Opini

Jangan Biarkan Ibu Depresi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ersa Rachmawati

Pegiat Literasi

wacana-edukasi.com–“Saya cuma mau menyelamatkan anak-anak, biar ga dibentak-bentak. Mendingan mati aja, ga perlu ngerasain sedih, harus mati….”

Demikan ungkapan yang keluar dari lisan Kanti Utami, ketika ditanya mengapa dia tega menggorok anaknya. Hal itu terungkap melalui video yang tersebar di sosial media. Satu anak berumur 7 tahun tewas, sementara dua lainnya yang berumur 10 dan 5 tahun luka-luka. Kejadian ini terjadi di Brebes Jawa Tengah. (DetikNews/21/03/22)

Kejadian ini bukanlah yang pertama, jika ditelusuri ada cukup banyak kasus ibu membunuh anak kandungnya.  Di Pekanbaru seorang ibu membunuh anaknya yang berumur 9 bulan. Ada juga ibu di Jember membunuh anaknya yang berumur 6 tahun dan sederet kasus lainnya.

Mengiris hati,  peristiwa yang sulit diterima akal sehat, bagaimana mungkin seorang ibu tega membunuh darah dagingnya sendiri. Seorang ibu secara fitrah memiliki rasa kasih sayang terhadap anaknya bahkan ketika masih di dalam kandungan. Jika kemudian seorang ibu bisa menjadi kejam tentu karena adanya tekanan jiwa yang sangat berat hingga menimbulkan depresi.

Apa yang menjadi faktor seorang ibu mampu berbuat kejam pada buah hatinya?

Depresi Pada Ibu

Menjadi ibu bukanlah perkara yang mudah terlebih jika memiliki anak yang masih kecil-kecil dan masih ditambah dengan himpitan ekonomi. Anak yang belum mandiri, sepenuhnya membutuhkan asuhan dari ibunya, polah mereka yang belumlah genap akalnya pasti sangat menguras energi dan emosi ibu. Ibu juga tidak hanya mengurus anak namun juga menyelesaikan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya. Kadang ibu juga harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Harga kebutuhan pokok yang tinggi dan sulitnya mencari uang menambah tekanan pada jiwa ibu.

Pada kondisi yang tidak stabil, bisa jadi anak-anak yang tidak berdaya akan menjadi pelampiasan emosi ibu. Wanita yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak justru menjelma bagai hewan buas yang siap menerkam. Tentu kita tidak menginginkan seperti itu, kita ingin para ibu tetap pada fitrahnya yang lembut dan penuh kasih sayang hingga dapat mendampingi tumbuh kembang generasi dengan seoptimal mungkin. Ditangan ibu lah generasi bangsa dititipkan

Mengatasi Depresi Pada Ibu

Seorang wanita yang telah memutuskan menikah dan punya anak haruslah sadar dengan segala konsekwensinya. Kehidupannya akan jauh berbeda dengan ketika gadis dahulu. Tanggung jawab baru ada di pundaknya, harus siap mental untuk mengurus rumah tangga, tentu tidak sendiri namun ada suami disampingnya.

Seorang ibu harus pintar mengelola emosinya, tenang dan sabar dalam menghadapi setiap persoalan. Ketika lelah melanda, sisihkan waktu untuk beristirahat mesti hanya sesaat atau sekadar memejamkan mata beberapa menit. Lelah akan memicu emosi, anak sedikit saja membuat ulah bisa jadi sasaran dihajar ibunya. Tidak lupa senantiasa tawakkal dan berdo’a.

Ketika ibu dirundung masalah, hendaklah orang-orang disekitarnya membantu menyelesaikan masalahnya. Mungkin suami, saudara bahkan tetangga dekat. Harus ada kepedulian antar anggota masyarakat, kehidupan individualis akan membuat sumbatan-sumbatan masalah yang siap meledak kapan saja.

Peran negara tak kalah penting, adanya kasus-kasus seperti ini tak cukup hanya diselesaikan dengan perbaikan kejiwaan individu pelakunya namun harus diselesaikan secara sistemik. Kemiskinan  menjadi faktor dominan kasus-kasus ibu yang membunuh anaknya. Pemerintah harus fokus untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat.

Menciptakan lapangan kerja, menciptakan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau. Kemiskinan yang terjadi secara sistemik membuat masyarakat harus berjuang sendiri mencukupi kebutuhannya. Itu lah yang dirasakan masyarakat saat ini hingga menimbulkan matinya rakyat jelata yang tak mampu bertahan.

Hal ini berbeda jika menggunakan standar Islam. Dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai pengurus urusan rakyatnya. Negara akan menjamin dan memperhatikan kebutuhan dasar rakyat. Semua rakyat harus terpenuhi kebutuhan pokoknya individu per individu tanpa kecuali. Negara akan mengelola sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran oligarki seperti saat ini.

Tentu kita ingat kisah masyur Khalifah Umar yang memanggul sendiri gandum untuk rakyatnya yang kelaparan, itu lah bentuk tanggung jawab atas kepemimpinannya. Sesungguhnya setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Apakah tuan-tuan penguasa di sana tidak trenyuh hatinya menyaksikan derita para ibu yang berujung pada nestapa anak-anak mereka?

Para ibu itu, mereka adalah korban dari sistem yang tidak manusiawi ini, yang membiarkan rakyat sekarat sementara segelintir orang berfoya dengan kekayaan negeri ini. Sulit rasanya menggantungkan harapan pada sistem kapitalis yang sekarang diterapkan. Berpuluh tahun merdeka rakyatnya belumlah sejahtera. Saatnya kita berhijrah pada sistem Islam yang menyejahterakan dengan penerapan sistem ekonominya yang berkeadilan.

Wallahu ‘alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 44

Comment here