Opini

Kapitalisme Melahirkan Koruptor

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Sherlina Dwi Ariyanti, A.Md.Farm.
(Aktivis Dakwah Remaja)

Budaya Korupsi

wacana-edukasi.com, OPINI– Tingginya tindak korupsi menjadikan masyarakat tidak asing terhadap kasus ini. Dilansir dari cnnindonesia.com (29/04/2023) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir buka suara tentang direktur utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dan sedang dalam proses hukum.

Waskita Karya merupakan badan usaha yang bergerak di bidang konstruksi. Tentu, banyak infrasturktur yang dikerjakan oleh perusahaan ini. Namun, karena sifat tamak pemimpinnya sehingga perusahaan ini menimbulkan kerugian bagi negara terlebih bagi masyarakat sebagai pengguna fasilitas. Seharusnya, masyarakat bisa mendapatkan infrastruktur yang berkualitas, mudah, dan murah. Sayangnya hal tersebut tidak bisa dirasakan oleh masyarakat karena ketidaksesuaian sistem pengelolaan secara global. Masyarakat tidak bisa merasakan fasilitas yang berkualitas dan murah ketika pelaksana pembangunan hanya berfokus pada keuntungan materi pribadi. Hal ini menyebabkan korupsi masif di kalangan pejabat negara dan bawahannya.

Kapitalisme Melahirkan Koruptor

Bukan hal baru ketika mendengar kapitalisme. Sistem yang meyakini bahwa kepemilikan modal pada seseorang atau sekelompok orang bisa mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya kebebasan individu untuk memiliki sumber daya dan mendapatkan keuntungan merupakan konsep kapitalisme (balitteknologikaret.co.id, 2023)

Sistem ini tak hanya membahas tentang keuntungan, melainkan juga melahirkan paham kebebasan dan paham sekularisme yang sekarang diadopsi oleh negara di dunia termasuk Indonesia. Menerapkan sistem kapitalis adalah faktor utama terlahirnya para koruptor berwajah pejabat negeri. Cara pandang hidup kapitalisme-sekularisme yang mendorong individu untuk berlomba mendapatkan keuntungan materi semata. Cara pandang ini pula menyebabkan seseorang tidak peduli lagi tentang benar dan salah proses yang ditempuh. Hal ini sangat mudah terjadi, karena pemahaman sekularisme meyakinkan individunya bahwa kehidupan dunia tidak boleh dicampuradukkan dengan permasalahan agama.

Terlebih lagi, sistem kapitalisme ini melahirkan kebebasan atas individunya untuk melakukan sesuatu dengan dalih hak asasi manusia. Kenyataannya, kebebasan yang diagungkan ini menyebabkan para koruptor merebut hak dari manusia lain.

Upaya yang dilakukan untuk memberantas budaya korupsi ini hingga saat ini belum bisa membuahkan hasil. Tentu hal ini sangat memiliki korelasi. Meningkatnya koruptor karena rusaknya karakter individu saat ini terlebih pejabat negara. Rusak individu dikarenakan rusaknya pengaturan masyarakat, dimana pengaturan ini bersumber dari sistem yang salah. Kesalahannya adalah sistem tersebut tidak sesuai dengan fitrah manusia. Jelas, sistem yang tidak sesuai fitrah manusia tidak akan pernah menghasilkan kedamaian di tengah kehidupan.

Solusi Korupsi Hanya Islam

Banyaknya kasus korupsi menunjukkan kegagalan dari sistem yang diterapkan di negara tercinta ini. Lain halnya ketika Islam dijadikan sebagai sumber pengambilan hukum. Islam memandang korupsi jelas haram. Namun ternyata tidak sebatas memandang haram tetapi memberikan pedoman untuk menyelesaikan kasus korupsi tanpa terulang.

Dalam Islam begitu banyak dan rinci menjelaskan tentang larangan korupsi. Salah satunya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 188 yang artinya:
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”.
Menurut cendekiawan muslim Ustad Ismail Yusanto dalam wawancara media Muslimah news.id, korupsi bisa diatasi dengan 2 hal pokok yaitu adanya kesadaran bahwa jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Kedua adalah kesadaran bahwa jabatan harus dijalankan sesuai kompetensi tidak berfokus pada keuntungan semata. Tentu tanpa kesadaran pokok ini, tidak akan mampu untuk memberantas pelaku korupsi.

Hanya saja, untuk membangun kesadaran tersebut tidak mudah selama sistem kapitalis yang diterapkan. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah perbaikan akidah dari individu hingga masyarakat. Perbaikan akidah tidak bisa dilakukan sebatas individu semata, melainkan harus dilakukan secara menyeluruh oleh negara.
Untuk memperkuat akidah Islam di tengah kehidupan masyarakat maka hukum Islam harus diterapkan secara menyeluruh oleh pemimpin negara. Dengan kuatnya akidah Islam maka rasa takut untuk melanggar syariat Allah akan terwujud.

Selain itu, penerapan hukum Islam terhadap pelaku korupsi sangat tegas. Dilansir dari Muslimahnews.id (14/01/2023) penerapan sanksi tegas yang berefek jera. Dalam Islam, sanksi tegas diberlakukan demi memberikan efek jera dan juga pencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. Tanpa takut intervensi dari pihak luar.
Dengan menerapkan Islam maka tidak akan sulit untuk menjalankan politik yang syar’i yaitu mengurus rakyat dengan sepenuh hati demi mencapai ridho Allah SWT. Dengan pelaksanaan politik yang syar’i berdasarkan ketaatan kepada Allah, maka rakyat akan mendapatkan pemenuhan yang cukup dari negara. Dan pemimpin negara juga tidak akan pernah berani untuk hidup bermewahan apalagi korupsi.

Sejarah mencatat, Rasulullah sebagai pembawa risalah telah menerapkan Islam secara kaffah melalui kepemimpinan negara Madinah yang disebut dengan Daulah Nubuwwah. Dimana beliau berhasil membangun peradaban Islam hingga akhirnya menyebar kemaslahatan ke seluruh dunia. Setelah Rasulullah wafat, ternyata kepemimpinan tidak boleh berakhir dan berlanjut sesuai sunnah Rasulullah selama 1300 tahun. Sistem tersebut dilanjutkan oleh para sahabat Rasulullah dan kepemimpinan disebut dengan Khulafaur Rasyidin. Setelah masa Khulafaur Rasyidin dilanjutkan oleh masa kekhilafahan kedua setelah wafatnya Rasulullah yaitu dimulai dari bani Umayyah hingga khalifah penerus lainnya.

Sebelum wafat, Nabi SAW. bersabda, “Dulu Bani Israil telah diperintah oleh para nabi. Ketika seorang nabi wafat, ia digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada lagi nabi setelahku. Yang ada adalah para khalifah. Jumlah mereka banyak.” (HR Muslim). Ketika aturan yang diterapkan berasal dari Allah SWT tentu tidak akan ada cacat walaupun sedikit. Sangat jelas bahwa Allah sang pencipta manusia, sehingga hanya Dia yang memahami kebutuhan ciptaan-Nya. Inilah solusi tuntas yang bisa diambil untuk menghadapi korupsi. korupsi hanyalah masalah cabang sehingga untuk memberantasnya butuh solusi untuk membunuh akarnya yaitu kapitalisme. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 24

Comment here