Opini

Kampanye 16 Hari Kekerasan Terhadap Perempuan, Mampukah Berantas Kekerasan Perempuan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Tsabita Rahma, S.Pd

wacana-edukasi.com, OPINI– Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Againt Gender Violence) merupakan kampanye internasional yang mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Aktivitas ini pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991 yang disponsori langsung oleh Center for Women’s Global Leadership.

Kegiatan ini berlangsung setiap tahunnya dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari HAK Asasi Manusia (HAM) Internasional. Rentang waktu selama m16 hari tersebut dipilih dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, sekaligus menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu pelanggaran terhadap HAM.

Sebagai institusi nasional HAM di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan tersebut. Sejak tahun 2001 Komnas Perempuan terlibat dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP). Dalam kegiatan ini, Komnas Perempuan selain menjadi inisiator juga sekaligus sebagai fasilitator pelaksanaan kampanye di semua wilayah yang menjadi mitra Komnas Perempuan. Sejalan dengan mandat dan prinsip kerja Komnas Perempuan, yaitu bermitra dengan pihak masyarakat serta berperan memfasilitasi upaya terkait pencagahan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Terkait dengan isu kekerasan terhadap perempuan, pada tahun 2021 Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN). Dari survei tersebut tercatat bahwa 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual.

Pada tahun yang sama, Kemen PPPA juga melakukan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR). Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya, baik itu kekerasan fisik, seksual ataupun kekerasan emosional.

Berdasarkan dua survei di atas, bisa tergambarkan bahwa permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tetap terus saja terjadi, bahkanketika Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan.

Beberapa regulasi yang telah diterbitkan sebagai landasan hukum untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Bahkan secara khusus, disahkannya UU TPKS diharapkan mampu menjadi stimulator meningkatnya keberanian korban kekerasan untuk melaporkan apa yang dialaminya. Dari sini, maka akses keadilan dan pemenuhan atas hak-haknya bisa didapatkan.
Hanya saja, fakta di lapangan tak seperti yang diharapkan. Meskipun sudah ada payung hukum, namun  tak banyak korban kekerasan secara sadar melaporkan ke pihak yang berwenang. Bahkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pun tidak mengalami penuruan secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi yang ada tidak efektif dalammenyelesaikan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Secara jelas persoalan ini butuh solusi tuntas. Solusi mendasar  yang menyentuh akar permasalahan. Solusi tuntas ini hanya bisa diwujudkan jika kita memiliki cara pandang yang benar tentang hakikat kehidupan. Untuk apa kita hidup di dunia ini, dan apa konsekwensi nanti jika sudah tidak ada di dunia lagi. Apabila telah memiliki cara pandang yang benar tentang kehidupan, maka aturan yang lahir pun akan mempertimbangkan secara mendasar dalam setiap solusi yang ditawarkan.

Oleh karena itu, Islam sebagai salah satu landasan dasar kehidupan mempunyai kekhasan tersendiri. Islam memiliki tata aturan tersendiri dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Termasuk di dalamnya terkait masalah kekerasan perempuan dan anak.

Islam memuliakan perempuan. Dihadapan Allah, perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama. Yang  membedakan hanyalah ketakwaannya saja. Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surat Al Hujurat ayat 13, yang artinya “ Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertakwa”.

Kesadaran akan adanya pertanggungjawaban kelak di akhirat akan menghantarkan setiap laki-laki maupun perempuan untuk selalu bertindak secara benar. Tidak serampangan. Tidak melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Bahkan tidak akan melakukan tindak kekerasan pada manusia lainnya, baik perempuan maupun laki-laki. Lansia, dewasa, ataupun anak-anak.

Sungguh Islam telah memiliki seperangkat aturan yang akan melindungi perempuan. Dalam Islam diperintahkan untuk berbuat baik kepada perempuan, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita” (HR. Muslim: 3729). Selaim itu, Islam juga memberikan larangan pada perempuan agar tidak berdua-duan dengan lelaki yang bukan mahramnya. Islam pun mewajibkan perempuan yang menempuh perjalanan 24 jam atau lebih untuk ditemani mahramnya, dan lain sebagainya.

Penjaga Islam terhadap perempuan bukanlah sebuah pengekangan. Namun, semua aturan yang berkaitan dengan perempuan tak lain adalah sebagai bentuk memuliakan perempuan. Mengistimewakan perempuan. Memberikan penjagaan terbaik, karena posisi perempuan yang istimewa dalam Islam.

Jika cara pandang kehidupan telah terikat dengan cara pandang Islam, maka tak akan akan kata penolakan. Melainkan akan melahirkan ketaatan yang sempurna.

Sebagaimana tindakan Rasulullah ketika ada seorang muslimah yang diganggu laki-laki Yahudi dari Bani Qainuqa sehingga tersingkaplah auratnya. Yang dilakukan Rasulullah yaitu, mengirimkan pasukan kaum muslimin. Mereka mengepung perkampungan Bani Qainuqa hingga menyerah. Selanjutnya, Rasulullah mengusir mereka keluar dari Madinah.

Sungguh sedemikian tinggi penjagaan Islam terhadap mertabat perempuan. Keberadaan negara dalam melindungi perempuan pun tercermin pada masa Khalifah Mu’tasim Billah. Beliau mengirimkan pasukan yang sangat besar untuk membela seorang muslimah yang dianiaya tentara Romawi di wilayah Amuriyah.

Seperti itulah Islam menjamin keamanan bagi perempuan. Jaminan keamanan terhadap perempuan ini tidak akan tercipta jika landasan cara pandang kehidupan hanyalah bersifat duniawi belaka. Kunci utamanya adalah keimanan. Dengan landasan iman pada Allah sebagai al-khaliq wa al-budabbir, akan ada upaya untuk terikat serta menerapkan aturan secara paripurna. Baik oleh individu, masyarakat, maupun negara. Butuh kesadaran dan kerjasama komprehensif dari semua pihak untuk mewujudkan hal ini.

Demikianlah Islam menjamin keamanan bagi perempuan. Yaitu dengan adanya penerapan aturan Islam secara kaffah dalam payung sebuah institusi berbentuk negara. Dengan demikian, tidak akan ada lagi deretan cerita perempuan menjadi korban kekerasan, karena takwa menjadi sendi utama kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penguasa, aparat, dan seluruh rakyat, baik muslim maupun non-muslim tunduk pada sebuah aturan yang menaruh hormat atas perempuan. Islamlah satu-satunya solusi pemasalah manusia saat ini. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam janagan pernah lelah dan lengah untuk senantiasa berjuang dalam satu barisan. Dalam sebuah perjuangan penegakkan kembali kehidupan Islam dalam sebuah negara khilafah Islamiyah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here