wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan digelar. Partai politik. Peserta pemilu 2024 pun resmi mendaftarkan bakal calon anggota legistalif (bacaleg) ke KPU. Dari ribuan nama dan beragam latar belakangnya yang didaftarkan, terdapat deretan kepala dan wakil kepala daerah. Sementara itu, berdasarkan pasal 182 huruf K dan pasal 240 ayat 1 huruf K UU Pemilu, mereka harus mundur dari jabatan mereka. Dari hasil pemberitaan, banyak sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tercatat maju nyaleg, antara lain: Bupati Lebak, Ibu Jayabaya dan Walikota Palembang, Harmojoyo dari partai Demokrat, lalu Walikota Parepare, Taufan Pawe dari Golkar, Walikota Lubuklinggau, SN Prana Putra Sohe dari Wakil Walikota Ternate, Jasri Usman dari PKB (Tirto.id 21/5/2023).
Sudah menjadi kebiasaan saat menjelang pemilu, pejabat berbondong-bondong untuk ikut dalam pemilu. Padahal mereka sudah memiliki jabatan tertentu di pemerintahan, baik sebagai Bupati, Wakil Bupati, maupun Walikota. Pemilu dijadikan ajang bagi pejabat untuk berpartisipasi meramaikan pemilu untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Tentu perlu dipertanyakan, bagaimana dengan jabatan yang sebelumnya?
Mereka yang mencalonkan diri tentu harus meninggalkan jabatan disaat amanah belum terselesaikan. Sehingga proyek kerja banyak yang mangkrak di tengah jalan. Hal itu karena ambisi untuk menjabat sebagai anggota legislatif.
Pada hakikatnya jabatan adalah sebuah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban sebelum mereka dilantik juga telah mengucap sumpah untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin, tapi malah ditelantarkan begiotu saja. Ini tentu merugikan rakyat. Tak hanya itu, mereka telah mengingkari janji manis ketika kampanye pemilu dulu. Janji hanyalah sebatas janji, semudah itu diingkari karena ambisi jabatan yang lebih tinggi.
Semua itu terjadi tentu tidak lepas dari imbas diterapkannya sistem kapitalisme di negara ini. Kapitalisme yang memiliki tolok ukur perbuatan manusia adalah mendapatkan materi sebanyak mungkin. Materi dan jabatan dianggap sesuatu yang diagung-agungkan dalam sistem ini. Sehingga wajar meski sudah menjabat masih menginginkan jabatan yang lebih tinggi lagi. Sebaliknya ketika memperoleh jabatan, mereka sesuka hatinya dalam melayani rakyat, kepentingan rakyat bukanlah sesuatu yang diutamakan, melainkan untuk kepentingan partai pengusungnya atau yang memberi mereka modal sehingga berhasil meraih jabatan. Begitulah sosok pemimpin yang lahir dalam sistem kapitalisme, yakni tidak amanah dalam menjalankan tugasnya.
Dalam pandangan Islam, amanah kekuasaan bukanlah sekadar urusan dunia, tapi kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Penguasa akan dimintai pertanggungjawaban atas kekuasaannya. Rasulullah Saw. bersabda: “ Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengurus dan dia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus”. (HR. Al-Bukhori).
Rasulullah Saw. juga telah mengancam bagi pejabat yang tidak melayani rakyat dengan tuntunan yang baik, maka tidak akan mencium bau surga. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda: “Siapa yang diamanati Allah untuk memimpin rakyat, lali ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, ia tidak akan merasakan bau surga”. (HR. Bukhori dan Muslim).
Pada masa kegemilangan Islam telah berhasil melahirkan penguasa yang amanah. Pada masa Umar bin Abdul Aziz, beliau mematikan lampu milik negara ketika putranya menemuinya untuk berbicara dengan Umar terkait masalah pribadi. Dalam Tarikh Al Islam Juz 11 hal. 388 Tahdzin at Tahdzib juz 2 XII hal 267 bercerita bahwa khalifah Umar bin Al-Khattab terkenal sebagai penguasa tegas dan sangat disiplin. Beliau tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya yang didapat dari jalan yang tidak benar.
Sungguh hanya sistem Islam yang mampu melahirkan pejabat yang amanah. Bukan sistem kapitalisme yang melahirkan pejabat yang tidak amanah karena silau dengan jabatan yang lebih tinggi. Untuk itu, marilah kita mencampakkan sistem kapitalisme kemudian beralih pada sistem Islam. Dengan sistem Islam, niscaya rakyat akan sejahtera karena dipimpin penguasa yang amanah. Wallahu‘alam Bisshowab.
Sri Retno Ningrum
Pati-Jawa Tengah
Views: 37
Comment here