Opini

Kapitalisme, Sebab PPDB Jadi Ajang Komersial

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Wiwin ummu Atika

wacana-edukasi.com, OPINI– Tahun ajaran baru merupakan saat genting bagi para orang tua yang anaknya lulus dari tingkat SMP dan ingin meneruskan pendidikan ke tingkat SMA atau SMK. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi ajang persaingan bagi siswa. Hal ini terjadi karena kurangnya daya tampung sekolah negeri jika dibandingkan dengan jumlah lulusan SMP yang ada. Akibatnya tidak sedikit terjadi kecurangan untuk mendapatkan kursi di sekolah yang dianggap favorit.

Kecurangan saat PPDB misalnya dengan membuat Kartu Keluarga baru beralamat di sekitar sekolah agar lolos di jalur Zonasi atau membuat piagam kejuaraan abal-abal agar masuk lewat jalur prestasi. Ada juga yang mengaku sebagai keluarga tidak mampu untuk lolos melalui jalur afirmasi atau menggunakan uang pelicin agar anaknya bisa masuk di sekolah itu.

Baru-baru ini ditemukan enam pendaftar menggunakan alamat yang sama. Tentu sangat mengherankan bagaimana bisa enam keluarga tinggal di satu rumah yang sama?
Bahkan ada yang menitipkan anaknya agar diterima di SMA/ SMK Negeri favorit kepada Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin yang tentu saja ditolaknya (detikedu, 21/6/2024).

Bupati Kabupaten Bandung, Dadang Supriatna, telah mengingatkan agar orang tua murid tidak memaksakan anaknya masuk ke sekolah favorit dengan cara menyuap petugas sekolah. Sekolahkan anak sesuai kemampuannya. PPDB tidak boleh dikotori oleh adanya transaksi kursi siswa. Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) akan menindak tegas para pelakunya (detikjabar,10/6/2024).

Kenyataannya PPDB setiap tahun masih menimbulkan masalah karena persaingan untuk mendapatkan kursi. Adanya gratifikasi atau penyuapan menimbulkan rasa ketidakadilan pada siswa yang berprestasi tapi tidak lolos karena tempatnya digantikan oleh siswa yang berduit.

Usaha orang tua yang menghalalkan segala cara untuk menyekolahkan anaknya di sekolah negeri favorit menjadi contoh buruk bagi generasi. Sistem pendidikan seperti ini tentu tidak akan menghasilkan generasi yang cemerlang, bahkan hanya akan menambah kerusakan di masyarakat.

PPDB jalur Zonasi awalnya dicanangkan Pemerintah untuk pemerataan pendidikan agar jangan hanya sekolah negeri favorit yang membludak peminatnya, sekolah negeri lainnya atau swasta pun harus dapat siswa juga. Namun faktanya PPDB sekarang malah menambah buruk citra pendidikan karena banyaknya kecurangan.

Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan berpendapat bahwa ketimpangan mutu sekolahlah yang jadi pemicu terjadinya kecurangan PPDB. Sebaliknya pemerataan mutu sarana dan prasarana sekolah akan dapat menutup terjadinya kecurangan. Jadi Pemerintah harus meningkatkan pemerataan mutu pendidikan (MMH, 11/6/2024).

Kerumitan yang terjadi saat PPDB setiap tahun adalah akibat dari tata kelola pendidikan sistem sekuler kapitalis. Pendidikan sulit diakses oleh masyarakat karena pendidikan dipandang sebagai jasa yang boleh dikomersialkan, boleh diperjualbelikan. Sedangkan negara hanya berperan sebagai regulator bukan sebagai pelaku atau pengelola urusan rakyatnya.

Kurangnya daya tampung di sekolah negeri memberi peluang bagi pihak swasta untuk menyelenggarakan pendidikan. Sehingga bermunculan sekolah – sekolah swasta yang bagus dengan biaya yang tidak murah atau pihak swasta bekerja sama dengan pemerintah menyediakan sarana prasarana pendidikan.

Dalam sistem sekuler kapitalis, negara berlepas tangan dari tanggung jawab menyelenggarakan pendidikan yang murah dan mudah diakses rakyat. Sekolah malah menjadi ajang komersial, bukan tempat untuk mendidik siswa yang berkepribadian mulia. Sekolah hanya untuk mendapatkan ijazah yang laku di dunia kerja.

Sudah saatnya negeri ini beralih pada pendidikan dengan sistem Islam. Islam menetapkan bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Pendidikan mendapat perhatian khusus dari pemerintah sejak Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Karena lembaga pendidikanlah yang menyiapkan generasi penerus berkualitas yaitu generasi yang berkepribadian Islam.

Pemerintah dibawah pimpinan seorang Khalifah bertanggung jawab menyelenggarakan segala kebutuhan rakyatnya, termasuk masalah pendidikan. Sebagai mana sabda Rasulullah Saw, ” Seorang imam (Khalifah) adalah raa’in / pengurus urusan rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR Al Bukhari).

Khilafah akan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai kebutuhan, seimbang antara jumlah sekolah dan jumlah muridnya juga guru-guru yang berkualitas, perpustakaan yang lengkap bahkan asrama bagi pelajar dari luar kota. Semua disediakan oleh negara, tidak boleh dilakukan oleh pihak swasta.

Anggaran pendidikan diatur Khalifah secara terpusat, dimana seluruh biaya pendidikan disediakan oleh Baitul maal dari pos fa’i, kharaj dan pos kepemilikan umum. Negara Khilafah tidak membutuhkan bantuan dari pihak swasta.

Para orang tua dan siswa dapat menjalani pendidikan dengan tenang tanpa dibebani biaya. Para pengajarnya pun mendapat gaji yang lebih dari cukup, sehingga dapat bekerja dengan optimal mentransfer ilmu kepada muridnya.

Mutu pendidikan merata di seluruh negeri. Administrasi dilakukan secara sederhana, cepat dan profesional. Hanya dengan sistem Islam pendidikan terselenggara dengan baik dan sempurna tanpa keruwetan.

Wallahu alam bisshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 11

Comment here