Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Revisi UU Minerba dikebut pada hari terakhir masa reses oleh Baleg DPR, Senin (20/1/2025). Rapat yang digelar dari pagi hingga malam itu berakhir dengan keputusan pengambilan suara tingkat pertama untuk dibawa ke rapat paripurna. Dalam draf revisi UU Minerba, izin usaha tambang untuk perguruan tinggi tercantum dalam Pasal 51A. Di sana diusulkan, wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) bisa diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas. (CNNIndonesia.com, 31/01/2025).
Pro kontra pun terjadi di lingkungan DPR. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Yasti Soepredjo khawatir adanya upaya pembungkaman sehingga pemerintah memberikan izin usaha kelola tambang kepada perguruan tinggi, organisasi masyarakat (ormas), dan usaha kecil menengah (UKM) (Kompas.com, 25/01/2025).
Sementara itu, beberapa kalangan yang menolak pemberian izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi, antara lain WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia). Mereka mengkhawatirkan akan memberangus pikiran kritis kampus khususnya terkait pencemaran lumpur-lumpur tambang. Penolakan juga dilakukan oleh BEM SI, Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, secara tegas menolak usulan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi yang diatur dalam revisi Undang-Undang Minerba. Menurutnya, fokus perguruan tinggi adalah mendidik dan mengajar, bukan terlibat dalam aktivitas bisnis seperti pengelolaan tambang.(Kompas.com, 25/01/2025)
Berbeda halnya dengan Forum Rektor Indonesia yang mendukung wacana tersebut. Sebagaimana yang disampaikan Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia, Didin Muhafidin menilai langkah ini sangat positif dan dapat meningkatkan pendapatan lembaga dan meringankan biaya SPP bagi mahasiswa. Padahal, masuknya pengelolaan tambang ke kampus bertentangan dengan Undang-Undang Pendidikan yang selama ini memiliki tiga fungsi utama, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Masuknya bisnis pertambangan ke kampus juga akan membalikkan arah pendidikan. Kampus seharusnya berperan dalam penelitian sektor pertambangan agar dapat menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengelola pertambangan serta untuk menghindarkan dampak buruk dari pertambangan tersebut.
Wacana tersebut menyiratkan bahwa dalam sistem kapitalisme, masuknya pengelolaan tambang ke kampus menjadikan pendidikan sebagai komoditas untuk mendapatkan atau meningkatkan pendapatan lembaga pendidikan. Hal ini juga bisa kita lihat dari realitas yang ada, para lulusan perguruan tinggi di negeri ini masih banyak yang memiliki kekurangan dalam membaca, menulis, meneliti, dan berpikir cemerlang untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Bahkan, untuk jangka menengah pun tantangan yang harus dihadapi sangat luar biasa. Para lulusan perguruan tinggi harus bersaing dengan tingginya teknologi, seperti robot, machine learning dan AI. Apabila pendidiknya ikut terjun dalam bisnis pertambangan, tentu akan berpengaruh terhadap proses belajar mengajar dan pendidikan tinggi itu sendiri. Lantas bagaimana kwalitas para lulusan perguruan tinggi tersebut?
Paradigma tersebut sangat bertentangan dengan sistem aturan Islam. Dalam sistem Islam, sumber daya alam termasuk harta kepemilikan umum yang haram dikuasai oleh individu, swasta, ataupun negara. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
_”Kaum Muslim berserikat atas tiga perkara, yaitu air, api (mencakup barang tambang) dan padang rumput (hutan). (HR. Abu Dawud dan Ahmad)”_
Dalam hal ini, implementasi pengelolaan SDA dilakukan oleh negara dan dikembalikan untuk kemashlahatan umat atau kepentingan rakyatnya. Diantara pemanfaatan hasil SDA tersebut digunakan untuk biaya pendidikan, kesehatan, dan keamanan rakyatnya. Sehingga seluruh rakyat, baik fakir, miskin, kaya, muslim, dan non muslim berhak mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma atau gratis.
Maka jelas, wacana penyerahan izin usaha tambang kepada perguruan tinggi bisa menjatuhkan umat pada perkara yang haram. Selain itu, dalam sistem Islam, tujuan pendidikan jelas, yakni untuk membentuk individu yang berkepribadian Islam dan menjadi umat terbaik. Sistem pendidikan Islam wajib berlandaskan pada akidah Islam. Kurikulum pendidikan, mata pelajaran, dan pelaksanaan program studinya pun harus sesuai dengan syariat Islam serta tidak boleh ada penyimpangan sedikitpun. Sehingga, tsaqofah Islam harus diajarkan pada semua tingkat pendidikan. Sistem pendidikan Islam diharapkan mampu menghasilkan insan mulia dan unggul dengan pemikiran cemerlang untuk jangka panjang.
Trianon Wijanarti
Ngaglik, Sleman, DIY
Views: 1
Comment here