Oleh: Anisa Rahmi Tania
wacana-edukasi.com, OPINI-– Jika kehidupan ini tidak sedang baik-baik saja, maka sosok yang paling merasakannya adalah seorang ibu. Ya, kenapa ibu? Karena Ibu adalah sosok yang paling lembut, paling sensitif atas segala situasi, dan paling memikirkan apa tindakan yang harus dilakukan.
Itulah rupanya yang tengah dihadapi ibu sang bayi yang telah ia tenggelamkan dalam bak air. Kehadirannya membuat kedua netranya gulita. Seakan kabut itu tak mampu ia enyahkan. Masa kini maupun masa depan. Ia tak punya harapan dan tak punya daya untuk mempertahankannya. Andai iman itu masih ada, tentu ia tak akan segulita itu. Namun apa daya, himpitan ekonomi telah menggerus iman serta nuraninya sebagai seorang ibu.
Apalah daya, nasi telah menjadi bubur. Sang bayi itu telah kembali ke pangkuang sang Khaliq. Ia tak sempat melihat luasnya bumi, asrinya alam dan sejuknya udara pegunungan. Namun, Begitulah yang terjadi pada seorang ibu di Belitung. Dilansir dari laman kumparan news.com (24/01/2024), seorang ibu yang berprofesi sebagai buruh, nekad membunuh bayinya sendiri. Ia menenggelamkan bayinya ke dalam bak mandi beberapa saat setelah ia lahirkan di toilet. Kemudian ia membuangnya ke semak-semak kebun milik warga sekitar. Menurut pengakuannya, ekonomi menjadi alasannya tak menerima kehadiran sang bayi, karena suaminya pun bekerja sebagai seorang buruh. Ia merasa tidak punya biaya untuk membesarkan sang anak. Sungguh miris.
Mengurai Akar Masalah
Publik mungkin tak habis pikir dengan tindakan tak berperikemanusiaan tersebut. Namun, tidak ada asap tanpa api. Tidak mungkin kejadian seperti ini terjadi. Lagi dan lagi.
Sebagaimana pengakuannya, himpitan ekonomi menjadi penyebabnya. Akan tetapi, tentu saja ada faktor lainnya yang juga turut andil. Yakni lemahnya iman seorang ibu ldan tidak adanya suport dari masyarakat yang perhatian dan saling membantu.
Faktor lemahnya iman seorang ibu merupakan faktor dari dalam diri. Andai Ia mengetahui bahwa Allah SWT telah berpesan lewat firmanNya surat Al-Isra ayat 31.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sungguh membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”
Berabad silam Allah telah menurunkan firmanNya untuk seluruh hamba, bahwa kita tidak seharusnya takut ataupun risau dengan kehadiran seorang anak. Walau deraan kehidupan tidak pernah ringan, namun rezeki datangnya dari Allah SWT. Bagaimana pun pilihan melenyapkan nyawa sang buah hati adalah tindakan salah, haram, dan berdosa di hadapan Allah SWT.
Dari hal ini terlihat begitu lemahnya iman sang Ibu. Ini memperlihatkan bagaimana kualitas pendidikan di negeri ini dalam upaya menanamkan keimanan rakyatnya. Namun apa yang mesti dikatakan lagi, dengan bercokolnya sekularisme di tengah-tengah kita, mana mungkin masyarakat masih betah dengan keimanannya yang mengakar. Sementara pemerintah sendiri malah berupaya mencetak pribadi-pribadi yang bangga terhadap hal-hal lain yang semu. Bukan bangga akan agamanya.
Faktor kedua, peran masyarakat yang kian hari kian terkungkung oleh individualisme dan egoisme. Seakan telah sangat pudar semangat beramar makruf nahi munkar. Telah semakin asing pula sikap saling menguatkan, memberikan perhatian dan memberikan solusi atas permasalahan rumah tangga yang diderita tetangga sekitar. Semuanya seakan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sibuk mengejar impian masing-masing, tanpa tahu kondisi kehidupan tetangga terdekatnya. Lagi-lagi begitulah paham yang dilahirkan oleh sekularisme. Selain berdampak pada individu, dampak lain pun terlihat pada karakter masyarakat.
Sementara faktor yang ketiga, faktor yang paling besar dampaknya. Sehingga menjadi hal yang seharusnya disadari semua kalangan. Yakni penerapan sistem ekonomi kapitalisme.
Karena, sebagaimana pengakuan pelaku, alasannya menyudahi hidup sang bayi karena himpitan ekonomi. mendorongnya melakukan tindakan tak manusiawi tersebut. Labilnya ekonomi dalam keluarga akan berpengaruh besar pada kesehatan mental seseorang.
Pada faktanya, ekonomi hampir di semua negara demokrasi selalu terguncang karena menggunakan sistem ekonomi kapitalis. Dimana sistem ini menjadikan para pemilik modal sebagai aktor utama dalam memainkan perekonomian.
Dalam sistem ini, kebebasan individu tidak berbatas dalam hal kepemilikan. Apa saja bisa dimiliki selama ia mempunyai cuan. Segala hal senantiasa berujung pada profit oriented. Tidak terkecuali dengan para penguasa. Karena mereka sama-sama mengejar harta. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian terjadi eksploitasi sumber daya alam besar-besaran yang seluruh hasilnya tidak diperuntukkan bagi rakyat, tapi bagi pemilik modal.
Akhirnya hanya kesengsaraan yang disisakan mereka untuk masyarakat luas. Hampir segala aspek butuh biaya mahal. Baik itu kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan. Maupun kebutuhan lain seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Artinya akar masalah dari kejadian ini, bukanlah kesehatan mental sang ibu. Akan tetapi, karena diterapkannya sistem rusak yang merusak yakni sistem ekonomi kapitalisme di tengah-tengah kehidupan. Sistem yang berasas sekularisme ini telah menggerus hati nurani ibu yang tak berdaya. Bahkan hati nurani seorang bapak, maupun manusia lainnya.
Kembali pada Islam
Menengok akar masalah di atas, maka solusi untuk permasalahan ini tidak sekadar memenjarakan pelaku. Akan tetapi mengganti sistem rusak tersebut dan menggantinya dengan sistem yang menyelamatkan, yaitu sistem Islam. Karena Islam adalah sistem yang mendapat jaminan kesempurnaannya dari sang Pencipta alam semesta. Karena Islam pula telah membuktikan kegemilangannya saat memimpin dunia 13 abad lamanya.
Saat Islam diterapkan di tengah kehidupan, nyatanya menciptakan kondisi yang jauh lebih baik dari kondisi hari ini. Walau kejahatan ataupun masalah tidak akan pernah hilang, namun Islam mampu meminimalisasi jumlahnya.
Islam akan terus memupuk keimanan seluruh umat dengan penerapan kurikulum berbasis akidah Islam di seluruh sekolah. Negara pun akan menyelenggarakan pembinaan untuk masyarakat umum demi menjaga ketaatan kepada Allah SWT. Sehingga akan terbentuk masyarakat Islam yang khas. Mereka saling mengingatkan dan menguatkan dalam ketaatan.
Sistem ekonomi Islam diterapkan dengan asas akidah Islam. Sehingga menjadikan kesejahteraan rakyat menjadi pokok perhatian. Karena fungsi pemerintah atau penguasa bukanlah sebagai regulator tetapi sebagai pengurus urusan rakyat. Semuanya berdasar pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. ditambah ijma’ shahabat dan qiyas syar’i. Demikian Islam menawarkan solusi dengan sempurna. Sehingga bisa merawat nurani dan akal sehat setiap insan.
Wallahu’alam bisshawab.
Views: 16
Comment here