Opini

Kampanye 16 HAKtP untuk Memberantas Kekerasan pada Perempuan, Mampukah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Harsiati Bonik Abdillah (Pegiat Literasi, Ngaglik, Sleman, DIY)

wacana-edukasi.com, OPINI– Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) di gelar secara rutin setiap tahunnya. Rangkaian kegiatan peringatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.

Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP), merupakan sebuah kampanye yang diselenggarakan selama 16 hari. Peringatan gerakan HAKTP ini bertujuan untuk mendorong berbagai upaya-upaya untuk mencegah dan menghapus kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan (KTPAP) di seluruh dunia. Karena, dianggap sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM yang paling banyak terjadi di seluruh dunia.

Hari penting ini diperingati secara global termasuk di Indonesia. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menjadi inisiator kegiatan ini, sekaligus menjadi fasilitator pelaksanaan kegiatan kampanye di wilayah-wilayah yang menjadi mitra Komnas Perempuan. Mengingat Komnas Perempuan sebagai institusi hak asasi manusia di Indonesia.

Kegiatan ini pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991, yang kemudian disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Kampanye ini pun mendapat dukungan dari UN Women (organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB yang didedikasikan untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan). Dengan mengusung tema ” UNITE! Invest to prevent violence against women and girls”, artinya Berinvestasi untuk Mencegah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perempuan.

Tema kampanye tersebut juga selaras dengan tema prioritas 2024 dari Komisi Status Perempuan, yang berfokus pada percepatan pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan dengan mengatasi kemiskinan dan memperkuat lembaga dan pembiayaan dengan perspektif gender. Maka pentingnya mendanai berbagai strategi pencegahan untuk menghentikan kekerasan agar tidak terjadi. Kampanye ini akan memanfaatkan platform normatif dan advokasi global utama untuk membangun momentum dan menggalang upaya kolektif untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan (detikNews.com, 23/11/2023).

Jika dilihat dari fakta yang terjadi sekarang, meskipun Kampanye 16 HAKTP di Indonesia sudah berlangsung sejak 2001. Namun realitasnya, meski kampanye dan peringatan digalakkan dan dirutinkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan masih saja terus terjadi dalam berbagai bentuk. Bahkan, ketika UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) sudah disahkan. Maraknya kasus KTPAP ini menunjukkan adanya kegagalan sistematis dari sistem kapitalisme sekuler, yang diterapkan oleh negara ini dalam melindungi kaum perempuan.

Pemerintah harusnya bersikap serius dalam memberikan solusi tuntas dan jelas hingga menyentuh akar persoalan. Bukan sekadar mengesahkan berbagai Undang-undang yang sudah dipesan. Apalagi faktanya, regulasi yang ada tak bergigi. Kampanye hanya sekadar rangkaian seremonial perayaan dan peringatan. Apalagi, ketika kaum perempuan dipandang sebagai objek komunitas yang dijadikan sumber cuan. Itulah imbas dari penerapan sistem yang tidak memiliki standar yang jelas dan benar berdasarkan Islam. Hal ini semakin menegaskan bahwa sistem kehidupan sekuler kapitalistik, tidak akan mampu menciptakan relasi yang baik dan benar antara laki-laki dan perempuan. Dimana keduanya seharusnya menjadi cerminan kehidupan yang berlaku di masyarakat saat ini. Sudah sepatutnya kita mengoreksi akar permasalahannya dengan keseriusan.

Islam memandang, perempuan sejatinya memiliki peran besar dan mempunyai kedudukan mulia serta kehormatannya harus dijaga. Namun, kini pemahaman sekuler kapitalistik terus dibungkus cantik dalam cara pandang yang di anggap apik. Imbasnya akidah umat tercabut dari diri mereka dan keimanannya pun dipertanyakan. Persoalan yang menimpa kaum perempuan saat ini dikarenakan mandulnya peran agama sebagai sistem pengatur kehidupan.

Solusi Islam

Berbeda dengan sistem aturan Islam. Islam memiliki sistem kehidupan yang sempurna dan berkualitas. Oleh karena itu, untuk mencegah kekerasan yang menimpa perempuan, diperlukan sistem pendidikan berbasis akidah Islam sebagai fondasi. Pembentukan pilar ketakwaan dan keimanan yang kuat dan keterikatan dengan hukum syariat diterapkan oleh negara pada semua sistem kehidupan. Negara juga berperan serta menjadi sarana pembentuk kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah). Berawal dari lingkup individu, keluarga, masyarakat, hingga tata kelola kenegaraan.

Sistem sanksi (uqubat) sesuai syariat juga ditegakkan sebagai zawajir (pencegah) sekaligus sebagai jawabir (penebus dosa) agar kejahatan tidak merajalela. Begitupun ketakwaan dan keimanan aparatur negara menjadi kepastian penegakan hukum. Pasalnya, posisi Hukkam (penguasa), Qadhi (hakim), ataupun polisi diadakan demi menjamin keimanan, ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Swt. Bukan demi mengamankan kedudukan oligarki dan para penguasa. Sedangkan sistem yang diterapkan saat ini, membuat kasus kekerasan seksual di pandang sebelah mata.

Islam secara otomatis menyediakan berbagai perangkat yang komprehensif yang mampu menjaga seluruh alam, termasuk memenuhi hak-hak kaum perempuan. Demikianlah Allah Swt. telah menjamin pemenuhan hak-hak mereka umat manusia ketika syariat Islam ditegakkan secara kafah.

Wallahu a’lam Bish Shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here