Wacana-edukasi.com — Utang lagi, utang lagi. Kali ini pemerintah menambah beban utang baru di tengah pandemi covid-19. Karena pandemi yang semakin meningkat, membuat perekonomian Indonesia semakin kolaps. Alhasil, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa utang salah satu instrumen menyelamatkan masyarakat dan perekonomian di masa pandemi.
Padahal, Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai akhir Juni 2021 sebesar Rp6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap PDB. Adapun komposisi utang tersebut terdiri dari pinjaman sebesar Rp842,76 triliun (12,86 persen) dan SBN sebesar Rp5.711,79 triliun (87,14 persen) dilansir dari Sindonews.com (25/7).
Sejatinya pandemi yang berkepanjangan tidak boleh dijadikan alasan penambahan utang. Sebab, utang hanya akan menggerus kemandirian suatu negeri. Terlebih, utang yang diberikan berbasis ribawi yang semakin menambah jerat beban berkepanjangan.
Sudahlah tidak berkah karena utang ribawi, permasalahan ekonomi tak kunjung jua dapat diselesaikan. Sistem ekonomi kapitalisme tidak akan membiarkan pertolongan tanpa imbalan. Artinya jerat utang yang diterima pasti ada sesuatu yang digadaikan. Untung rugi adalah prioritas yang ditetapkan.
Maka, jangan menambah beban utang karena akan semakin membuat rakyat sekarat. Sungguh, utang luar negeri amatlah berbahaya. Kedaulatan negara akan terancam dan Indonesia akan semakin terjajah dengan asing. Kekayaan alam akan mudah dikuasai oleh asing. Sungguh ironi nasib rakyat jika terjajah di rumah sendiri.
Ingatlah bahwa Allah Swt. melarang melakukan aktivitas riba. Seperti dalam firman Allah Swt. dalam surat Ali Imron ayat 110 : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba [dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Di dalam sistem ekonomi Islam, prinsip yang digunakan berbasis syariah. Sehingga tidak mengandalkan utang sebagai pemasukan utama apalagi dengan alasan penyelamatan ekonomi dan rakyat. Pos pemasukan kekayaan di dalam Islam terdiri dari individu, negara dan umum. Pendapatan negara Islam terdiri dari kharaj, jizyah, fai, ganimah, hingga pengelolaan sumber daya alam. Maka, sistem ekonomi Islam tidak akan bertumpu pada utang luar negeri yang akan menjerat negeri dari segala lini.
Ismawati — Palembang, Sumatera Selatan
Views: 4
Comment here