Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kado awal tahun baru yang diberikan negara pada rakyatnya adalah kenaikan pajak. Pajak menjadi sumber utama pendapatan negara, padahal negara kaya akan sumber daya alamnya. Meski hanya naik 1%, yang awalnya 11% menjadi 12% dan untuk barang-barang tertentu saja, tetapi faktanya sudah tampak dari sekarang, kenaikan bahan pokok meroket drastis.
Dikutip dari CNBC Indonesia, 25/11/2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal kuat bahwa, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang diamanatkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) naik menjadi 12% pada Januari 2025 akan tetap dilaksanakan. Juga telah disampaikan saat rapat kerja dengan para anggota DPR di Komisi XI. Beliau menegaskan bahwa APBN harus tetap dijaga kesehatannya, melalui kenaikan pajak yang telah disusun dalam UU dan akan dijelaskan kepada masyarakat dengan cara yang baik.
Penolakan dan kecaman banyak bermunculan untuk menolak kenaikan PPN tersebut. Penolakan muncul dari berbagai elemen masyarakat, pemuda juga mahasiswa turun menyampaikan aspirasi, untuk menggagalkan gagasan tersebut. Namun, tetap tiada hasil yang didapat. Negara telah memutuskan kenaikan pajak tetap berlangsung. Alasan yang digunakan adalah demi kesejahteraan rakyat. Pada faktanya, bukan rakyat yang sejahtera.
Pajak yang sejatinya digunakan untuk membatu rakyat miskin agar hidup sejahteranya, nyatanya kini menjadi tali kekang yang mencekik. Kehidupan Rakyat saat ini semakin sengsara. Meski hanya sekadar untuk makan, rakyat harus kerja banting tulang dari pagi hingga petang, demi mencukupi kebutuhan dan keperluan sehari-hari. Negara tidak berperan layaknya induk ayam yang mengurusi anak-anaknya, memberikan keamanan, perlindungan juga ketentraman hidup. Negara bukan lagi sebagai pengurus rakyat, namun sebaliknya rakyatlah yang mengurus negara.
Beginilah jika sistem yang dibuat manusia diterapkan untuk kepentingan negara. Padahal manusia adalah makhluk yang terbatas dan juga lemah. Sistem kapitalisme sekularisme, adalah sistem yang kini diterapkan di negeri ini. Kapitalisme adalah sistem yang memberikan kebebasan kepada individu untuk memiliki segala sesuatu ketika mereka memiliki banyak harta kekayaan. Sistem ini juga akan melakukan kegiatan apapun, jika sesuatu tersebut menguntungkan. Sekularisme adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Wajar jika para pengurus negeri saat ini tidak menjadikan agama sebagai dasar dalam berbagai hal, salah satunya adalah tanggungjawab mereka atas amanah yang diemban.
Kebijakan-kebijakan yang diambil untuk negarapun tidak pro rakyat. Rakyat kecil justru terabaikan dan menjadi sasaran berbagai pungutan negara yang bersifat wajib. Hal ini adalah salah satu konsekuensi ketika menjadi warga negara. Di sisi lain, banyak kebijakan pajak yang salah sasaran. Memberikan keringanan pada para pengusaha besar, dengan alasan untuk meningkatkan investasi. Menurut mereka investasi tersebut akan bermanfaat untuk rakyat, karena mereka dapat membuka lapangan kerja. Padahal faktanya tidak seperti itu.
Jauh berbeda dengan sistem Islam yang memandang pajak sebagai alternatif terakhir sumber pendapatan negara. Itu pun hanya dalam kondisi tertentu, dan hanya pada kalangan tertentu. Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak dan beragam. Yang berasal dari sumber daya alam, fa’i, kharaj, ganimah, dan lain-lain.
Dalam sistem Islam kebutuhan rakyat lebih utama dibandingkan kebutuhan lainnya. Mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Selain itu semua fasilitas untuk rakyat dicukupi dan dimudahkan. Karena sistem Islam mengacu pada perintah dan larangan Allah SWT atas dasar takwa. Pengurus rakyat adalah mereka yang taat dan mencintai Tuhannya. Sehingga mereka akan bertanggungjawab penuh atas amanah yang diberikan. Mereka yakin bahwa di akhirat kelak akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kepemimpinan juga urusan rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda “Seorang pemimpin ibarat pengambala yang nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalanya ” (HR Bukhori). Wallahua’lam bishowab
Arum
Ngawi, Jawa Timur
Views: 1
Comment here