Oleh : Oki Pratiwi
Wacana-edukasi.com — Gelombang Korea atau yang disebut dengan K-wave merupakan fenomena demam budaya Korea ditingkat global yang saat ini mempengaruhi dunia internasional pada umumnya. Kemunculan beragam bahasa, musik, film, fashion, drama, dan gaya hidup telah mendunia termasuk Indonesia. Namun, hal yang marak digandrungi remaja akhir-akhir ini adalah K-Pop. K-pop itu sendiri merupakan bagian musik yang identik dengan boyband dan girlband yang dinaungi oleh satu manajemen.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, 03 Februari 2019 seorang praktisi dan akademisi psikologi Vierra Adella. Dosen Universitas Atma Jaya Jakarta tersebut bahkan menyebut bahwa kegandrungan para K-Popers yang jumlahnya bisa dibilang masif sebagai sebuah “fenomena” dan jadi lahan baru bagi sebagian orang mendulang cuan. Menurut Adella, kelompok remaja memang adalah sasaran dan alasan utama mengapa konten atau pun segala hal tentang Korea, termasuk K-Pop ataupun K-Drama, menjadi langgeng. Setiap idola mesti memiliki penggemar dan sebagian di antara mereka memiliki rasa cinta yang lebih besar sehingga cenderung fanatik. Begitu pula yang terjadi dengan K-Pop. Namun, dari sudut pandang psikologi, kegandrungan para K-Popers ini menimbulkan ketertarikan sekaligus kecemasan.
Sejumlah penggemar K-Pop juga mmiliki kisah fanatisme yang tak biasa, seperti mulai dari mengejar idola hingga rela menginap satu hotel, mengeluarkan ratusan juta untuk membeli album demi kesempatan dapat tanda tangan, hingga merasa ‘tidur bersama idola’ hanya karena ada posternya mengarah ke tempat tidur. Sejumlah aksi fanatisme K-Popers lainnya pun pernah terlihat baik di Indonesia maupun di negara lain, mulai dari rela menunggu berjam-jam untuk menyambut kedatangan idola, membeli merch idola mereka yang harganya lumayan fantastis seperti Album, pakaian,dan pernak pernik lain yang berhubungan dengan idolanya. Rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk streaming video idola mereka, menyakiti diri sendiri ketika idolanya meninggal dunia, ada yang rela mengeluarkan uangnya hanya untuk menghadiri Konser idolanya di negara lain bahkan ada yang rela memakan makanan yang diharamkan hanya untuk mengikuti idolanya. K-pop sendiri sudah merajarela di mana palajar tidak mampu menyaring lagi budaya asing yang masuk sehingga berimbas terkena dampak negatif dari budaya budaya asing tersebut salah satu dampak negarif dari pecinta kpop adalah timbulnya kecintaan yang terlalu mendalam terhadap idolanya yang biasa disebut fanatisme.
Generasi muda adalah aset terpenting dalam sebuah negara, bangsa dan agama. Karena, mereka bukan hanya sekedar harapan regenerasi tapi bibit bibit yang akan meneruskan peradaban hingga akhir zaman. Melihat dari fenomena K-pop sekarang generasi muda saat ini mulai kehilangan jati diri mereka, kehilangan semangat belajar, semangat berjuang. Padahal, sadar maupun tanpa disadari generasi mudalah yang akan meneruskan perjuangan-perjuangan Islam ke depannya.
Yusuf Al-qardhawi seorang ulama mesir kontemporer berkata, “ Apabila ingin melihat suatu negara dimasa depan, maka lihatlah pemudanya hari ini.” Hal ini menunjukan bahwa generasi muda memiliki peranan yang sangat besar bagi suatu peradaban.
Hiburan Korea atau K-pop saat ini dipoles sedemikian rupa untuk merusak generasi muda. Apalagi ketika kita melihat fenomena ini didukung oleh semua aspek, media mendukung, sosial media tidak berhenti. Bahkan, dijadikan lahan bisnis oleh kaum-kaum kapitalis untuk meraup keuntungan. Jika kita melihat lebih dalam lagi sebenarnya fenomena K-wave ini lebih banyak memberikan pengaruh negatif dibandingkan pengaruh positifnya.
Dilihat dari kacamata Islam pun budaya K-wave ini sangat bertolak belakang dengan Islam. Dimana pola hidupnya lebih cenderung ke kehidupan hedonis materialis. Bahkan, bahaya besarnya lagi K-wave bisa mempengaruhi bahkan merubah mindset generasi muda yang dapat merusak akidah mereka seperti meniru-niru budaya korea dalam semua segi kehidupan nya, bahkan selain busana dan aksesoris lebih dari itu gaya hidup, makanan, minuman, tingkah laku, kepribadian yang mencontoh para idola, semua telah menjadi kiblat bagi para remaja. Hal ini yang menyebabkan terkikisnya akhlak generasi dan tentu saja jauh dari nilai nilai keislaman. Atas nama globalisasi dan modernisasi generasi diseret pada kehidupan yang cenderung liberal (bebas), menjadikan generasi kita menjadi generasi pengekor, generasi yang lemah secara pemikiran, kepribadian yang mudah dirusak dan kehilangan idealisme. Itulah kerusakan yang ditimbulkan, generasi yang seharusnya manjadi penerus umat.
Dalam pandangan Islam keluarga memiliki peran penting dalam membangun generasi mudah yang berakhak Islam. Baik dan buruknya suatu generasi salah satunya ditentukan oleh keluarga. Kekuatan sebuah masyarakat tergantung dengan kualitas keluarga yang membentuknya. Disinilah peranan keluarga sebagai pondasi sebuah masyarakat. Karena keluarga adalah sekolah pertama yang akan menentukan kualitas seseorang. Peran keluarga di sini tidak terbatas pada pendidikan anak dimasa kanak – kanak dan remaja. Akan tetapi, jauh sebelum mereka dilahirkan di dunia, keluarga – dalam hal ini orang tua – telah mengambil peran dalam pembentukan karakter, kecendrungan, dan bahkan keselamatan atau kesengsaraan seorang anak.
Peran negara juga sangat dibutuhkan untuk menangani fenomena K-wave ini karena masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan Islam tentunya akan berdampak buruk bagi generasi muda. Maka, untuk mencegah kerusakan yang lebih besar, negaralah yang berperan penting didalamnya. Negara sangat perlu merubah cara-cara mendidik generasi muda sekarang. Artinya, negara harus memperbaiki sistem, salah satunya mulai dari sistem pendidikan, ekonomi, politik dan pergaulan yang sebenarnya saling berkaitan satu sama lain. Sistem kapitalis harus diubah dan menggantinya dengan sistem Islam yang telah terbukti menghasilkan generasi muda unggul dalam naungan khilafah islamiyah. Khilafah islamiyah akan menjadikan generasi muda bagaikan mutiara dan cahaya peradaban bagi dunia. Wallahu’alam.
Views: 55
Comment here