Opini

#KaburAjaDulu, Brain Drain, dan Masa Depan Indonesia

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Fatimatuz Zahrah (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Tagar #KaburAjaDulu sempat viral di media sosial, terutama di dalam platfrom X. Konteks tagar tersebut berkaitan dengan pencarian kesempatan bekerja atau studi di luar negeri lalu kabur meninggalkan Indonesia. Ketika ditelusuri lebih lanjut, tagar #kaburajadulu berisi kisah atau informasi seputar beasiswa, lowongan kerja, kursus bahasa asing, cerita tentang hidup dan pengalaman berkarir di luar negeri. Dalam trend #kaburajadulu tersebut, banyak dari warganet merekomendasikan sejumlah negara seperti Jepang, Jerman, Amerika hingga Australia sebagai negara yang tepat untuk pindah (viva.co.id/13/02/25).

Meski terlihat sepele, menguatnya tagar ini menjadi gambaran kekecewaan mendalam masyarakat terhadap pemerintah Indonesia. Pendidikan yang layak, lapangan pekerjaan, dan jaminan kualitas hidup dianggap masyarakat Indonesia sebagai sesuatu yang tidak bisa disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat. Sementara itu ada tawaran jaminan kesejahteraan, pendidikan yang layak, dan lapangan pekerjaan dari luar negeri.

Pengaruh digitalisasi terutama sosial media yang menggambarkan tentang kehidupan di negara lain menjadi munculnya fenomena #kaburajadulu dan memberikan peluang untuk kabur lebih mudah. Demikian pula sulitnya mencari kerja bertemu dengan banyaknya tawaran kerja di luar negeri, baik pekerja terampil maupun kasar dengan gaji yang lebih tinggi di negara maju juga semakin membenarkan masyarakat untuk kabur.

Munculnya tagar #KaburAjaDulu ini berkaitan dengan fenomena Brain drain yang telah lama terjadi. Brain drain adalah fenomena ketika orang pintar dan berbakat memilih untuk bekerja di luar negeri dan kerap terjadi di negara-negara berkembang. Orang-orang pintar dan terdidik pindah demi mencari gaji dan iklim kerja yang lebih baik sehingga negara asalnya ditinggal dan kehilangan orang-orang dengan otak “kompeten“ (Boeri, Tito, Brucker, Docquier, dan Rapoport. 2012. Brain Drain and Brain Gain: The Global Competition to Attract High-Skilled Migrants: Oxford University Press).

Fenomena brain drain menjadi isu yang vital dalam konteks liberalisasi atau globalisasi ekonomi. Pasalnya arus brain drain yang semakin masif dan membuat ketimpangan antara negara berkembang dan maju semakin lebar, melahirkan berat sebelahnya akses terhadap kesempatan dan sumber daya. Kondisi brain drain murni menggambarkan rusaknya kebijakan politik ekonomi dalam negeri dalam menjamin kehidupan sejahtera. Kerusakan ini tidak lepas dari sistem yang diterapkan penguasa untuk mengontrol negara.

Kepemimpinan penguasa saat ini –secara kasat mata- sangat nampak bercorak kapitalis. Mereka menyusun hingga melegalkan banyak kebijakan yang memihak para kapital, contohnya pendidikan. Dalam sistem kapitalisme, pendidikan menjadi sektor yang legal untuk diliberalisasi. Akhirnya pendidikan menjadi komoditas yang absah dikomersialkan oleh swasta dan yang bisa mengaksesnya hanya orang-orang yang memiliki harta.

Selanjutnya masalah lapangan pekerjaan dalam sistem kapitalisme, perusahaan atau industri menjadi pihak provider lapangan pekerjaan. Mereka tentu saja memanfaatkan ajaran untung rugi. Karena itu para pekerja dipandang sebagai faktor produksi yang sewaktu-waktu bisa terkena efisiensi. Akhirnya para pekerja tidak memperoleh kepastian gaji layak dan pekerjaan yang tetap. PHK massal, gaji rendah dan masalah dalam dunia kerja sudah menjadi momok bagi para pekerja. Walhasil kesenjangan ekonomi tidak saja terjadi di dalam negeri namun juga di tingkat dunia antara negara berkembang dan negara maju.

Kasus ini sebenarnya bisa diselesaikan oleh Islam karena Islam memiliki syariat yang mengharuskan negara membangun kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara setiap individu. Kewajiban ini merupakan sebuah tuntutan.
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Imam Al-Baghawi dalam Syarh as Sunnah menyebutkan makna “ar-raa’in” dalam hadis ini yakni pemelihara yang dipercaya atas apa yang ada pada dirinya. Ar riayah adalah memelihara sesuatu dan baiknya pengurusan diantara bentuknya adalah pemeliharaan atas urusan-urusan rakyat dan perlindungan atas mereka. karena daulah khilafah menjadi pihak yang bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan, apalagi ada syariat bagi setiap laki-laki yang balig wajib mencari nafkah. Tentu saja kewajiban ini perlu dukungan dari negara dalam bentuk lapangan pekerjaan. Adapun kesempatan bekerja di dalam Daulah Khilafah terbuka sangat luas. Dari sektor ekonomi saja ada bidang pertanian perdagangan industri dan jasa. Belum lagi pengelolaan sumber daya alam secara syari oleh daulah pasti membutuhkan tenaga ahli dan terampil dalam jumlah yang banyak.

Adanya jaminan lapangan pekerjaan bagi warga negara Khilafah membuat mereka tidak harus kabur ke negara lain hanya demi mendapatkan kesempatan bekerja lebih baik. Selain itu garis haluan pendidikan Daulah Khilafah juga menjamin warga negara dapat mengenyam pendidikan yang layak dan berkualitas. Pasalnya pendidikan dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan dasar publik yang wajib diberikan oleh negara secara mutlak. Pendidikan harus diberikan secara gratis tanpa mereduksi kualitasnya. Tujuan pendidikan Islam adalah mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam di mana pola pikir dan pola sikap mereka berdasarkan Islam. Mereka juga dicetak menjadi orang-orang berilmu yang memiliki kepekaan terhadap problematika utama umat, sehingga menjadi pintar dan berbakat.

Dalam Daulah Khilafah masyarakat yang menjadi “otak“ alias cendekiawan negara menjadi Garda terdepan yang siap membangun negara dan negara juga peduli dan menjamin kehidupan mereka sebagai warga negara. Demikianlah solusi syar‘i atas kemunculan tagar #KaburAjaDulu yang berkaitan dengan fenomena brain drain.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here