Oleh: Misdalifah Suli, M.Pd.
(Tim Pena Ideologis Maros)
wacana-edukasi.com, OPINI-Kondisi ekonomi masyarakat saat ini cukup memprihatinkan. Semenjak pandemi Covid-19 melanda, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan meskipun ada yang memiliki pekerjaan tapi penghasilan dari pekerjaan tersebut tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup apalagi saat ini bahan pokok makanan sangat mahal harganya. Akhirnya banyak dari masyarakat yang memilih jalan pintas salah satunya dengan terlibat judi online. Selain karena desakan kebutuhan, ada segelintir dari kalangan masyarakat ikut main judi online sebab ingin memperkaya diri dengan cara praktis. Alhasil, judi online saat ini tak hanya menyasar masyarakat berpenghasilan rendah, seperti buruh atau petani, namun juga PNS, karyawan swasta hingga pejabat Pemda. Dikutip dari kompas.com, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan sebanyak 2,76 juta masyarakat Indonesia menjadi partisipan dalam permainan judi online (21/10/2023).
Makin maraknya judi online di tengah masyarakat juga dipicu oleh promosi judi online yang sangat masif. Saat kita membuka aplikasi sosial media sering kita dapati iklan-iklan judi online. Ditambah lagi ada beberapa artis yang ikut terlibat mempromosikan situs judi online yang mereka sebut “game online yang bisa menghasilkan uang”. Mereka masing-masing mengajak masyarakat segera mendaftar dan main di situs tersebut. Mereka menyebut ada bonus dan hadiah bagi yang mendaftar (Republika.co.id, 25/09/2023).
Pada saat seseorang mulai terjerat judi online akan sulit melepaskan diri. Hal ini dikarenakan, dalam permainan judi, operator menggunakan trik manipulasi dan bias psikologi. Bias psikologi yang yang biasa digunakan operator judi salah satunya hot-hand fallacy yaitu keyakinan bahwa kemenangan akan terjadi dan, jika pernah merasakan kemenangan tersebut, keyakinan pun semakin besar. Operator judi membiarkan penjudi menang beberapa kali, setelah itu membuat mereka kalah. Studi dari Kansas State University, Amerika Serikat, menjelaskan, pemain yang terkena bias psikologi menjadi irasional sehingga meningkatkan toleransi risiko. Hal inilah yang menjelaskan mengapa penjudi berani bertaruh besar sampai harus meminjam uang atau menjual aset pribadi (KoranTempo, 21/10/2023)
Judi online ini selamanya akan ada dan terus merambah jika tak ada regulasi yang benar dalam mengatasinya. Pemerintah dalam hal ini kementerian Kominfo telah melakukan berbagai upaya seperti melakukan pemutusan akses dan/atau penghapusan (takedown) konten judi, melakukan pemblokiran rekening yang terlibat judi online dan akan merperkuat konsolidasi internal dan eksternal mulai dari peningkatan kapasitas perangkat keras dan SDM Kementerian Kominfo (CNBCIndonesia, 23/09/2023). Meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya namun situs judi online masih tetap ada dan terus mengalami peningkatan. Dikutip dari CNBC Indonesia (10/11/2023), hampir 30 ribu konten judi diblokir oleh Kementerian Kominfo. Jumlah tersebut cukup banyak karena hanya dilakukan selama 9 hari pertama di bulan November ini jika dibandingkan dengan penanganan konten pada 17-31 Juli, selama 2 pekan Kominfo menangani 30.013 konten judi online. Total seluruhnya selama periode 17 Juli hingga 9 November 2023 yang telah ditangani Kominfo sebanyak 504.860 konten. Artinya selama kurang dari 4 bulan, ada setengah juta konten yang ditemukan dan ditangani kementerian.
Judi online tidak akan terhenti jika tidak diselesaikan hingga ke akar masalahnya. Maraknya perjudian online ditengah masyarakat tidak lepas dari cara pandang hidup sekuler-kapitalisme. Dimana kebahagiaan hidup distandarkan pada kesenangan materi. Maka tak heran masyarakat cenderung menghalalkan berbagai cara demi meraih materi. Diperparah lagi dengan sistem pendidikan sekuler yang menjauhkan masyarakat dari pemahaman agama yang shahih dan kaffah. Akibatnya, masyarakat semakin bodoh dengan aturan agama dan mengabaikan standar halal – haram dalam kehidupan. Judi online yang nyata merugikan tetap digandrungi karena ketidakpahaman bahwa judi itu perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Dari sisi negara, pemblokiran yang dilakukan pada dasarnya tak akan mampu memberantas situs judi karena sangat mudah untuk mengembalikan situs yang diblokir tadi dengan cara ganti domain. Hal ini tentu diketahui oleh para ahli informatika di Kominfo tetapi pemblokiran masih saja dijadikan sebagai langkah utama. Dari sini, dapat kita lihat bahwa negara tidak begitu serius dalam menangani masalah judi online ini. Tidak ada langkah preventif seperti menghapus cara pandang kapitalisme sekuler dari kehidupan masyarakat juga tak ada langkah kuratif yang dilakukan dengan menangkap para bandar judi dan menindak tegas para pelaku/pemain dan bandar judi online.
Negara seharusnya tidak boleh kalah dengan individu rakus nan serakah yang ada dibalik munculnya judi online. Namun, inilah cerminan negara yang sadar menerapkan sistem sekuler kapitalisme. Negara lepas tangan dari tanggung jawabnya mengurus urusan rakyat termasuk menuntaskan kejahatan secara tuntas. Sungguh penerapan sistem sekuler kapitalisme menumbuhsuburkan perjudian di negeri ini.
Persoalan judi online akan tuntas jika negara menerapkan aturan Islam kaffah dibawah naungan daulah Islamiyyah. Sebab Islam telah mengharamkan judi secara mutlak sehingga negara akan menutup setiap celah masuknya perjudian. Penguasa daulah akan melakukan pembinaan untuk menguatkan akidah umat dan memahamkan hukum Islam sehingga umat akan meninggalkan perjudian atas dasar keimanan. Pemahaman tersebut menjadikan standar kebahagiaan umat berorientasi pada ridho Allah bukan kesenangan dunia semata. Umat pun akan menjauhi kemaksiatan dan tidak tergiur praktik judi.
Demikian pula, masyarakat dalam sistem Islam merupakan masyarakat islami yang senantiasa melakukan kontrol sosial dengan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar. Apabila masyarakat menemui aktivitas perjudian baik didunia nyata maupun maya, mereka akan segera menasehati dan melaporkan. Hal tersebut dilakukan atas dorongan ketaqwaan agar kemaksiatan tidak semakin merajalela. Selain itu, negara akan menerapkan hukum Islam yang memutus mata rantai perjudian. Negara akan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam perjudian. Negara juga akan memblokir situs-situs perjudian serta membuat sistem perlindungan terbaik dan tercanggih agar situs tersebut tidak muncul lagi. Jika negara menemukan prakter perjudian maka akan dikenakan sanksi ta’zir kepada pihak yang terlibat. Ta’zir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh penguasa daulah. Sanksi dalam sistem Islam memiliki dua fungsi, yaitu fungsi zawajir (pencegah dari kemaksiatan) dan jawabir (penebus sanksi pelaku di akhirat). Oleh karena itu, hanya sistem Islamlah dibawah naungan daulah Islamiyyah yang mampu memberantas praktik perjudian hingga ke akar-akarnya.
Wallahu a’lam bishshowab.
Views: 144
Comment here