Opini

IUP untuk Membantu Pendanaan Perguruan Tinggi, Solutifkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nia Mau’izah

Wacana-edukasi.com, OPINI– Pada Senin 20 Januari, Badan Legislasi DPR RI mengajukan usulan untuk memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bagi perguruan tinggi yang tertuang dalam RUU Minerba. Bob Hasan selaku ketua Baleg menyampaikan bahwa hal ini dilakukan untuk membantu Perguruan Tinggi meningkatkan kualitas pendidikan. Ada beragam tanggapan dari para rektor, dosen, maupun lembaga-lembaga lainnya. Pihak yang mendukung berpendapat bahwa kebijakan ini akan membantu perguruan tinggi dalam pendanaan dan peningkatan fasilitas. Di lain sisi, pihak yang tidak setuju menganggap hal ini akan mengurangi independensi universitas dan rawan akan konflik kepentingan (tempo.com 01/25).

Tambahan Jobdesk dan Kegagalan Integrasi Sistem

Pemberian IUP ini sebenarnya menunjukkan kegagalan negara dalam mengintegrasikan sistem ekonomi dan sistem pendidikan yang telah dibangun. Universitas sebagai lembaga pendidikan memiliki tugas pokok mendidik dan membina generasi sehingga dihasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sedangkan urusan pertambangan merupakan wewenang kementrian dan bumn bidang pertambangan. Yang nantinya, hasil dari pertambangan ini dialirkan dananya kepada universitas dan kepentingan masyarakat lainnya. Bukan malah membebani universitas secara langsung untuk ikut campur mengurusi tambang demi mendapatkan dana mandiri. Hal ini malah menguatkan bukti bahwa negara telah abai dalam bertanggung jawab untuk mendanai lembaga pendidikan dan memenuhi hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan gratis.

Di samping itu, jika semua pihak diberikan konsesi tambang, mulai dari perguruan tinggi, ormas keagamaan, dan koperasi, lalu apa fungsi pembagian lembaga yang sudah dilakukan sejak lama? Sebuah pepatah mengatakan “too many cooks spoil the broth,” yang bermakna terlalu banyak tangan yang mengurusi satu hal, akan menambah runyam permasalahan itu, alih-alih menuntaskan. Oleh karena itu, pemberian IUP kepada lembaga-lembaga ini menjadi aktivitas yang tidak efektif sama sekali.

Pengalihan Fokus Perguruan Tinggi

Lagi-lagi, perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang seharusnya berlandaskan prinsip non-profit karena pendidikan merupakan hak dasar warga negara. Yang hak dasar ini melekat sejak warga negara tersebut lahir dan harus dipenuhi. Jika perguruan tinggi disibukkan untuk mengelola bisnis dan direpotkan untuk mencari dana mandiri, maka sudut pandang dan fokus lembaga pendidikan dikhawatirkan malah akan beralih menggunakan pola pikir bisnis yang tentunya profit-oriented. Ini malah akan membahayakan bagi masyarakat karena hak dasar yang melekat pada masyarakat yang seharusnya didapatkan dengan percuma, malah menjadi ladang mencari keuntungan.

Pengelolaan Tambang Harus Disolusikan

Sejak awal, sebenarnya negara sudah memiliki landasan dalam pengelolaan sumber daya alam yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (hukumonline.com 07/24). Namun, mengapa tambang yang seharusnya dikelola langsung oleh negara malah diberikan kepada swasta dan asing, dan terbaru malah akan diserahkan kepada perguruan tinggi?

Hal ini disebabkan karena negeri kita ini, meskipun mengaku negara pancasila, pada prakteknya lebih condong kepada cara pandang kapitalis yang mengacu pada keuntungan materil dan pemerintah hanya bertindak sebagai regulator. Yang berdampak pada rakyat harus berjuang untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya sendiri, termasuk pendidikan dan kesehatan. Hal ini juga yang menyebabkan pemerintah bisa memiliki ide untuk memberikan konsesi kepada perguruan tinggi.

Menyelesaikan persoalan ini tidak cukup hanya dengan mengubah aturan, tetapi ada hal yang lebih fundamental yakni mengubah cara pandang negara terhadap pengurusan warga negaranya. Seharusnya negara mencari cara pandang yang benar dan diridhoi pemilik alam semesta, yakni Allah SWT. Dengan berlandaskan Islam, pelaksana kebijakan dan masyarakat tentunya akan berpikir dua kali untuk melakukan pelanggaran karena pertanggungjawabannya bukan hanya kepada pihak manusia, tetapi langsung kepada pemilik Alam.

Selain itu, Islam pun memiliki solusi konkret dalam hal pemenuhan hak-hak dasar warga negara dan pengelolaan tambang, sebagaimana yang telah disabdakan Nabi Muhammad SAW, yakni:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Riwayat lain menyebutkan dengan lafaz:
“An-Nâs syurakâ’un fî tsalâtsin fî …. (Manusia berserikat dalam tiga hal dalam…).”

Para ulama menyetujui bahwa laut, danau, air sungai, irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak boleh dikuasai oleh individu. Dengan demikian, apa saja (air, padang rumput, api, sarana irigasi, dan lain-lain) yang memiliki sifat sebagai fasilitas umum, maka mereka berserikat atas hal itu. Perserikatan di sini berarti berserikat dalam memanfaatkan. Semua orang boleh memanfaatkan, dan tidak boleh ada yang dilarang untuk memanfaatkannya (muslimahnews.net 06/25).

Hadist ini pula yang menjadi acuan bahwa pengelolaan tambang dan sumber daya alam yang besar, yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak boleh dikelola oleh individu dan harus dikelola negara untuk nantinya dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk zatnya itu sendiri dan jika ada kelebihan hasil akan dialokasikan untuk mendanai pendidikan, kesehatan, dan keamanan masyarakat.

Yang tentunya, hal ini hanya bisa diterapkan oleh negara yang juga menerapkan Islam sebagai pandangan hidupnya, bukan negara yang sekuler kapitalis seperti negara kita.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here