Oleh : Sari Chanifatun
wacana-edukasi.com, OPINI-– Pendidikan merupakan kunci untuk membuka gerbang masa depan seorang pemuda. Di pundak generasi muda nasib suatu bangsa ditentukan, agen yang mempelopori peradaban suatu bangsa.
Sayang, asa itu tidak dapat diwujudkan oleh seorang pelajar bernama Siti Aisyah. Dia harus menanggalkan cita-citanya menjadi mahasiswi Universitas Riau (Unri) yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian. Uang Kuliah Tunggal (UKT) terendah yang ditetapkan pihak kampus, tak mampu dibayar oleh sang ayah yang hanya memiliki kerja serabutan (Sindonews.com, 23-5-2024)
Tidak hanya Siti, sebanyak 50 orang Camaba (calon mahasiswa baru) Unri yang lolos SNBP memilih mundur, karena tidak sanggup membayar UKT, jelas Presiden Mahasiswa Unri Muhammad Ravi, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) BEM SI bersama Komisi X DPR, Kamis (16/5/2024). Sekalipun, pembayaran UKT bisa diturunkan nilainya dengan mengajukan keringanan dari pihak yang membiayai mahasiswa kepada pihak kampus (Kompas, 20-5-2024)
Kisruh soal kenaikan UKT memanas sejak April 2024, hingga membuat Mahasiswa di beberapa perguruan tinggi (PT) berdemonstrasi. Padahal, kenaikan UKT tidak terjadi pada tahun 2024 saja, setiap tahunnya pihak PT telah melakukan kenaikan dengan alasan inflasi, menyebabkan biaya operasional pendidikan ikut naik.
Makin mahalnya biaya pendidikan tingkat perguruan tinggi di Indonesia, membuat catatan jumlah pemuda yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak mendapat pendidikan bertambah. Apalagi, bagi negara PT tidak masuk dalam ranah wajib belajar.
Kapitalisasi Pendidikan, Menganjal Prestasi membuat frustasi
Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, sebanyak 9,9 juta Gen Z usia 15-24 tahun di Indonesia tidak dalam pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan (not in employment, education, and training/NEET) pada 2023.
Apabila ditinjau berdasarkan golongan usianya, generasi muda tergolong NEET, terlihat paling banyak berada di usia 20-24 tahun, sejumlah 6,46 juta jiwa dan usia 15-19 tahun jumlahnya 3,44 juta jiwa. Sementara itu, bila ditinjau lagi berdasarkan pendidikan, generasi muda tergolong NEET paling banyak merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA) yakni sebanyak 3,57 juta orang.
Memilukan, pendidikan yang merupakan wadah terpenting untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan prestasi serta potensi sumber daya manusia (SDM), harus terganjal. Kebijakan globalisasi di bawah badan WTO melalui GATS menetapkan pendidikan sebagai sektor jasa yang bisa dijadikan lahan bisnis. Lain daripada itu, sistem pendidikan saat ini tidak memakai konsep dasar mengenai tujuan hidup, membuat generasi mudah frustasi.
Dengan tidak digunakannya konsep dasar agama dalam pendidikan, seperti untuk apa manusia itu diciptakan, membuat mental pemuda mudah lemah dalam menghadapi tantangan kehidupan, tidak berdaya saat terbentur masalah.
Selayaknya akidah itu dibangun pada diri generasi, bahwa dirinya diciptakan Allah hanya untuk beribadah, dan menjalankan ketaatan hanya kepada-Nya. Pemuda adalah harapan bagi semua orang, masyarakat dan bangsanya.
Negara Abai dalam menjalankan UUD 1945
Sistem Pendidikan di negara ini telah tertuang pada pembukaan dan pasal UUD 1945. Dimana, negara berkewajiban dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dalam pembukaan UUD 1945, dan setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pemerintah wajib membiayai pendidikan, yang terdapat pada pasal 31. Tetapi, pada pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan, negara tidak memberi pendanaan secara menyeluruh.
