Oleh Isty Da’iyah (Aktivis Muslimah)
Kapitalisme mendorong terjadinya eksploitasi kekayaan alam yang dimiliki suatu negara oleh para kapitalis dengan alasan investasi atau pemilik modal, sehingga hal ini akan mewujudkan kemiskinan massal pada individu, keluarga, bahkan negara.
Wacana-edukasi.com — Pandemi covid-19 telah membawa banyak perubahan bagi kehidupan manusia di negeri ini. Perubahan itu di antaranya kebiasaan perilaku hidup sampai perubahan ekonomi yang terjadi akibat hantaman pandemi. Ada penurunan daya beli, pengurangan gaji, sampai pada PHK masal yang terjadi akibat hantaman badai pandemi. Namun, dampak buruk ekonomi yang terjadi di negeri ini nyatanya tidak berlaku bagi golongan konglomerat. Bahkan mereka semakin bertambah kaya setelah adanya pendemi yang terjadi.
Sebuah fakta terungkap bahwa orang kaya di Indonesia mengalami peningkatan selama pandemi covid-19. Berdasarkan laporan Credit Suisse, jumlah orang kaya di Indonesia ada peningkatan sebanyak 171.740 orang pada tahun 2020, alias bertambah 61,69 persen year on year (yoy), dibandingkan tahun sebelumnya yakni 106.215 orang. Sementara itu lembaga tersebut juga mencatat orang kaya dengan kekayaan di atas US$ 1 juta atau setara dengan Rp 14,49 miliar (kurs dollar Rp14.486) di Indonesia ada sebanyak 417 orang pada tahun 2020 atau naik 22.29 persen dari tahun sebelumnya (KOMPAS.com 13/7/21).
Sementara itu detikFinance (23/7/21) mewartakan bahwa pendemi membuat si kaya makin kaya dan si miskin makin miskin, karena ditemukan jumlah miliarder meningkat sebanyak 5,2 juta orang sehingga total miliarder di dunia berjumlah 56,1 juta orang. Namun di tengah bertambahnya miliarder di dunia ternyata jumlah pertambahan penduduk miskin juga meningkat, sehingga menimbulkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Hal ini tersebab karena selama pandemi orang kaya yang memiliki sejumlah aset saham atau rumah mengalami peningkatan kekayaan, sedangkan yang tidak punya aset harus berjuang melawan siksaan ekonomi di masa pandemi.
Laporan Credit Suisse nampaknya memberikan bukti bahwa kesenjangan antara rakyat Indonesia agak melebar. Terlihat dari data indeks gini yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Indeks gini adalah indikator yang mengukur tingkat pengeluaran penduduk yang dicerminkan dengan angka 0-1. Semakin rendah angkanya, maka pengeluaran semakin merata.
Sistem Kapitalis Membuat Jurang Kemiskinan Semakin dalam
Pernyataan yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin ini adalah fakta, dalam sistem kapitalisme-sekuler saat ini. Hal ini tersebab karena dalam sistem kapitalisme hanya menguntungkan pemilik modal saja, watak dasar dari sistem ini adalah setiap pemilik modal cenderung berperilaku sama dalam menjalankan praktik ekonomi yakni mencari keuntungan materi sebesar-besarnya.
Praktek ekonomi kapitalisme inilah yang menyebabkan kemiskinan struktural/sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara atau penguasa. Sistem inilah yang membuat kekayaan milik umum atau rakyat dikuasai oleh segelintir orang. Di sisi lain rakyat seolah dibiarkan hidup mandiri. Penguasa atau negara banyak berlepas tangan daripada menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Di bidang kesehatan, ada asuransi yang harus dibayar oleh rakyatnya, artinya rakyat sendiri yang menanggung pembiayaan kesehatan itu. Pun demikian dengan kebutuhan dasar pokok lainya.
Karena itu para pemberi kritik sering menyebut praktik ekonomi kapitalis serupa dengan praktik penjajahan kaum imperialis, yaitu mengeruk kekayaan alam dan sumber daya ekonomi di wilayah jajahan demi kemakmuran para penguasa kolonial. Oleh karenanya kapitalisme merupakan sistem yang membahayakan peradaban dan kemaslahatan umat manusia dan menimbulkan kesenjangan yang semakin menganga antara si kaya dan si miskin.
