Oleh: Irayanti S.AB (Relawan Media)
Wacana-edukasi.com— Papua adalah rumah bagi hutan hujan terluas yang tersisa di Asia. Hutan memang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat Papua secara turun temurun. Namun kini, hutan di tanah mutiara hitam yang terkenal dengan sagu malah menjadi garda terdepan perluasan bisnis perusahaan sawit.
“Kami tidak pernah bongkar hutan, tapi orang dari luar bongkar itu. Buat saya itu luka,” tutur Elisabeth Ndiwaen, perempuan Suku Malind di pedalaman Merauke (BBC News Indonesia,12/11/2020).
Karhutla secara Sengaja
Para peneliti dari Forensic Architecture yang berbasis di Goldsmith University, Inggris, melakukan kolaborasi investigasi visual bersama Greenpeace Internasional. Mereka mengungkap adanya pembakaran lahan secara sengaja di Papua. Dari hasil investigasi tersebut citra satelit mengungkap adanya pola pembukaan lahan di dalam konsesi PT Dongin Prabhawa, anak perusahaan Korindo.
Walaupun Korindo membantah hal tersebut, tetapi dalam investigasi dengan membandingkan citra satelit dengan data titik api dari satelit NASA di area yang sama dan menggabungkan keduanya dalam periode waktu yang sama, ada kegiatan pembakaran dari 2011 hingga 2016.
“Kami menemukan bahwa pola, arah, dan kecepatan pergerakan api sangat cocok dengan pola, kecepatan, arah pembukaan lahan. Ini menunjukkan bahwa kebakaran dilakukan dengan sengaja,” ujar peneliti senior Forensic Architecture, Samaneh Moafi.
Papua dalam Cengkeraman Korporasi
Perusahaan Korindo telah membuka hutan Papua untuk lahan sawit lebih dari 57.000 hektare, atau hampir seluas Seoul, ibu kota Korea Selatan (BBC Indonesia, 12/11/2020).
Tak cukup tambang emasnya dikeruk habis perusahaan asal Amerika, Freeport McMoran sekarang hutannya pun terbabat pula. Kekayaan bumi cendrawasih (Papua) yang melimpah ruah tersebut sama sekali tidak dinikmati rakyat Papua. Miris!
Papua, provinsi yang paling timur di Indonesia ini telah terjebak dalam lingkaran kepentingan kapitalis. Pembukaan lahan hutan tidak serta merta dilakukan tanpa perizinan dan persetujuan. Korporasi yang bernafsu membuka lahan pasti akan melalukan berbagai cara untuk memuluskan hasratnya walau akan bersinggungan dengan masyarakat sekitar lahan yakni masyarakat adat.
Mulai dari janji manis para korporat dibantu petugas keamanan sebagian masyarakat papua terperdaya. Hingga mereka sadar bahwa tidak ada keuntungan bagi masyarakat papua. Papua dengan segala panorama dan kekayaan alamnya tak mampu menyejahterakan rakyat yang hidup di tanahnya.
Sekalipun akan melakukan CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab social perusahaan, semua itu tidak akan mampu menyejahterakan rakyat papua secara total. Sangat lucu, kekayaan rumah sendiri tapi harus diurus orang luar rumah lalu orang rumah harus mengutang padahal ia sangat kaya. Begitulah Indonesia.
Rakyat papua justru masih hidup di bawah garis kemiskinan, pendidikan rendah, masalah stunting, dan masih banyak lagi problem yang melingkupi kehidupannya. Gap (ketimpangan) inilah yang menjadikan sebagian masyarakat menjadi OPM (Organisasi Papua Merdeka). Melawan penindasan, tetapi memberontak tanpa ampun.
Beginilah jika negara menggunakan sistem kapitalisme. Jalan yang mudah bagi para kapitalis atau korporat menguasai sumber daya alam. Padahal seharusnya kekayaan alam digunakan untuk kepentingan rakyat.
Kejadian ini akan terus berulang dan memang telah berulang kali terjadi. Dari Sabang sampai Merauke apanya yang harga mati? Jika kekayaan alam tergadai untuk kapitalis? Sungguh rusak sistem ekonomi kapitalis.
Sejahtera dengan Islam
Hutan merupakan kepemilikan umum, bukan milik individu atau negara. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. bersabda,
“Kaum Muslim bersekutu (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)
Yang masuk kategori fasilitas atau kepemilikkan umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum, seperti sumber-sumber air, padang gembalaan, kayu-kayu bakar, energi listrik, dan lainnya. Dengan demikian hal tersebut benar-benar menjadi milik umum dan diharapkan benda-benda ataupun barang-barang tersebut dapat dinikmati masyarakat secara bersama dalam kehidupannya.
Kekayaan alam seperti hutan di Papua yang telah menjadi tempat masyarakat mencari makanan seperti sagu yang menjadi ciri khas masyarakat Papua untuk dibuat menjadi papeda (makanan pokoknya), hewan dan menjadikan pohonnya digunakan sebagai sandang atau rumah dan masih banyak lagi manfaat hutan bagi masyarakat Papua.
Sistem kapitalisme yang membebaskan swasta atau individu mengeksploitasi kekayaan alam dengan semata kepentingan profit telah membawa masyarakat ke arah ketidaksejahteraan hidup. Hanya Islam yang mampu menyejahterakan umat.
Dalam Islam tidak akan ada kebebasan untuk memiliki kepemilikan umum. Hak mengelola hutan sebagai harta milik umum berada di tangan negara, bukan swasta atau individu. Islam melarang penguasaan aset milik umum yang menjadi kebutuhan vital masyarakat kepada individu ataupum swasta. Dalam praktiknya, kepemilikan umum harus dikeola negara dan hasil pemanfaatannya dikembalikan pada masyarakat. Hasil pengelolaan hutan akan dimasukkan dalam kas negara (Baitulmal) dan didistribusikan untuk kemaslahatan rakyat menurut pandangan syariat Islam.
Negara Islam (khilafah) wajib melakukan pengawasan serta mencegah pengrusakan hutan. Fungsi pengawasan ini dijalankan lembaga peradilan, yaitu muhtasib (qadhi hisbah) yang bertugas menjaga hak-hak masyarakat secara umum (termasuk pengelolaan hutan).
Selain itu, negara memberlakukan sanksi tegas terhadap pelanggaran hutan seperti pembalakan liar, karhutla (pembakaran hutan dan lahan), dan pelanggaran lainnya. Sanksi ta’zir bisa berupa denda, cambuk, penjara, bahkan sampai hukuman mati akan membayangi siapapun yang melanggar, tergantung tingkat bahaya dan kerugian yang ditimbulkan. Alhasil akan memberi efek jera bagi pelaku agar tidak mengulangi kejahatannya.
Wallahu a’lam bishowwab
Views: 2
Comment here