Hal ini juga disampaikan oleh Guru Besar fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Didik Achjari, seharusnya pendidikan tinggi adalah investasi masa depan bangsa, sehingga tidak bisa dianggap sebagai biaya semata. Berdasarkan Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), seharusnya sumber pendanaan pendidikan tinggi tanggung jawab pemerintah. Di utuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah memberi subsidi yang lebih besar ke PTN. Pada Pasal 88 ayat (4), pemerintah mengatur UKT prodi sarjana dan diploma di PTN agar terjangkau.
Lahirnya kesepakatan General Agreement on Services (GATS) tahun 1994, memberi kebebasan di sektor jasa, termasuk diantaranya pendidikan. Melalui penetapan status PTN-BH melalui UU No. 12/2012 memberi petunjuk bahwa PTN bukan lagi sebagai lembaga pendidikan yang murni. Dengan mengadopsi konsep triple helix, membentuk kerjasama yang bersinergi antara tiga lembaga, yakni Pemerintah, Universitas, dan Industri. Dimana pemerintah bertindak sebagai regulator dan fasilitator, universitas sebagai katalisator, dan industri sebagai sarana produksi dalam menjalankan bisnis.
Bukti abainya negara dalam menjalankan amanahnya. Negara tidak bersungguh-sungguh dalam mencerdaskan bangsanya, apalagi mensejahterakan kehidupan bermasyarakat.
Support sistem Pendidikan dalam Islam
Sejak Rasulullah mendirikan Daulah Islam di Madinah, terbukti mampu melahirkan pemuda yang mampu memimpin peradaban dunia. Pemuda yang memiliki Syahsiah (kepribadian) yang khas pada setiap individunya, terbentuk oleh pola pikir (akliah) dan pola sikap (nafsiah) yang berlandas dari Islam. Akliahnya mampu memikirkan sesuatu hingga mengeluarkan keputusan hukum tentang sesuatu berdasarkan kaidah tertentu yang diimani dan diyakininya. Sedang nafsiahnya dipakai guna memenuhi garizah (naluri) dan hajat al-‘adhawiyah (kebutuhan jasmani), diantaranya memenuhi tuntutan keduanya berdasarkan kaidah yang diimani dan diyakininya yaitu Islam.
Pendidikan generasi sangat diprioritaskan dalam Islam, sejak masa Rasulullah hingga para sabahat pendidikan mencapai prestasi unggul. Khususnya pada kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab. Masa itu, Khalifah sangat memperhatikan kesejahteraan tenaga pengajar, diantaranya untuk para guru, imam, muadzin di beri gaji dengan
menggunakan dana baitul mal. Bahkan, guru yang memiliki kualitas tinggi
akan mendapatkan gaji yang tinggi pula.
Tidak hanya itu, guru yang memiliki karya dan kreativitas, akan segera mendapatkan imbalan berupa
emas yang beratnya seberat karya yang ditulis dan diterjemahkan. Oleh karena itu, Sang Khalifah
sangat membutuhkan pikiran dan tenaga para sahabat-sahabat senior dalam mendiskusikan dan mengambil kebijakan negara. Beliau
membuat peraturan, sehingga berdampak besar pada perkembangan pendidikan di Madinah hingga terkenal diberbagai kabilah Arab.
Masa gemilang sistem Islam dalam mengatur pendidikan generasi sejak jaman Rasulullah hingga kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, mampu menoreh sejarah prestasi banyak pemuda. Diantara nama-nama pemuda tersebut ialah: Usamah bin Zaid bin Haritsah, 18 tahun, seorang panglima perang termuda Islam. Sa’ad bin Abi Waqqas, 17 tahun, orang pertama yang melepaskan anak panah pada perang Uhud. Zubair bin Awwam, 15 tahun, seorang murid Rasulullah yang menghunuskan pedangnya di jalan Allah Swt. Dan masih banyak lagi nama-nama yang tercatat kegemilangannya pada saat itu.
Selain memiliki ketangguhan di usia belia, mereka terkenal shalih. Seperti dalam kisahnya Zubair bin Awwan dibunuh saat sedang melakukan salat.
Dengan demikian, sudah sepatutnya disadari bagi umat Islam saat ini, bahwa Sekular Kapitalisme tidak layak lagi untuk dipakai. Muslim di Indonesia maupun dunia harus kembali pada penerapan Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bish showwab.
Views: 21
Comment here