Ulfah Sari Sakti,S.Pi (Jurnalis Muslimah Kendari)
wacana-edukasi.com, Kebijakan kartu pra kerja diyakini pemerintah sebagai solusi permasalahan ketenagakerjaan, namun fakta yang terjadi, masih banyak pencari kerja yang belum tercover atau pun penerima manfaat yang tidak tepat sasaran.
Dirilis dari kompas.com (9/2/2023), fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi akhir-akhir ini menambah tugas pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran serta kemiskinan. Salah satu upayanya melalui program pra kerja.
Lantas, seberapa efektif program tersebut mengurangi angka pengangguran? Kepala Komunikasi Manajemen Kartu Pra Kerja, William Sudhana mengatakan pelaksanaan kartu pra kerja mampu mengurangi masalah tersebut.
Namun, dirinya tidak bisa memperkirakan seberapa besar kartu pra kerja mampu menekan jumlah pengangguran dan kemiskinan. “Kalau kita berbicara seberapa efektivitas (mengurangi angka pengangguran) itu kan banyak faktor. Kita mengisi dari ilmunya, bagaimana orang itu bisa percaya diri,” katanya.
Setidaknya kata William, dengan ilmu atau pelatihan yang didapatkan peserta ketika mengikuti program pra kerja mampu meningkatkan kemampuan serta kepercayaan diri para angkatan kerja.
Program kartu prakerja dinilai masyarakat tidak meringankan beban masyarakat pencari kerja bahkan korban PHK. Program ini dinilai hanya bentuk bakar uang dan menguntungkan platform digital. Padahal program ini menelan angggaran sebesar Rp 20 Triliun.
Program pelatihan digital ini pun tidak gratis, dan pemerintah membayar pihak swasta yang out putnya pun belum tentu efektif. Mengingat swasta tentunya lebih mengutamakan keuntungan (profit).
Masyarakat dibuat bingung sekaligus tidak percaya dengan pemerintah, karena pemerintah mengatakan negara krisis anggaran sehingga harus mengutang antara lain ke bank dunia untuk membiayai pembangunan, tetapi disisi lain ada saja program yang menelan anggaran besar dengan manfaat skala jangka panjang yang kurang dirasakan masyarakat.
Pemerintah seharusnya mengutamakan perluasan akses lapangan kerja bagi kepala keluarga,sehingga kepala keluarga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Tidak kalah pentingnya memanfaatkan potensi sumberdaya alam sebesar-besarnya, dengan mengelola secara mandiri, bukan melibatkan pihak swasta apalagi asing. Karena jika itu terjadi, maka swasta / asing yang akan lebih banyak menerima manfaatnya.
Hal ini pula yang akan dilakukan oleh pemerintah sistem Islam, karena dalam Islam, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan masyarakat tidak terkecuali lapangan kerja bagi pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Jika kepala keluarga tidak memiliki mata pencaharian, maka pemerintah Islam akan menyediakan lapangan kerja. Sebaliknya jika sebuah keluarga tidak memiliki kepala keluarga (meninggal), atau pun tidak memiliki sanak keluarga yang memiliki penghasilan cukup, maka negara akan mengambil alih tugas penafkahan.
Disisi lain harga kebutuhan masyarakat terjangkau, sehinga penghasilan masyarakat mencukupi pemenuhan kebutuhan. Begitu juga layanan dasar masyarakat, misalnya pendidikan dan kesehatan, terpenuhi dengan gratis dan berkualitas.
Amanah periayahan (pengurusan) dilaksanakan dengan baik oleh pemimpin Islam, karena mereka sadar, mereka akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt.
Rasulullah saw bersabda,” Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka” .
Semoga saja kerinduan umat akan kembali tegaknya sistem Islam segera terwujud. Dengan begitu masyarakat akan sejahtera dunia dan akhirat. Wallahu’alam bishowab.
Views: 9
Comment here