Berita

Jutaan Kelas Menengah Gen Z Menghilang

blank
Bagikan di media sosialmu

Narasumber : Ustadzah Nida Sa’adah

Wacana-edukasi.com, BERITA– Melansir data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, jutaan anak-anak muda Gen Z mengalami penurunan kelas menjadi masyarakat kelas miskin. Sebelumnya anak-anak muda ini berada di kelas masyarakat menengah dengan besaran konsumsi pengeluaran sekitar 2 sampai 9 juta per bulan. Kondisi ini mengkhawatirkan terutama bagi kalangan pemerintah karena Gen Z menjadi tumpuan roda pertumbuhan perekonomian sebagai fast spender yaitu kelompok yang cepat dalam membelanjakan pendapatannya.

Ada dua kondisi utama yang dianalisa menjadi penyebab para Gen Z ini mengalami penurunan kelas yaitu yang pertama akibat banyaknya dan besarnya beban yang harus ditanggung oleh para Gen Z ini. Berbagai rencana pemerintah seperti menarik subsidi terhadap BBM, menaikkan nilai jual bahan bakar gas, kemudian juga ada kenaikan tarif pajak, menaikkan iuran BPJS dan beberapa pungutan lain yang sasarannya adalah anak-anak muda di kelas masyakarat menengah ini. Semua beban tersebut mengakibatkan sekitar 9 juta Gen Z yang semula berada di kelas menengah lantas menjadi jatuh miskin. Penyebab kedua adalah terdapat sekitar 10 juta Gen Z yang menganggur berdasarkan data yang dirilis BPS belum lama ini.

Kedua kondisi yang menyebabkan jutaan Gen Z terpuruk tersebut lahir dari rancangan politik ekonomi yang mengacu kepada Sistem Ekonomi Barat. Rancangan ini tidak mengacu kepada politik ekonomi yang digali dari Al-Quran dan as-sunah, namun merupakan rumusan hasil pemikiran ekonom-ekonom barat.

Penerapan Sistem Ekonomi Barat di Indonesia dan juga di negeri-negeri muslim lainnya, terbukti mengakibatkan bertambahnya akumulasi permasalahan perekonomian. Dampaknya bisa kita lihat sampai tahun 2024 ini dengan semakin banyaknya masyarakat yang jatuh miskin dan yang mengalami kondisi tertekan. Berdasarkan evaluasi tersebut, sudah seharusnya politik ekonomi yang diterapkan di Indonesia dan negeri kaum muslimin lainnya mengacu kepada politik ekonomi yang digali dari Syariat Islam.

Salah satu aspek mendasar yang membedakan politik ekonomi Islam dengan politik ekonomi Barat adalah dalam hal standar kesejahteraan masyarakatnya. Dalam politik ekonomi Islam tidak dikenal standar pemerataan kesejahteraan masyarakat berdasarkan tolak ukur pertumbuhan ekonomi. Apalagi jika pertumbuhan ekonomi tersebut dihitung dari rata-rata besaran konsumsi masyarakatnya. Di dalam Islam, ukuran kesejahteraan mengacu kepada kondisi perorangan, bukan secara kolektif dalam sebuah komunitas masyarakat sebuah negara. Artinya Islam memandang bahwa setiap individu dalam satu negara harus terpenuhi semua kebutuhan pokoknya, terutama kebutuhan primer yang meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Adapun untuk pemenuhan aspek kebutuhan sekunder dan tersier, maka diberikan ruang pada siapapun yang ingin menikmatinya dengan jaminan distribusi kekayaan sudah merata ke seluruh lapisan masyarakat.

Salah satu cara pemerataan distribusi kekayaan dalam Islam dilakukan melalui regulasi ekonomi per individu. Di dalam Negara Islam, setiap laki-laki mukalaf, baik muslim maupun nonmuslim, harus terserap ke dalam dunia kerja. Selanjutnya harus dipastikan semua sektor yang membuka peluang terjadinya ketidakmerataan serapan tenaga kerja harus ditutup.

Beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menutup peluang ketidakmerataan serapan tenaga kerja adalah :
Pertama, tidak memberlakukan keuangan finansial sektor non riil. Dalam istilah Islam, sektor non riil disebut sektor ribawi. Sektor ini harus ditutup dalam semua aspeknya, supaya semua orang hanya terjun dalam sektor ekonomi riil sehingga diperoleh kepastian terjadi penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Kedua, memastikan semua aset sumber daya alam karunia Allah yang jumlahnya berlimpah berada dalam regulasi negara dan tidak diprivatisasi.

Ketiga, negara mengatur seluruh aset dalam rancangan visi misi negara yang berkoordinasi dengan institusi pendidikan tinggi, baik yang berbentuk pengembangan keilmuan maupun dalam bentuk sektor vokasi. Dengan mekanisme tersebut akan diperoleh kepastian semua anak-anak muda Gen Z sudah masuk dalam sektor pendidikan dan terjadi link and match antara dunia pendidikan dengan desain negara untuk menyerap semua lulusan dari pendidikan tinggi.

Pengelolaan seluruh aset negara yang menjalankan politik ekonomi Islam tersebut dilakukan dalam lembaga keuangan Baitul Maal (kas negara). Sumber pemasukan keuangan negara tidaklah bertumpu kepada pajak dan hutang seperti yang saat ini terjadi, karena Baitul Maal memiliki sumber pendapatan sendiri yang melimpah berasal dari kepemilikan umum, negara dan zakat mal (kepemilikan individu).

Melalui penerapan kebijakan politik ekonomi Islam tersebut, ada dua solusi yang bisa diperoleh untuk menyelesaikan permasalahan Gen Z yang terjadi saat ini yaitu :
Pertama, bagi para Gen Z yang sudah masuk dalam serapan dunia kerja, mereka terhindar dari ancaman penggerusan income atau pendapatannya.

Kedua, bagi para Gen Z yang belum masuk ke dalam serapan tenaga kerja, akan terbuka peluang lapangan pekerjaan yang sangat luas dengan ditutupnya semua sektor non riil berbasis ribawi.

Politik ekonomi Islam tersebut sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi dalam memimpin negara Islam pertama di Madinah yang kemudian dilanjutkan oleh khulafaur rasyidin sepeninggal beliau dan para khalifah berikutnya dalam Negara Khilafah Islammiyyah. Wallahu a’lam bisshawab.

(Diresume oleh : Ummu Rifazi, M.Si dari salah satu video channel YouTube “Supremacy” tanggal 6 September 2024 bertema “ Jutaan Kelas Menengah Gen Z Menghilang” dalam program ulasan Economic Understanding).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here