yang diterapkan kaum Muslimin.

Padahal, banyaknya kasus kekerasan menimpa perempuan atau KDRT disebabkan dihapusnya syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sistem liberal kapitalis lah yang telah menyebabkan perempuan ditindas. Perempuan dalam pandangan kapitalisme sekuler hanyalah objek pelampiasan nafsu belaka.

Seharusnya umat memahami sejatinya sistem tersebut adalah pemahaman yang ingin menjauhkan umat dari agama yang benar yaitu Islam. Sebagai seorang muslim kita jangan sampai mengikuti arah kaum liberal. Karena bukan kemaslahatan yang kita dapat, akan tetapi kemudharatan yang dihasilkan.

Berbeda dengan sistem Islam yang mempunyai seperangkat aturan yang khusus di dalamnya yang tidak di miliki oleh pemahaman Barat. Sehingga Islam benar-benar menjaga, melindungi dan memberikan kesejahteraan. Setiap kehidupan ada aturannya, termasuk dalam rumah tangga.

Dalam syariat Islam, hubungan antara suami istri itu, harus seperti hubungan persahabatan. Saling menghormati, memberikan kasih sayang, sehingga akan memunculkan ketenangan dan ketenteraman. Karena, hubungan suami istri itu bukan seperti atasan dan bawahan atau juga majikan dengan pembantu. Jelas tidak seperti itu. Karena masing-masing memiliki hak-hak dan kewajiban yang harus ditunaikan setiap pasangan. Sehingga dari penerapan aturan Islam inilah akan melahirkan keharmonisan yang mengantarkan pada rumah tangga yang sakinah, mawadah,dan warahmah.

Begitu juga aturan Islam ketika istri meninggalkan kewajiban dan peran sebagai seorang istri, maka sudah jadi kewajiban suami untuk menasehatinya. Jika dinasehati masih tidak bisa, maka dalam syariat Islam ada sanksi bagi seorang istri. Allah SWT berfirman dalam surat An-nisa ayat 34:

“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu memberi nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka, menaatimu maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.”

Jadi ayat di sini menjelaskan bahwa pemukulan dilakukan jika seorang istri memiliki syifat nusyuz yaitu seorang istri membangkang suami, berbuat dzalim, meninggalkan kewajibannya sebagai istri, dan melakukan hal yang dilarang dalam Islam.

Karena seorang suami adalah penanggung jawab istrinya. Maka jika seorang istri bermaksiat, sudah kewajiban seorang suami untuk menasihatinya. Jika suami lalai tidak mengajarkan ketaatan kepada istri, ia pun akan menanggung dosa istrinya. Artinya jika suami membiarkan istrinya bermaksiat, maka dia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Akan tetapi, jika seorang istri menjaga kehormatan diri dan suaminya, janganlah seorang suami mencari kesalahannya.

Hanya saja tidak serta-merta Islam membolehkan pemukulan setiap saat pada istri, justru pukulan itu menjadi jalan terakhir untuk mendidik istri. Yang harus di pahami, memukul istri menjadi metode terakhir, dan pukulannya pun harus sesuai yang disyariatkan. Bukan sembarang pukulan. Bahkan ada adabnya ketika memukul seorang istri tidak boleh membekas dan melukai fisik, bukan juga pada wajah atau area yang vital yang membahayakan. Dengan itu diharapkan pukulan itu membekas dihatinya dengan kesan yang mendalam, sehingga, diharapkan istri tersebut sadar dan taubat, kemudian kembali lagi pada jalan yang diridhoi Allah SWT.

Harus diingat, walaupun syariat membolehkan hal ini, akan tetapi Rasulullah SAW dengan keagungan akhlak yang mulia tidak pernah memukul istri-istrinya. Bahkan dari banyak hadits yang kita temui salah satunya adalah harus berbuat baik kepada wanita.

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim).

Kita juga sebagai istri tidak boleh mengumbar aib suami kepada orang lain, meski keadaan suami seperti malas beribadah, kurang beradab, tidak perhatian. Karena menjaga kehormatan suami menjadi salah satu contoh istri yang sholehah. Oleh karenanya, dalam Islam tidak ada kasus KDRT. Seandainya ada pun kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga menyakiti, bahkan menghilangkan nyawa, Islam telah menetapkan sanksi tegas yaitu zawajir sebagai pencegahan, dan jawabir sebagai penebus dosa.

Alhasil jika umat mengetahui sanksi tegas yang diberikan bagi pelaku pembunuh akan di Qisos, maka mereka akan takut dan berpikir beribu kali untuk melakukannya. Sanksi uqubat tersebut tidak akan ada jika tidak diterapkannya sistem Islam dalam kehidupan, dan bernegara. Karena jika sistem Islam diterapkan secara kaffah, Maka akan terciptanya kesejahteraan, keamanan, kenyamanan dan akan meminimalisir terjadinya KDRT. Karena umat akan dipahamkan aturan tujuan kehidupan yang shohih. Begitu juga dengan urusan rumah tangga yang sesuai dengan perintah Allah SWT.

Wallahu’alam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 57

Comment here