Oleh. Ima Khusi
wacana-edukasi.com, OPINI– Apa yang ada dalam benak kita saat mendengar kata Ibu? Pastinya akan tergambar sosok perempuan yang sangat lembut, penyayang, penuh kasih, dan selalu melindungi. Ibu adalah perempuan yang akan selalu melindungi dan menjaga sang buah hati dengan segenap jiwa dan raga. Perempuan yang meskipun lemah tapi rela korbankan nyawa demi melindungi anak-anaknya.
Begitulah jiwa yang melekat pada sosok ibu, yang tak menutup kemungkinan jiwa melindunginya sangat kuat pada siapa pun. Mau dia anaknya atau bukan, jika dia melihat sesuatu yang tak pantas atau membahayakan anak-anak maka dia akan menjadi garda terdepan untuk melindungi.
Akan tetapi, saat ini kita sering mendengar atau melihat seorang ibu akan tega membunuh anaknya hanya karena himpitan ekonomi, ibu akan tega membuang anaknya hanya karena merasa tak mampu untuk merawatnya. Bahkan sosok ibu yang dianggap sebagai perempuan yang lemah dan selalu menjadikan korban, ternyata bisa menjadi pelaku dalam melakukan perbuatan yang sangat keji.
Seperti baru-baru ini, publik dibuat geger oleh berita seorang ibu muda pemilik rental PS di Jambi yang melecehkan 11 anak laki-laki dan perempuan. Korban diminta untuk menonton secara live dia berhubungan intim hingga diajak nonton film dewasa. https://www.tvonenews.com (5/2/2023)
Sungguh miris bukan? Siapa yang mengira kalau seorang perempuan tega melakukan hal seperti itu. Apalagi hal ini dilakukan oleh perempuan yang berstatus ibu. Ke mana jiwa keibuannya, ke mana rasa malunya, ke mana rasa kasihnya, apa tujuannya, dan kenapa dia melakukan itu.
Tentunya pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan terus bercokol dalam benak kita. Dan mungkin sangat menyesakkan dada saat melihat anak-anak menjadi korban pelecehan yang dilakukan oleh seorang ibu. Di mana fitrah ibu yang lembut dan penuh kasih? Mengapa fitrah ibu seakan tercabut jiwa keibuannya? Apa masalahnya? Dan bagaimana menyelesaikan fenomena menyakitkan ini?
Akar Masalah
Jika ditelusuri lebih dalam, dalam ranah pribadi sebenarnya fenomena ini tak lepas dari pengaruh kurangnya pemahaman agama yang dimiliki para ibu, dan kehidupan keluarga yang bisa jadi tidak harmonis. Karena jika ibu paham tentang agamanya yaitu Islam secara kafah maka kasus seperti pelecehan ini tidak akan terjadi.
Begitupun dengan lingkungan yang tak Islami dampaknya juga lebih besar. Maraknya tontonan berbau pornografi, ditambah lagi taraf berpikir masyarakat yang menjadi lebih toleran terhadap pergaulan bebas, karena sudah sering disuguhkan tontonan bertema free sex, menyebabkan sensitivitas masyarakat menjadi lemah akan fenomena pergaulan bebas ini.
Tentunya semua hal yang terkait permasalahan ini akan menjadi lumrah dan akan terus terjadi dalam sistem sekulerisme kapitalisme, dimana sistem ini yang membentuk kerangka berpikir masyarakat menjadi sekuler. Standar halal haram tak lagi menjadi bahan pertimbangan dalam sistem ini. Kehidupan di sistem sekuler juga membelenggu agama hanya pada ranah ibadah mahdoh saja dan hal inilah yang mempengaruhi pemikiran ibu yang notabene sebagai madrasatul ula untuk anak-anaknya.
Kasus yang terjadi ini juga menjadi bukti betapa rusaknya sistem kehidupan yang berlandaskan sekulerisme kapitalisme. Sekaligus menggambarkan telah hilangnya nurani keibuan karena kalah oleh hawa nafsu, sekaligus menjadikan fitrah keibuan rusak. Karena itu, tidak sepantasnya umat berharap kebaikan dalam sistem ini, karena sistem ini merusak kehidupan manusia.
Islam Solusi Hakiki
Sebenarnya Islam banyak memberi solusi dalam setiap permasalahan yang sayangnya kini tak mau dipakai. Padahal segala persoalan yang terjadi di negeri ini tidak akan pernah menemukan solusi tuntas jika pemecahan masalahnya masih mengunakan cara dari sistem kapitalis sekuler. Karena penyelesaian masalah di sistem ini masih dalam bentuk tambal sulam dan bukan penyelesaian menyeluruh dari akarnya.
Hilangnya fitrah keibuan juga tak lepas dari lamanya sistem sekuler ini bercokol dalam diri umat, dan dalam tata kehidupan masyarakat. Ditambah lagi pengaturan negara yang berasaskan sekulerisme menjadikan pola interaksi masyarakat pun ikut menjadi sekuler. Sehingga pantaslah jika jiwa ibu koyak karena memang sistem negaranya yang rusak.
Oleh karenanya perlu adanya pemahaman agama yang baik tentang Islam kafah dalam diri umat dan juga masyarakat. Agar umat senantiasa menjadikan Islam sebagai pengatur kehidupan secara keseluruhan. Begitupun dengan negara haruslah juga menerapkan Islam secara kafah dalam setiap kebijakannya. Sehingga kondisi keimanan dan ketakwaan masyarakat akan terus terjaga, dan seluruh permasalah bisa terselesaikan hingga akarnya.
Para ibu pun akan kembali pada fitrahnya berperan dan berfungsi sebagaimana tugas awalnya, yaitu ummu warabatul bayt dan madrasatul ula. Berjiwa lembut dan selalu menjadi perisai bagi anak-anaknya. Karena ingatlah sebagaimana sebuah kata bijak “Wanita adalah tiang negara, jika wanita rusak maka negara pun akan rusak.”
Views: 18
Comment here