wacana-edukasi.com– Unjuk rasa yang digelar oleh Aliansi BEM se kabupaten Tangerang, saat memperingati hari ulang tahun (HUT) ke-389 Kabupaten Tangerang viral. Pasalnya, terekam aksi represif dari seorang aparat kepolisian membanting tubuh salah satu pengunjuk rasa. Meskipun aksi tersebut tidak ada unsur kesengajaan, namun tetap menjadi preseden buruk. Peristiwa ini, membuat Polda Banten meminta maaf kepada korban dan keluarganya. Selain itu Propam Mabes Polri dan Propam Polda Banten akan menindak anggota kepolisian tersebut(megapolitan.kompas.com, Rabu,13/10/21).
Aksi anarkis yang terjadi antara massa dengan aparat dalam aksi unjuk rasa, bukan kali pertama terjadi. Akibatnya membawa korban dari kedua belah pihak. Aksi unjuk rasa seringkali berujung bentrok antara massa dan pihak keamanan. Padahal unjuk rasa secara damai bisa saja terwujud.
Menyampaikan pendapat merupakan sebuah tindakan legal yang dijamin oleh undang-undang. Tentu saja, opini yang disampaikan harus tetap mengedepankan adab. Janganlah melontarkan ujaran kebencian, menghina fisik, apalagi sampai mengundang provokasi. Selain itu, tindakan membawa senjata tajam atau sejenisnya saat melakukan aksi unjuk rasa harus dihindari.
Sudah jamak diketahui, aksi unjuk rasa yang digelar mahasiswa tak lepas dari wujud kepedulian akan persoalan bangsa. Mereka menjadi penyambung lidah rakyat untuk menyampaikan aspirasi. Kehadiran mahasiswa diharapkan mampu berkontribusi dalam menjadikan negara lebih baik. Sebagaimana diketahui, negara belum bisa sepenuhnya dalam memenuhi hak-hak masyarakat.
Pihak aparat diharapkan tidak bertindak secara berlebihan. Mahasiswa hanya berusaha membantu masyarakat agar negara hadir dan bertanggung jawab atas persoalan yang ada. Lihat saja tuntutan mahasiswa, tak lepas dari melindungi masyarakat dari ancaman akibat kurangnya kepekaan terhadap rakyat. Maka tindakan refresif hingga membahayakan nyawa pengunjuk rasa tak layak dilakukan.
Triana
Surabaya-Jawa timur
Views: 5
Comment here