Oleh Ismawati
wacana-edukasi.com, MOTIVASI– Pernahkah merasa perbuatan yang di mata kita dianggap baik, ternyata tidak di mata orang lain? Kita sudah berupaya sebaik mungkin, tapi masih ada celah bagi manusia menyalahkan diri kita. Kadang, kita dianggap ‘nyaris’ sempurna di mata manusia satu, tapi belum tentu di mata manusia lainnya. Sudah berupaya menuruti kehendak manusia satu, tapi manusia lainnya berkehendak lain.
Yah, seperti itulah hakikatnya jika penilaian manusia menjadi barometer hidup kita. Manusia itu tempatnya salah, khilaf, dan kekurangan. Standarisasi penilaiannya adalah perasaan yang justru sering berubah-ubah. Ini yang membuat diri kadang merasa lelah, jengah dan resah. Bersusah payah ingin baik di mata mereka, justru keburukan yang selalu kita dapat.
Keburukan penilaian orang lain ini faktanya sedikit banyak bisa mempengaruhi kondisi kesehatan mental kita. Tak jarang kita dapati orang yang depresi lantaran mendengar komentar negatif dari orang lain, tak sedikit pula yang akhirnya nekat bunuh diri. Menangis, overthinking, dan merasa diri tidak pernah benar di mata manusia.
Belum lagi saat ini masyarakat dipengaruhi kondisi kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini mampu menggerus keimanan seorang muslim, bahkan semakin menjauhkan diri dari aturan agama. Mudah terpuruk dengan keadaan, mudah mengeluarkan komentar negatif yang justru bisa menyakiti orang lain.
Oleh karena itu, penting bahwasanya menjadikan agama sebagai pedoman hidup kita. Syariat Islam wajib menjadi panutan hamba dalam melaksanakan perbuatan. Allah Swt. memerintahkan kepada umatnya untuk berislam secara kaffah (keseluruhan).
Firman Allah Swt. “Wahai orang-orang yang beriman, masuk Islamlah kalian secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyawa bagi kalian.” (TQS. Al-Baqarah : 208).
Dekat dengan ajaran agama akan membuat diri lebih terarah. Punya tempat untuk berpegang teguh dan sebagai pijakan dalam berbuat. Pun demikian halnya dengan standarisasi penilaian dalam hidup, cukuplah Allah Swt. yang menjadi saksi. yang Maha Mengetahui hati dan kehidupan setiap hambanya.
Sebagaimana Firman Allah Swt. “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) kamu sendiri. Kami mengutusmu (muhammad) menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (QS. An-Nisa : 79).
Cukuplah sebagai seorang hamba yang beriman, tujuan dan kebahagiaan hidup kita adalah meraih ridho Allah Swt. kepada-Nyalah tempat bergantung segala sesuatu, tempat terbaik menentukan sikap dan perilaku. Di saat ridho manusia sulit digapai, batinmu tersiksa, jiwamu remuk redam. Tenanglah ada Allah Swt. yang Maha segalanya.
Hanya Allah Swt. yang berhak memberikan penilaian atas apa yang kita lakukan. Terlebih, jika yang kita lakukan adalah melakukan dakwah kepada manusia, menyampaikan ajaran Islam, dan senantiasa melakukan kebaikan. Niatkanlah karena Allah, dan berharaplah balasan hanya kepada Allah Swt.
Ingatlah bagaimana perjalanan dakwah Rasulullah Saw. Manusia yang sangat mulia di mata Allah. Bukan hanya ancaman perkataan manusia, beragam penentangan dakwah fisik Beliau Terima. Namun, Rasulullah Saw. hadapi dengan ikhlas dan hanya berharap pertolongan dari Allah. Abu Lahab misalnya, pernah melempari Rasulullah Saw. dengan batu saat beliau menyampaikan dakwah di Pasar Dzul Majaz.
Pun demikian halnya dengan para Sahabat. Keluarga Yasir dibunuh oleh kaum kafir Mekkah, hingga Sumayyah istrinya syahid di jalan Allah. Bilal bin Rabah juga demikian, dijemur di bawah terik matahari dan diletakkan batu besar di atas dadanya. Namun, dengan kekuatan iman yang menghujam dalam dada, tidak sedikitpun imannya goyah dan tetap berpegang teguh pada Islam dan dakwah.
Lalu, bagaimana dengan diri kita? Sudahkah tantangan fisik itu kita terima? Bukankah hanya ucapan-ucapan manusia, yang kadang membuat hati kita lemah. Berdiri tegaplah dalam barisan perjuangan. Kuatlah dalam mengemban amanah Allah Swt. ini, jangan hiraukan siapapun yang membuat langkahmu terhenti. Cukuplah Allah Swt. menjadi saksi.
Tak mengapa dianggap buruk di mata manusia, asal Allah Swt. menjagamu. Engkau mulia di mata Allah dengan dengan terus taat pada aturan-Nya. Jangan berhenti berjuang hanya karena cacian manusia. Sesungguhnya setan akan tertawa jika engkau menyerah. Menepi boleh, tapi hanya sebatas menuntaskan lelah. Setelahnya, lanjutkan perjuangan untuk terus membumikan Islam sampai ke seluruh penjuru dunia.
Jangan buang waktu, tenaga, dan pikiranmu hanya untuk memikirkan perkataan orang lain. Ambillah yang terbaik, tinggalkan yang buruk. Habiskanlah waktu untuk memikirkan bagaimana dakwah agar bisa sampai kepada umat. Keberkahan akan senantiasa diraih jika negeri ini dipenuhi orang-orang yang beriman dan bertakwa.
Allah Swt. berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al-A’raf : 96).
Wallahua’lam bishowab. []
Views: 769
Comment here