Kapitalisme mendorong terjadinya eksploitasi kekayaan alam yang dimiliki suatu negara oleh para kapitalis dengan alasan investasi atau pemilik modal, sehingga hal ini akan mewujudkan kemiskinan massal pada individu, keluarga, bahkan negara.
Karena sistem kapitalisme ini memfasilitasi kerakusan pemilik modal untuk melipatgandakan kekayaan pribadinya. Sehingga akan mencetak kesengsaraan permanen yang rentan melahirkan masalah baru di masyarakat seperti maraknya kriminalitas dan problem sosial lainnya yang ditimbulkan oleh dampak sistem kapitalis ini.
Selain itu, kerugian lain akibat dari sistem kapitalisme saat ini adalah dampak kerusakan alam permanen yang akan merugikan generasi yang akan datang. Misalnya aktivitas membabat hutan, menangkap ikan dan mengambil minyak bumi yang hanya menghitung hasil dan untungnya saja, tanpa mempertimbangkan dampak ekosistem yang ditimbulkan.
Sistem Islam Mengentaskan Kemiskinan
Hal ini akan berbeda jika sistem Islam diterapkan dalam suatu tatanan pemerintahan, Islam dengan seperangkat aturannya memberikan aturan yang jelas bagaimana mengatur sebuah pemerintahan yang mana kesejahteraan dan kemakmuran bisa dinikmati oleh semua warga negaranya. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada sebagai harta kepemilikan umum dan harta kepemilikan negara yang masuk ke dalam baitulmaal.
Dalam sistem Islam, kemiskinan tidak dinilai dari besar pengeluaran atau pendapatan. Namun, dari pemenuhan asasiyah atau kebutuhan pokok secara individu. Kebutuhan pokok itu mencakup sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan yang layak bagi warga negaranya.
Islam mengentaskan kemiskinan dengan 3 pilar utama yaitu individu, masyarakat dan negara, yang mana ketiga pilar tersebut mempunyai tanggung jawab dan peran tersendiri dalam pengentasan kemiskinan.
Pertama, dalam pilar individu, Allah Swt, memerintahkan setiap muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah yang halal untuk dirinya dan keluarganya. Dalilnya ada dalam QS al-Baqarah/2 ayat 233 dan sebuah hadis dari Rasulullah Saw yang berbunyi: ” Mencari rezeki yang halal adalah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain” (HR ath-Thabarani).
Kedua, pilar masyarakat atau kolektif (jama’i) Allah Swt. memerintahkan kaum muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: “Tidak beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu.” ( HR ath- Thabrani dan al-Bazzar).
Ketiga, adalah pilar negara, Allah Swt memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Rasulullah telah mencontohkan bagaimana ketika menjadi kepala negara, Rasul menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya dan menjamin hidup mereka. Pada saat itu ada para sahabat tergolong dhuafa, mereka diizinkan tinggal di masjid dan mendapat santunan dari kas negara (baitulmaal).
Demikian juga dengan Umar bin Khathab ra, saat menjadi Kholifah, biasa memberikan insentif kepada bayi baru lahir demi melindungi anak-anak. Beliau juga membangun rumah tepung bagi para musafir yang kehabisan bekal.
Kholifah Umar bin Abdul Aziz juga membuat kebijakan pemberian insentif untuk membiayai pernikahan para pemuda yang tidak punya biaya. Pun dengan kekhilafahan Abbasiyah dibangun banyak rumah sakit yang canggih pada masanya, yang melayani rakyatnya dengan cuma-cuma. Hal di atas adalah sebuah contoh bagaimana pemerintahan Islam bisa mengatasi kemiskinan dalam tuntunan syariah yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mencampakan sistem yang jauh dari aturan Islam yang telah terbukti mendatangkan musibah demi musibah kepada umat di dunia. Sudah saatnya untuk kembali kepada syariah Islam yang berasal dari Allah Swt. Karena hanya syariah dari Allah Swt yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia. Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Lebih dari itu, penerapan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan adalah wujud ketakwaan yang akan mendatangkan keridhaan dari Allah Swt.
Wallahu’alam bishawab.
Views: 235
Comment here