Oleh : Melani N (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Segala makanan dan minuman yang dikonsumsi umat muslim haruslah berasal dari produk yang halal, karena kehalalan makanan maupun minuman merupakan syarat paling mendasar dalam ajaran Islam, dengan halalnya suatu makanan dan minuman, maka akan menghasilkan keberkahan dari apapun produk yang dikonsumsi oleh umat muslim.
Melansir dari tirto.id.(2/2/2024), Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham mengatakan, semua produk makanan dan minuman yang diperdagangkan di tanah air wajib mengurus sertifikasi halal paling lambat 17 Oktober 2024. Aqil menambahkan, seluruh pedagang dari kalangan mikro dan kecil (UMK) wajib mengurus sertifikat halal, karena jika tidak mempunyai sertifikat akan dikenakan sanksi. Sanksi yang diberikan beragam, bisa berupa peringatan tertulis, denda administratif, sampai dengan penarikan barang. Sanksi tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Peraturan Pemerintah No.39 tahun 2021, tentang penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Berdasarkan Regulasi Undang Undang Nomer 33 tahun 2014, tentang jaminan produk halal (JPH). Ada tiga kelompok yang harus bersertifikat halal, pertama produk makanan dan minuman, kedua bahan baku makanan dan bahan tambahan pangan dan bahan penolong produk untuk produk makanan dan minuman, dan ketiga produk hasil penyembelihan dan jasa penyembelihan. Semua produk di atas adalah produk yang harus bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024.
Paska penerbitan sertifikat halal, yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), tetapi kemudian beralih ke Kemenag RI dalam keputusan per tanggal 1 Maret 2022. Maka akan ada dua skema yang bisa ditempuh dalam pengurusan sertifikat halal yaitu pernyataan mandiri (self -declare) dan reguler.
Self declare adalah pernyataaan status halal produk usaha mikro kecil oleh pelaku usaha sendiri. Self declare itu sendiri tidak serta merta pelaku usaha dapat menyatakan produknya halalnya, tetapi dengan mekanisme pengaturan yang wajib memenuhi ketentuan bersyarat, antara lain harus ada pendamping Proses Produksi Halal (PPH) yang terdaftar, serta proses penetap halal oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Tahun 2023 Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) pernah menyelenggarakan program sertifikat halal secara gratis, berbeda dengan tahun sebelumnya. Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) 2023 membuka 1 juta kuota sertifikat halal gratis dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha (self declare). Namun pada kenyataannya self declare memiliki kelemahan berkenaan dengan objektivitas status halal, yaitu produk apapun akan bisa dideklarasikan sebagai sesuai yang halal tergantung pada kepentingan seputar bisnis. (Kemenag.1/1/2023)
Menurut beberapa pelaku UMKM sebenarnya mereka tidak keberatan dengan ketentuan yang diwajibkan Pemerintah, yaitu bahwa pelaku UMKM harus mempunyai sertifikat halal, akan tetapi yang membuat para pelaku UMKM resah adalah proses panjang dengan biaya yang sangat mahal. Akibat berbelitnya pengurusan sertifikat halal ini menjadikan pelaku UMKM enggan mendaftarkan produknya.
Jika ditelisik lebih jauh ternyata, tahun 2023 program kuota 1 juta gratis pengurusan sertifikat, belum mampu memenuhi target yang diinginkan Pemerintah. Kondisi rumitnya kepengurusan admistrasi di Negara ini, tidak terlepas dari sistem kapitalisme sekuler. Penguasa dalam sistem ini tidak memberikan pelayanan yang baik kepada rakyatnya, karena asas pelayanannya harus mendatang manfaat bagi Negara. Posisi penguasa dan rakyat di sistem kapitalisme adalah hubungan layaknya pengusahan dan konsumen, alhasil hubungan yang terjadi adalah untung dan rugi semata. Akibatnya beban pelaku UMKM semakin berat di sistem ini, di satu sisi mereka bersaing dengan pengusaha kakap, yang notabene banyak diuntungkan oleh penguasa, karena kedekatannya, di sisi lain mereka juga sulit mendapatakan perijinan tentang kehalalan produknya. Pada akhirnya semua ijin atau pengurusan administrasi tidak terlepas dari pungutan liar atau lobi lobi.
Namun berbeda dengan sistem Islam, sistem Islam mempunyai struktur administrasi yang penuh dengan kemudahan dan tidak rumit. Pengaturan urusan Negara dan berbagai kepentingan masyarakat akan ditangani oleh departemen, jawatan, serta unit unit yang didirikan untuk melayani urusan-urusan Negara, yang berfungsi untuk memenuhi kepentingan masyarakat.
Pada masa Rasulullah SAW, rasul mengatur secara langsung dan menunjuk para penulis untuk mengatur departemen departemen yang ada. Saat beliau menjadi pemimpin di Madinah, beliau secara langsung mengatur berbagai kepentingan masyarakat Madinah. Beliau mengatasi berbagai persoalan dan menjamin kebutuhan mereka, serta mengarahkan umat pada segala sesuatu yang menjadi urusan mereka dengan sangat cepat tanpa berbelit belit, termasuk dalam perkara administrasi, yang memudahkan urusan kehidupan warga tanpa membebani dengan biaya dan kerumitan.
Namun hari ini pelaku UMKM dihadapkan pada permasalahan yang rumit administrasi dan persaingan dagang. Mereka juga tidak mendapatkan pembinaan dari Negara, dan keberpihakan penguasa lebih mementingkan pengusaha kelas kakap bukan pada pelaku UMKM. Padahal tidak selayaknya penguasa melakukan diskriminasi terhadap warganya, karena mereka berhak mendapatkan pelayanan dan kemudahan yang sama sebagai warga negara. Wallahu’alam bisshawab.
Views: 27
Comment here