Oleh: Naura Azla Gunawan (aktivis muslimah)
Dilansir dari kompasiana.com, ramai di X tentang #KaburAjaDulu. Tagar ini merupakan bentuk kekecewaan dan kekesalan generasi muda atas kebijakan negara, seperti kurangnya keadilan sosial. Ketidakadilan dan tidak transparannya pemerintah membuat masyarakat tidak percaya pada mereka. Pendidikan yang mahal, lapangan pekerjaan yang sulit, serta kualitas hidup yang dianggap kurang layak menjadi beberapa alasan masyarakat untuk kabur dari negeri Indonesia tercinta.
Viralnya tagar ini pun mengindikasikan kenyataan bahwa banyak generasi muda Indonesia yang berniat meninggalkan negeri ini untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik di luar negeri, bahkan sebagian lainnya warga Indonesia sudah menetap di luar negeri dan enggan kembali ke Indonesia. Banyak rakyat yang cerdas dan berbakat memilih untuk bekerja dan hidup di luar negeri karena upah serta fasilitas yang setimpal. Dalam kata lain, mereka sebagai pekerja lebih dihargai di negeri orang dari pada di negeri sendiri.
Pajak tinggi serta biaya hidup yang cukup mahal juga menjadi alasan dari kekecewaan masyarakat pada Indonesia. Belum lagi perpolitikan di Indonesia sudah sangat kacau balau baik dari presiden, kabinet, dan hasil kebijakan yang diterapkan telah jelas mencekik masyarakat kelas menengah kebawah. Wajar banyak generasi muda yang memilih meninggalkan Indonesia untuk bisa waras dalam kehidupan yang sangat kacau balau ini. Tidak hanya itu, kriminalitas, pelecehan seksual, korupsi dan lain sebagainya tidak kunjung reda masalahnya, namun makin pelik walau sudah bergantinya presiden dan kabinet.
Konsep Brain Drain
Konsep yang dikenal sebagai “Brain Drain”—atau perpindahan tenaga kerja berbakat dari negara berkembang ke negara maju—berhubungan erat dengan fenomena keinginan untuk hijrah ke luar negeri. Kesempatan kerja yang lebih baik, pendidikan yang lebih baik, dan kesejahteraan yang lebih terjamin adalah beberapa penyebab brain drain.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, sekitar 7,47 juta orang usia produktif di Indonesia masih menganggur. Selain itu, rata-rata gaji pekerja di Indonesia hanya sekitar Rp3,27 juta, yang dianggap tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Karena situasi ini, para pekerja muda cenderung mencari pekerjaan di luar negeri dengan gaji dan kehidupan yang lebih baik.
Kapitalisme Akar Masalah
Jika diteliti lebih dalam, tujuan untuk “kabur” ini berkaitan dengan sistem yang mengatur negara. Dialah sistem kapitalisme yang mendominasi ekonomi global hingga menjadikan ketimpangan sosial yang signifikan terjadi. Sementara lapangan pekerjaan bergantung pada prinsip untung-rugi perusahaan, pendidikan dianggap sebagai komoditas yang hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu. Akibatnya, banyak masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan pendidikan yang baik.
Sistem kapitalisme telah menjadikan pribadi seseorang menjadi individualis, tidak memikirkan lagi kemaslahatan bersama apalagi untuk membangun negaranya, maka pilihan untuk ‘kabur’ dianggap solusi yang tepat. Padahal, jika mereka pindah ke luar negeri, belum tentu mereka akan hidup dengan baik dan bahagia jika sistem yang mereka anut masih sama yaitu kapitalisme. Sebab, kapitalisme telah melanda sebagian besar negara di dunia. Kapitalismelah biang keladi dari semua ini. Akibatnya, perbedaan ekonomi antara negara berkembang dan negara maju muncul di tingkat global dan di dalam negeri.
Kesejahteraan Pada Sistem Islam
Jauh berbeda dengan negara yang menganut sistem Islam. Negara diwajibkan untuk menjaga kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan asasi setiap warga. Negara dapat melakukan banyak hal, seperti menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki baligh di bidang pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Pengaturan ini semua diserahkan pada imam atau Khalifah dalam negara Islam. Seperti sabda Rasulullah Saw, “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat), dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Bukhari).
Selain itu, negara mengelola sumber daya alam yang melimpah dengan sebaik mungkin, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk subsidi atau bantuan lainnya untuk membantu mereka hidup lebih baik. Kemudian, negara yang menerapkan syariat Islam akan memprioritaskan pendidikan sebagai kebutuhan publik yang penting untuk menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam. Orang-orang yang memiliki keahlian dan berbakat akan menjadi garda terdepan yang siap membangun negaranya, dan negara akan bertanggung jawab atas kehidupan dan kesejahteraan mereka sendiri.
Tidak hanya itu, sistem pendidikan wajib berbasis akidah Islam dengan kurikulum khas, memadukan pendidikan agama dan ilmu pengetahuan umum yang mampu mencetak sumber daya manusia yang beriman dan berperan aktif di masyarakat untuk kemajuan negara.
Dengan demikian, fenomena brain drain (orang-orang yang memiliki pengetahuan tinggi berbondong-bondong pindah ke luar negeri) tidak akan terjadi lagi hanya karena merasa tidak diakui dan tidak dibantu oleh negara asalnya. Semua ini akan terwujud jika manusia kembali pada syariat Islam secara total bahkan dalam wujud negara. [WE/IK].
Views: 1
Comment here