Oleh Eka Ummu Faqih (Pemerhati Masyarakat)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Sungguh ironi, generasi Z menjadi penyumbang pengangguran di negeri ini. Sebagaimana dikutip dari KOMPAS.com (24-05-2024) Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia dari generasi Z (berusia 15-24 tahun), mereka menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam ketegori NEET justru ada di daerah perkotaan yakni sebanyak 5,2 juta orang, sedangkan di pedesaan ada 4,6 juta orang.
Menteri ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengungkapkan bahwa banyaknya pengangguran berusia muda tersebut tercatat baru lulus SMA atau sederajat, serta lulusan perguruan tinggi. Mereka yang pengangguran itu adalah generasi Z yaitu yang usianya 18-24 tahun. Mereka telah selesai lulus SMA, SMK, atau telah lulus Perguruan Tinggi. Demikianlah yang disampaikan Ida Fauziyah sebagaimana dikutip dari Kompas TV, Jumat (24-5-2024).
Generasi muda pengangguran ini adalah mereka yang lahir pada rentang 1997- 2012, yang saat ini berusia 12-27 tahun. Persentase generasi muda Indonesia usia 15-24 tahun yang berstatus NEET mencapai 22,25%. Artinya, dari 100 orang penduduk muda, ada 22 orang yang menganggur. Generasi muda ini merasa putus asa karena berbagai penolakan kerja yang mereka terima. Dampaknya, mereka tidak percaya diri untuk lanjut melamar pekerjaan. Walhasil, mereka tergolong NEET (CNBC Indonesia, 21-5-2024).
Pengangguran Potret Gagalnya Negara
Sungguh disayangkan, usia muda yang harusnya berada pada puncak produktivitas malah miskin aktivitas. Pada rentang usia itu, seharusnya mereka bisa mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya untuk mencukupi kebutuhan dirinya, membantu orang tuanya, terlebih adalah bermanfaat bagi umat. Sebagaimana sebuah hadis pun menyebutkan,
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani).
Banyaknya pengangguran ini menunjukkan terbatasnya lapangan pekerjaan. Padahal, bonus demografi berupa besarnya jumlah generasi muda seharusnya diiringi dengan terbukanya lapangan kerja dalam jumlah yang besar pula. Sayangnya, Negara pun abai dalam hal ini, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran yang signifikan.
Selain itu Negara juga tidak menjalankan perannya sebagai periayah atau pengurus urusan rakyatnya. Hal ini terlihat dalam beberapa hal. Pertama, Negara gagal dalam membentuk para pemuda menjadi sosok yang berkualitas melalui sistem pendidikan yang diprogramkan. Sistem pendidikan yang diterapkan, harusnya mampu membentuk mental para pemuda yang tidak mudah menyerah.
Kedua, gagalnya negara dalam menyediakan pendidikan tinggi yang terjangkau oleh rakyat. Hal ini diperjelas dengan tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT), sehingga menyebabkan banyaknya pemuda yang gagal mengenyam pendidikan tinggi. Ketiga, negara gagal menyediakan lapangan kerja dalam jumlah besar. Proyek Strategis Nasional (PSN) yang disinyalir bisa menyerap tenaga kerja, ternyata hasilnya sangat minim. Nilai investasi tidak sebanding dengan lapangan kerja.
Padahal, berbagai regulasi sudah dibuat melalui UU cipta kerja demi memuluskan investasi. Bahkan, pembangunan kawasan ekonomi khusus pun, nyatanya juga gagal dalam menjamin tersedianya lapangan pekerjaan.
Buah Kapitalisme Liberalisme
Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan aturan terperinci dalam mengatur kehidupan. Negara sebagai penyelenggaraan aturan tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam melaksanakan kewajiban. Masalah pengangguran yang memprihatinkan, tak lain adalah dampak dari penerapan sistem kapitalisme demokrasi.
Betapa tidak, sistem kapitalisme yang liberal hanya menjadikan negara sebagai pengawas, bukan memberi solusi berbagai problematik yang terjadi di tengah rakyat. Hal ini karena negara secara liberal menyerahkan berbagai kekayaan alam kepada korporasi swasta, baik lokal maupun asing. Padahal, mengingat dalam sebuah hadis Rasulullah saw. menyebutkan,
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum muslim berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Artinya, sumber daya alam itu adalah milik kaum muslim secara bersama-sama. Oleh karena itu, ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu, swasta, dan apalagi asing. Namun, kapitalisasi ekonomi saat ini menjadikan Sumber Daya Alam (SDA) dikuasai mereka, para pemodal. Imbasnya, para pemuda pun kehilangan kesempatan untuk mengakses pekerjaan.
Islam Solusi Hakiki, Pengangguran Teratasi
Islam menjadikan SDA sebagai milik umum dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara. Pengelolaan SDA oleh negara akan membuka lapangan pekerjaan yang besar.
Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja tanpa melupakan tujuan mencetak generasi yang berilmu tinggi sebagai pembangun peradaban mulia.
Di dalam sistem Islam ada beberapa kebijakan untuk mencegah dan mengatasi pengangguran. Pertama, pendidikan murah bahkan gratis. Dengan begitu rakyat dapat mengenyam pendidikan sesuai keinginan mereka tanpa terbebani biaya pendidikan. Kedua, negara memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan asasinya dengan baik. Ketiga, jika individu malas bekerja, cacat, atau tidak memiliki keahlian, maka seorang khalifah meminta mereka bekerja dengan penyediaan sarana dan prasarananya.
Keempat, dalam aspek ekonomi, pemerintahan Islam akan menerapkan investasi halal untuk dikembangkan dalam sektor riil. Di mana, negara akan mengelola harta-harta kepemilikan umum demi kemaslahatan umat. Kelima, dalam sektor pertanian, selain intensifikasi, negara juga akan memberlakukan ekstensifikasi. Keenam, di sektor industri, negara akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin).
Ketujuh, negara tidak akan menoleransi berkembangnya sektor non riil. Kedelapan, negara akan menciptakan iklim investasi dan usaha yang merangsang untuk membuka usaha dengan birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan tidak sehat.
Kesembilan, kewajiban bekerja hanya untuk para laki-laki, sedangkan perempuan boleh bekerja mencari penghasilan, tetapi tidak wajib. Tugas utama perempuan adalah sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Hal ini akan menghilangkan persaingan antara pekerja laki-laki dan perempuan.
Itulah mekanisme sistem Islam dalam menyelesaikan masalah pengangguran.
Semua akan terwujud dalam bingkai syariat dalam penerapan institusi Islam kafah.
Wallahualam bishowab.
Views: 55
Comment here