Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Maraknya kasus judi online sungguh meresahkan masyarakat. Tapi mirisnya hal ini dipandang remeh oleh seorang pejabat.
Menkominfo Budi Arie Setiadi menyampaikan bahwa hanya Indonesia saja, di antara sekian banyak negara ASEAN, yang menetapkan bahwa judi ilegal. Di negara lain diperbolehkan. Yaitu di Malaysia, Singapura, Kamboja, Filipina, Thailand (www.cnbcindonesia.com, Kamis 20 Juli 2023) (1).
Tapi hal ini dibantah oleh pengamat IT dari ICT Institute Haru Sutadi. Dia menyatakan si Brunei judi dilarang. Sedangkan beberapa negara lain memberikan tempat atau wilayah khusus untuk berjudi. Seperti di Genting, Malaysia. Sehingga judi online di Malaysia dilarang dan banyak situs judi online ditutup oleh pemerintah setempat (www.bisnis.tempo.co, Sabtu 22 Juli 2023).
Judi memang meresahkan. Dampaknya menimbulkan gangguan kesehatan mental, kecanduan, penurunan taraf ekonomi, peningkatan kriminalitas dan pencurian data. Sudah sangat jelas bahayanya, tapi negara meremehkan hal ini. Terlihat dari komentar pejabatnya. Padahal judi dan judi online harus segera diberantas karena melanggar agama dan membahayakan masyarakat.
Inilah negara berasas sekuler kapitalisme. Negara tidak peduli pada kerusakan masyarakat, selama tidak membahayakan eksistensi penguasa. Padahal judi online tidak bisa tuntas diberantas jika hanya sekedar menutup situs dan web nya saja seperti yang dilakukan pemerintah saat ini. Pemberantasan judi membutuhkan sistem yang tidak mentolerir keberadaannya serta kerusakan yang ditimbulkan. Sistem ini hanya ada pada sistem Islam.
Sistem Islam dengan sistem pemerintahannya yang menjaganya yaitu Khilafah. Khilafah menjalankan negara berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yaitu berdasar Syariat-Nya. Sehingga memandang judi, baik offline maupun online, semuanya haram. Berdasarkan firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan (QS Al-Maidah : 90).
Berdasarkan dalil di atas, jelas Khilafah tidak akan menyediakan tempat khusus untuk berjudi di wilayahnya. Ketika muncul kasus perjudian, maka Khilafah akan segera membasminya, karena ini sebuah keharaman dan dilarang Islam. Hal ini mudah dilakukan Khilafah, karena posisi negaranya sebagai negara adidaya yang secara mandiri berdaulat tanpa tekanan dari negara dan pihak mana pun. Khilafah juga bukan negara materialistis yang akan mereguk keuntungan dari hal yang diharamkan.
Untuk menuntaskan perjudian, Khilafah mengerahkan para Syurthah (Polisi) dan Qadhi Hisbah untuk melakukan penggerebekan. Qadhi Hisbah adalah Hakim yang mengurusi perkara penyimpangan yang membahayakan hak jamaah. Pengadilan Hisbah tidak membutuhkan ruang sidang pengadilan, tidak perlu penuntut dan yang dituntut; melainkan semata ada hak umum yang telah dilanggar. Sehingga dalam menjalankan tugasnya, dia dibantu beberapa Syurthah untuk menjalankan perintah dan putusannya saat itu juga.
Hukuman para penjudi adalah sanksi Ta’zir, sebab judi termasuk perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban membayar kafarat (denda). Syaikh Abdurrahman Al-Maliki dalam kitabnya Nizham Al-Uqubat fi Al-Islam menyebutkan, hukuman Ta’zir terdiri atas hukuman mati, cambuk, penjara, pengasingan, penyaliban, denda, pemboikotan, atau pengucilan, pelenyapan harta, mengubah bentuk harta, ancaman yang nyata, peringatan, pencabutan hak tertentu, celaan, dan ekspos.
Sedangkan kadar sanksi Ta’zir, Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam as Sulthaniyah, menjelaskan bahwa kadar hukuman Ta’zir diserahkan kepada Qadhi, dengan kadar yang bisa menghalangi pelaku kejahatan agar tidak mengulangi dan mencegah orang lain dari kemaksiatan tersebut. Hukuman diberlakukan di tengah-tengah masyarakat, agar muncul ketakutan di hati umat Islam sehingga mereka tidak ingin melakukan kemaksiatan yang sama. Inilah efek Zawajir (pencegah) dari sistem sanksi Islam. Selain efek Zawajir, ada efek Jawabir (penebus); sehingga pelaku akan jera dan diampuni dosanya.
Sistem sanksi Islam ini merupakan perangkat untuk menjaga masyarakat agar terhindar dari kemaksiatan. Ini dijelaskan oleh seorang mujtahid Syaikh Taqyuddin An-Nabhany dalam kitabnya Nidzamul Islam bab Qiyadah Fikriyah. Sebelum diberlakukan sistem sanksi, Khilafah mengedukasi masyarakatnya dengan Tsaqafah Islam. Hal ini menjadikan umat Islam memiliki Mafahim (Pemahaman), Maqayis (standar) dan Qanaat (penerimaan) yang sama ketika memandang judi, yakni sesuatu yang haram.
Edukasi ini juga akan membuat masyarakat memiliki Syakhsiyah Islam (Kepribadian Islam), sehingga dalam diri mereka ada kemampuan untuk memghindari maksiat. Khilafah juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengembangkan ekonomi Riil dan menutup celah semua pelanggaran ekonomi non riil seperti judi online. Ekonomi Rill pun berkembang, masyarakat pun tidak kesulitan mencari pekerjaan. Ditambah pelayanan umum seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan; dijamin oleh Khilafah. Konsep ini akan mewujudkan kesejahteraan di tengah masyarakat, sehingga tidak akan terbersit dalam benak mereka untuk melakukan maksiat seperti judi, kecuali orang yang serakah.
Khilafah juga akan melakukan pengawasan pada media. Karena media akan difungsikan Khilafah sebagai sarana edukasi kepada umat tentang Syariat, memberikan pengetahuan politis lainnya dan untuk meningkatkan taraf berpikir umat, dan menyebarluaskan Haibah (kewibawaan) Khilafah, di dalam maupun luar negeri. Fungsi ini akan otomatis menutup celah penyimpangan media seperti judi online.
Inilah detil kebijakan yang ditetapkan Khilafah untuk memberantas judi, baik online maupun offline.
Wallahu’alam Bishshawab
Catatan Kaki :
(1) https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230720151700-37-455909/menkominfo-budi-arie-setiadi-cuma-di-ri-judi-online-dilarang
(2) https://bisnis.tempo.co/read/1750884/pengamat-ri-bukan-satu-satunya-negara-asia-tenggara-yang-larang-judi-online
Views: 49
Comment here