Opini

Kasus Keracunan, Negara Kembali Kecolongan

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Neti Ernawati

Wacana-edukasi.com, OPINI– Tanggap setelah darurat, begitulah yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini. BPOM melakukan penarikan atas jajanan bernama La Tiao asal China. Penarikan tersebut dilakukan karena adanya kejadian keracunan di sejumlah wilayah, diantaranya, Sukabumi, Lampung, Tangerang dan Wonosobo. Kejadian keracunan ini mayoritas menimpa anak kecil. Uji laboratorium menyatakan empat jenis jajanan La Tiao terdeteksi mengandung bakteri bacillus cereus yang dapat menyebabkan diare, mual, hingga sesak nafas (cnbcindonesia.com, 02/11/24).

Bertindak Setelah Muncul Korban

Inilah geliat aparat negara, yang terbiasa bergerak setelah adanya kasus atau korban jiwa. Kasus keracunan ini mengingatkan kita pada kasus gagal ginjal akut pada anak yang disebabkan obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dengan kadar melebihi ambang batas aman. Hal ini menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat oleh negara.

Padahal seharusnya, BPOM memiliki kuasa untuk mengecek dan memastikan semua makanan dan obat-obatan yang beredar di dalam negeri aman untuk dikonsumsi sesuai kadarnya. Sayangnya kuasa ini sering diabaikan. Baru setelah muncul korban jiwa, BPOM bertindak melakukan penarikan. Produk bermasalah yang sudah terlanjur beredar ke pelosok-pelosok yang sulit terjangkau, pasti mengalami kendala dalam penarikannya. Karena itu, lebih mudah bila sebelum produk beredar, BPOM melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap produk tersebut.

Sekularisme dan Kapitalisme Biang Abainya Keamanan Pangan

Tidak dipungkiri, faktor manusia adalah penyebab terbesar munculnya produk bermasalah. Sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan telah membuat individu lupa pada hakikat kehidupan dan aspek halal serta haram pada makanan. Peribadahan hanya dianggap sebagai ritual, sedang aturan agama tidak lagi digunakan sebagai acuan dalam kehidupan. Sedang kapitalisme telah membuat manusia gila harta dan keuntungan. Segala hal dilakukan untuk meraih keuntungan materi semata.

Produsen yang fokusnya hanya pada keuntungan materi, cenderung melakukan apa saja untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka tidak lagi memikirkan baik atau buruknya bahan yang mereka olah, dan dampak dari produk yang mereka pasarkan bagi konsumennya. Mereka berupaya memperoleh keuntungan dengan menciptakan produk yang menarik dan laris di pasaran.

Disisi lain, pedagang sebagai pelaku distribusi juga tidak memperhatikan aspek keamanan pangan. Mereka menjual produk makanan apa saja asal produk tersebut dapat mendatangkan pundi-pundi uang. La Tiao yang notabene produk Tiongkok ini misalnya, banyak dipasarkan melalui sosial media. Adanya Kebijakan pasar bebas memberi kemudahan impor bagi barang-barang ini. Bahkan pelaku impor bisa saja melakukan kong kali kong dengan pihak BPOM sendiri, agar produk tidak perlu melalui cek laboratorium.

Hal ini terjadi karena Negara tidak melakukan perannya sebagai pelindung dan pengurus rakyat. Negara dalam sistem kapitalis hanya berlaku sebagai regulator dan fasilitator. Pengelolaan maupun pendistribusian diserahkan kepada swasta. Padahal, rakyat sejatinya adalah amanah yang harus diurus dan dijaga dengan baik oleh negara, begitu juga dalam hal keamanan pangannya.

Pentingnya Aspek Halal dan Thoyib

Halal dan haramnya segala sesuatu yang masuk kedalam tubuh menjadi perkara yang sangat penting bagi umat muslim. Kehalalan makanan akan berpengaruh pada peribadatan. Mengkonsumsi makanan yang haram mampu membuat seseorang berbuat maksiat. Di dalam Islam, diajarkan pula bahwasanya dengan memasukkan satu suap makanan haram ke dalam perut, maka amalannya tidak akan diterima selama 40 hari. Disebutkan pula, makanan haram yang masuk kedalam tubuh akan membuat doa terhalang untuk terkabul.

Sedang hakikat thoyyib atau baik adalah nilai kebaikan suatu zat yang yang akan dikonsumsi. Pada produk La Tiao ini misalnya, ada beberapa produk yang memiliki rasa sangat pedas. Meski suatu makanan dinyatakan halal, namun makanan yang terlalu pedas dapat kehilangan aspek thoyyib, karena dapat mengakibatkan keburukan, seperti perut mulas atau diare.

Islam Menjamin Keamanan Pangan

Negara dengan Sistem Islam memiliki mafhum ra’awiyah dalam semua urusan termasuk dalam obat dan pangan, baik dalam aspek produksi maupun peredarannya. Negara memegang teguh prinsip halal dan thayyib dalam memastikan keamanan pangan dan obat bagi warganya.

Dalam memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran keamanan pangan dan obat, negara memiliki Kadi Hisbah. Kadi hisbah bertugas menindak pelanggaran hukum syara’ di luar mahkamah, seperti penipuan barang (tadlis). Bila terbukti barang yang dijual tidak layak konsumsi maka produsen akan ditindak. Apabila kemudian ada bahan makanan baru, negara akan menyerahkan pada mujtahid untuk menggali hukumnya, sehingga dapat ditentukan kehalalannya.

Sistem pendidikan Islam mengajarkan kaidah makanan halal dan toyib sejak dini dari lingkup keluarga.Kesadaran ini dihimbau terus menerus hingga pada level masyarakat, sehingga masyarakat paham dalam membedakan mana yang halal dan haram. Kaidah halal atau haram bukan hanya dari segi zat yang terkandung, tapi juga dari aspek perolehannya.

Demikianlah negara dengan tatanan aturan Islam dalam menjamin ketersediaan makanan yang halal dan toyyib bagi rakyat. Semua itu dilakukan semata-mata demi meraih keberkahan Allah Swt dan kemaslahatan bersama.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here