Opini

Kampus Kelola Tambang: di Mana Ruh Pendidikan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Fatinah Rusydayanti (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Wacana pengelolaan tambang oleh pihak kampus yang baru-baru ini naik berkat adanya Revisi Undang-undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menjadi lampu hijau bagi pihak kampus untuk ikut serta dalam kontestasi pengelolaan tambang.

Pengelolaan tambang oleh pihak kampus muncul setelah DPR ingin merevisi RUU Minerba. Mereka menggelar rapat saat reses di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1). Dikutip dari CNN Indonesia, dalam rapat itu, kewenangan untuk mengelola tambang diperluas. Dari semula hanya untuk perusahaan dan ormas keagamaan, kini perguruan tinggi pun diusulkan untuk ikut mengelola.

Namun, wacana pengelolaan tambang ini ternyata tidak muncul baru – baru ini saja melainkan telah lama diusulkan. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) sebagai pihak yang mengusulkan agar universitas diberikan hak mengelola tambang telah menyampaikan wacana ini sejak 2016. Dikutip dari Kompas Jawa Timur, Ketua Umum APTISI Indonesia, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya. Budi berkata, usulan itu pernah mereka sampaikan kepada Prabowo Subianto dan juga Joko Widodo.

Meskipun kini masih berupa draft, pro kontra terkait kampus ikut mengelola tambang sudah bermunculan. Di pihak pendukung, pengelolaan tambang oleh kampus dirasa dapat meringankan biaya pendidikan atau UKT bagi mahasiswa. Disisi lain, muncul kekhawatiran terkait RUU ini termasuk yang mengkhawatirkan independensi perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan untuk mencetak cendekia bangsa, terkecoh dengan euforia tambang.

Pengurusan tambang memanglah menggiurkan sebab keuntungan yang diperoleh tidaklah main – main, terlepas dari efek negatif yang ditimbulkannya. Sistem kapitalisme dengan pemahaman ekonominya, memang membebaskan siapa saja untuk menguasai sesuatu selama ia memiliki kemampuan modal. Maka berlomba – lombalah berbagai elit dan kelompok untuk menguasai dan memonopoli Sumber Daya Alam.

Bahkan kini, kampus pun mulai ikut – ikutan dalam kontestasi pengelolaan tambang. Kampus yang menjadi sarana pendidikan yang semestinya fokus pada ranah pendidikan dan penelitian kini mulai tergiur keuntungan. Apalagi lagi sejak adanya PTN BH dimana kampus mengatur keuangannya layaknya seperti perusahaan bekerja, sehingga geraknya pun seperti perusahaan yang mencari profit. Kampus tersibukkan dengan aktivitas lain diluar dari ranah pendidikan dan penelitian. Namun disisi lain, memanglah penelitian dan fasilitas pendidikan butuh dana yang yang terkadang besar, sehingga pihak kampus perlu memutar otak untuk memenuhi dana yang dibutuhkan.

Pengelolaan Tambang Dalam Islam

Di dalam sistem Islam, tambang merupakan milik umum/rakyat yang tidak boleh dimonopoli oleh segelintir orang atau swasta. Dalilnya adalah “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Juga terdapat hadis Rasul SAW yang dituturkan oleh Abyadh bin Hammal ra., “Sungguh ia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw.. Ia lalu meminta kepada beliau konsesi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsesi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberinya harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah saw. lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Walaupun membahas tentang tambang garam, Namun hadis, ini berlaku umum untuk semua tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ini sesuai dengan kaidah usul “Patokan hukum itu bergantung pada keumuman redaksi (nas)-nya, bukan bergantung pada sebab (latar belakang)-nya.” (Fakhruddin ar-Razi, Al-Mahshûl fii ‘Ilm Ushûl Fiqh, 3/125).

Maka berdasarkan hal tersebut, tidak boleh adanya penguasaan oleh individu, asing, swasta ataupun kelompok lain atas tambang apapun. Adapun negara berkewajiban untuk mengelolanya, lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Pendidikan Dalam Sistem Islam

Pendidikan hakikatnya dalam pandangan Islam ialah memproses manusia menuju kesempurnaan yang diridhoi Allah SWT. Pendidikan ditujukan untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang senantiasa ingin bermanfaat untuk umat dan Agama. Tentu hal ini juga didukung oleh Negara, lewat kurikulum pendidikannya dan fasilitas pendidikan. Berbeda dengan pandangan kapitalisme hari ini, dimana pendidikan secara realitanya hanyalah jembatan untuk memperoleh materi, sehingga sudah jelas arah pendidikannya berpusat tentang bagaimana mencetak lulusan siap kerja yang berstandar pada keuntungan semata.

Pendidikan di dalam sistem Islam ialah gratis bagi siapa saja, tidak dibatasi bagi kaya miskin, berprestasi ataukah tidak berprestasi. Pembiayaan pendidikan gratis mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi ditanggung negara melalui baitulmal. Adapun pemasukan baitulmal bukanlah bergantung pada pajak seperti APBN kita hari ini yang mayoritasnya berasal dari pajak. Pemasukan baitul mal salah satunya berasal dari SDA, termasuk pertambangan.

Dengan pengelolaan berdasarkan syariat Islam, potensi pendapatan negara dari harta milik umum (sumber daya alam), khususnya sektor pertambangan, sangatlah besar. Perhitungan yang dikutip dari majalah “Al-Waie” edisi Maret 2024, potensi pendapatan negara bila tambang batu bara, emas, tembaga, nikel dan pengelolaan minyak mentah dan gas dikelola oleh negara, maka dapat perolehan laba yang ditaksir mencapai Rp5.510 triliun, angka ini lebih besar dua kali lipat dari dana APBN yang 77% dananya berasal dari pajak.

Kekhilafahan Abbasiyah

Berkaca pada sejarah keemasan Islam, sistem Islam pernah mencetak berbagai cendekiawan yang mumpuni pada bidang sains dan sosial, tetapi juga paham dengan Agamanya. Berbagai macam cabang ilmu berkembang pesat, bahkan manfaatnya masih terasa sampai sekarang. Berbagai nama pun masih terkenang hingga kini, sebut saja Al-Khawarizmi sang matematikawan pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah Ada juga Abu Zakaria Yahya bin Mesuwaih, seorang ahli farmasi di Rumah Sakit Jundishapur, Iran. Keilmuan juga berkembang pesat pada bidang astronomi, geografi, dan lain – lain.

Tak dapat dimungkiri, kemajuan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ekonomi. Faktor ekonomi merupakan penopang kemajuan peradaban. Misalnya, pada masa itu gerakan penerjemahan besar-besaran dilakukan dan penemuan-penemuan para ilmuwan bisa terlaksana karena disokong oleh dana yang memang cukup besar. Maka memang satu sistem tidak bisa dipisah-pisahkan, sistem pendidikan Islam yang gemilang, tidak bisa dipisahkan dari sistem ekonomi Islam, begitu pula dengan sistem-sistem lain dalam sistem pemerintahan Islam, sebab ia merupakan satu kesatuan yang tak terpisah. Kegemilangan Islam hanyalah bisa nampak ketika Islam diterapkan secara keseluruhan.

Wallahu’alam Bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 34

Comment here