Opini

Kampus Tempat Belajar, Bukan Tempat Kekerasan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Syahra Al Azis

wacana-edukasi.com, OPINI– Kampus yang sejatinya menjadi tempat cikal bakal lahirnya para intelektual, dan juga menjadi tempat representatif masyarakat terpelajar, nyatanya sering kali tercoreng. Satu persatu kasus bermunculan dari tempat yang harusnya menjadi harapan bangsa. Dimana satu kasus kekerasan yang kembali muncul akibat adanya “tradisi” kampus yang seakan menjadi mata rantai dalam menjalani proses pencarian jati diri mahasiswa.

Menengok satu kasus baru-baru ini yang viral di jagat media di kota kendari hingga nasional terkait kasus kekerasan yang terjadi di salah satu kampus negeri terbesar di kota Kendari yaitu Universitas Haluoleo. Dimana dua orang mahasiswi senior menganiaya juniornya. Kapolresta Kendari, Kombes Pol Muh Eka Fathurrahman mengatakan, “Jadi motifnya itu, semacam tradisi kampus. Junior yang akan mengambil seragam fakultas harus diambil dari seniornya. Namun cara menyerahkan baju tersebut dilakukan dengan cara-cara yang melanggar aturan, rupanya dari seniornya melakukan penganiayaan”. ( Kendariinfo, 03 Juni 2023).

Seakan tidak punya empati dan rasa sayang sedikit pun sesama mahasiswa yang menjadi harapan orang tua dikampung. Mereka yang beringas melindas yang lemah. Atas nama senioritas, mahasiswa kadang dengan mudah berbuat sesukanya tanpa memikirkan junior yang dianiaya dan keluarga yang tersakiti karena anggotanya di keroyok.

Mudahnya mahasiswa dalam melakukan kekerasan kepada mahasiswa lainnya, hal ini membuktikan ada yang salah dalam sistem pendidikan kita hari ini. Jika menelisik lebih jauh, setidaknya ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, sulitnya untuk memutus mata rantai tindak kekerasan dikampus, termasuk didalamnya perpeloncoan yang marak terjadi saat masa orientasi, yang kerap menimpa mahasiswa baru.

Faktor pertama : Kualitas ketakwaan individu mahasiswa yang lemah. Adanya sistem pendidikan sekuler yang menjaukan mahasiswa dari agama dan tidak menjadikan aqidah islam sebagai landasannya, mengakibatkan mereka menjadi orang-orang yang bersumbu pendek, ada istilah “Senggol, bacok”. Di senggol sedikit langsung main bacok. Untuk kampus umum, mata kuliah pendidikan agama hanya ada di semester satu, itu pun hanya dua SKS. Dimana mahasiswa pun ikuti hanya sekedar formalitas belaka.

Faktor kedua : Pendidikan keluarga yang tidak menjadikan islam sebagai standar. Menjadikan mahasiswa sudah jauh dari islam sejak kecil. Karena orang tua pun tidak paham islam, dan parahnya tidak jarang ada orang tua yang melarang anaknya untuk ikut kajian keislaman. Akibat media, baik di TV atapun media sosial sering kali memframing negatifkan ajaran islam ataupun oramas yang mendakwahkan islam. Menjadikan orang tua yang mengkonsumsi berita tanpa menyaringnya dengan pemahaman islam, pun menjadi korban media sekuler.

Faktor ketiga : Adanya masyarakat atau mahasiswa lain yang acuh. Kurangnya empati hari ini yang memungkinkan kekerasan dikampus menjadi sesuatu yang biasa dan ditutup-tutupi hingga menjadi tradisi turun temurun karena tidak ada yang berani melapor dan saling peduli dengan yang lainnya;

Faktor keempat : Kurangnya kepedulian negara. Adanya negara yang berbasis sekuler, telah menghasilkan tatanan pendidikan dan masyarakat yang sangat jauh dari islam. Sistem ini melahirkan sistem pendidikan yang mempunyai kurikulum berorientasi hanya pada pencapaian nilai akademik dan mengejar materi. Output pendidikan tinggi didesain agar mahasiswa bisa menghasilkan materi, baik itu sebagai pelaku usaha ataupun sekedar “buruh” terdidik yang haus akan materi. Negara hari ini ‘mandul’ menghadapi lingkngan sosial yang hedonis. Totonan yang menjadi sumber inspirasi kekerasan, mudah diakses dan beredar luas tanpa ada pengawasan dari negara. Kehidupan kampus yang disibukkan dengan tugas, praktikum, buat laporan, tugas akhir, adanya istilah senioritas yang dipakai untuk menindas junior, ditambah keimanan yang lemah inilah beberapa faktor bisa membuat mahasiswa tertekan dan mudah stres. Yang pada akhirnya, rentan melakukan kekerasan. Kehidupan yang tidak sehat inilah yang menjadikan marak terjadi kekerasan tidak terkecuali dilingkungan kampus.

 

Islam Solusi Kekerasan Kampus dan Masyarakat

Faktor-faktor tadi menjadi gambaran nyata bagaimana kehidupan diatur oleh sistem buatan manusia, sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan (sekularisme). Kita butuh sistem alternatif yang telah terbukti mampu melahirkan generasi-generasi mulia.

Sistem yang berasal dari Sang Khalik, sistem yang Maha Mengetahui mana yang terbaik buat makluk-Nya, sehingga tidak boleh sama sekali dalam diri kita yang mengaku muslim, meragukan akan sistem mulia tersebut, yaitu sistem islam atau biasa disebut Khilafah. Dimana sistem islam dengan penerapan syariat didalamnya, menjadikan setiap perbuatan muncul atas dasar keimanan kepada Allah swt. Sehingga ketika syariat mengatakan pengeroyokan atau pemukulan kepada orang yang tidak bersalah itu dosa, maka dengan dorongan keimanan tadi, masyarakat akan menjauhinya, masyarakat akan saling peduli dan tidak segan untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang.

Selanjutnya masyarakat akan didorong agar mempunyai mahafim, maqayis dan qonaat yang sesuai dengan syariat islam. Dan tentunya upaya dalam mewujudkan mahafim, maqayis dan qonaat ini, tidak hanya dibebankan kepada pihak individu, keluarga ataupun masyarakat saja, tetapi juga negara. Dimana dengan adanya masyarakat yang tidak abai, akan memudahkan negara mendeteksi bibit-bibit pelanggaran syariat termasuk kekerasan, tidak menunggu viral terlebih dahulu. Negara akan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku tindak kekerasan dan pelaku pelanggaran syariat lainnya. Negara juga akan mengawasi dan menindak tegas kepada media apapun yang dengan sengaja menampilkan dan menyebarkan adegan kekerasan dan segala hal negatif lainnya. Inilah beberapa upaya preventif yang dilakukan oleh sistem islam dalam mencegah dan menangani tindak kekerasan baik dikampus maupun dimasyarakat.
Wallahu a’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 21

Comment here