Opini

Jejak Khilafah di Nusantara, Sejarah yang Tersandera

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis: Limi Ummu Ririn (Relawan Media)

Jika kamu tidak tahu sejarah, maka kamu tidak tahu apa-apa. Kamu adalah daun yang tidak tahu bahwa kamu adalah bagian dari pohon (Michael Crichton).

Quotes di atas, menyiratkan pentingnya memahami sejarah. Sebab, apa yang terjadi di masa sekarang merupakan bagian dari peristiwa terdahulu. Hubungan masa sekarang dengan masa lalu bisa dipahami antara lain dengan mengkaji sejarah. Untuk menentukan arah kehidupan di masa mendatang pun tidak bisa dipisahkan dengan jejak masa lalu. Itulah sejarah.

Pemutaran perdana Film Jejak Khilafah di Nusantara, mengguncang Jagad maya. Pasalnya, film dokumenter yang tayang pada Kamis, 20 Agustus 2020 tersebut menjadi trending topic dengan tagar #JejakKhilafahdiNusantara di posisi teratas.

Sejarah, Objek Pembuktian Kebenaran

Memahami kebenaran sejarah adalah mutlak. Sebab, kekeliruan dalam memahami sejarah serta manipulasi atas fakta sejarah sebuah bangsa, pasti berdampak buruk pada kehidupan masa depan bangsa tersebut secara universal.

Film Jejak Khilafah di Nusantara disutradarai Sejarawan Muda, Nicko Pandawa. Film ini merupakan ikhtiar besar untuk mengungkap kebenaran fakta-fakta sejarah yang telah didistorsi, dimanipulasi, bahkan ditutup rapat.

Adapun tujuan dibuatnya film tersebut agar seluruh masyarakat tahu dan sadar bahwa hubungan erat pernah terjalin antara nusantara dengan Khilafah Islamiyah. Berkat Khilafah, Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sampai hari ini. Para pejuang mampu bangkit melawan penjajah hingga berhasil mengusir mereka dari bumi pertiwi dan meraih kemerdekaan, juga berkat bantuan Khilafah. Selain itu, pembuatan film tersebut dimaksudkan agar generasi penerus bangsa ini tidak terjebak pada informasi sejarah yang bias.

Penasihat Komunitas Literasi Islam (KLI), ustadz M. Ismail Yusanto, mengatakan jika sejarah ditulis dengan benar, maka ibrah (hikmah) yang didapat juga akan benar. Faktanya, sering terjadi pengaburan sejarah. Jika sejarah yang benar tidak diungkap, maka tidak akan didapatkan ibrah yang benar. Sejarah bukan sebagai masdar (sumber) hukum, melainkan sebagai objek pemikiran atau objek kajian. Sejarah merupakan pelengkap dan pendukung sebuah pemahaman dalam mengungkap kebenaran yang telah dikaburkan bahkan dikuburkan.

Hubungan Nusantara dan Khilafah Islamiyah

Indonesia yang dulu dikenal dengan istilah nusantara, merupakan negeri muslim terbesar di dunia Islam. Jauh sebelum merdeka dari penjajahan militer hingga menjadi sebuah negara bernama Indonesia, di wilayah nusantara telah berdiri pusat-pusat kekuasaan Islam. Mulai dari Kesultanan Aceh yang terletak di ujung barat, hingga Kesultanan Ternate di ufuk timur.

Berbagai catatan sejarah membuktikan bahwa kesultanan-kesultanan tersebut tidaklah berdiri sendiri, melainkan memiliki hubungan sangat erat dengan Kekhikafahan Islam, khususnya Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Di antaranya Kesultanan Aceh. Begitu pun Palembang dan Makassar, turut menjalin hubungan khusus dengan penguasa Mekah yang notabene merupakan bagian tak terpisahkan dari Khilafah Utsmaniyah.

Ketika Portugis dan bangsa Eropa khususnya Belanda dan Inggris mulai merajalela di kawasan lautan India dan Selar Malaka, Khilafah Turki Utsmani bersifat pro aktif dalam memberikan perhatian atas penderitaan kaum muslim di Indonesia dengan cara membuka perwakilan pemerintahannya (konsulat) di Batavia pada akhir abad ke-19 M. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan nusantara dengan Khilafah Utsmaniyah bukan sebatas hubungan persahabatan atau pertemanan, melainkan hubungan kesatuan sebagai bagian tak terpisahkan antara keduanya.

Turki Utsmani juga pernah mengamankan rute haji dari wilayah sebelah barat Sumatera dengan menempatkan angkatan lautnya di Samudera Hindia. Dampak dari keberhasilan Khilafah Utsmaniyah menghadang Portugis di Lautan Hindia tersebut amat besar. Di antaranya, mampu mempertahankan tempat-tempat suci dan jalan-jalan menuju haji serta kesinambungan jalur-jalur bisnis antara India dan Indonesia dengan Timur Jauh melalui Teluk Arab dan Laut Merah.

Selain itu, hubungan beberapa kesultanan di Nusantara dengan Khilafah Turki Utsmani juga ditunjukkan dengan masuknya Islam ke wilayah Buton, Sulawesi Tenggara pada abad 16 M. Silsilah Raja-Raja Buton menunjukkan bahwa setelah masuk Islam, Lakilaponto dilantik menjadi sultan dengan gelar Qaim ad-din (Qoimuddin) yang berarti, penegak agama. Ia dilantik oleh Syekh Abd al-Wahid dari Mekah. Sejak saat itu ia dikenal sebagai Sultan Murhum.

Khilafah, Institusi Pemersatu Umat

Beberapa fakta tersebut di atas, membuktikan bahwa keberadaan Islam di Indonesia memiliki hubungan yang sangat erat dengan Khilafah Utsmaniyah dan menjadi bagian tak terpisahkan. Hanya saja, di saat kekuatan Khilafah Utsmaniyah mulai melemah, Inggris melalui agennya, Mustafa Kamal, berhasil meruntuhkan kekhilafahan Utsmani. Akibatnya, institusi pemersatu kaum muslim di seluruh dunia tersebut lenyap. Pun, wilayah negeri-negeri muslim terpecah belah di bawah kekuasaan penjajah.

Adapun di Indonesia, pasca penjajahan militer, beberapa tokoh menginginkan agar Indonesia dibangun berdasarkan sistem politik Islam. Namun, upaya itu gagal akibat adanya “pengkhianatan”. Inilah kebenaran sejarah yang selama ini tersandera dalam belenggu kekuasaan sekuler yang anti Islam. Terpecah belahnya negeri- negeri muslim mengakibatkan kaum muslim di seluruh dunia tetap dalam kondisi lemah, tertindas dan terus dihinakan oleh musuh-musuh Islam.

Oleh karena itu, upaya menyatukan kaum muslim di berbagai negeri termasuk Indonesia adalah kepastian sejarah. Bagi umat muslim Indonesia, perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam dan menyatukan negeri-negeri Islam dalam satu kekhilafahan, bukan sekadar wujud ketaatan kepada Allah, Swt semata. Akan tetapi, juga merupakan upaya untuk meneruskan sejarah serta melanjutkan perjuangan para Sultan dan Ulama Saleh terdahulu yang telah mempersatukan Nusantara dengan Khilafah Islamiyah. Sebaliknya, penentangan terhadap upaya ini tidak lain merupakan wujud pengingkaran terhadap sejarah Indonesia. Pun, pengingkaran terhadap perintah Allah, Swt.

Wallaahu A’lam Bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 30

Comment here