Oleh : Annisa Al Maghfirah (Relawan Media)
wacana-edukasi.com– Ikatan cinta dalam bingkai pernikahan adalah keinginan tiap insan muda. Namun, bagi yang sedang berumah tangga ada saja ujian menerpa. Hingga mungkin berujung kata cerai dengan beberapa alasan. Di Kota Baubau misalnya, gugatan perceraian didominasi oleh para istri. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Dilansir oleh media AntaraSultranews.com (13/09/2021), pihak Pengadilan Agama Baubau, Idris SH. MH mengatakan dari bulan Januari hingga pertengahan September, kasus perceraian yang terdaftar di Pengadilan Agama Kota Baubau sebanyak 452 pasang. Dari jumlah itu, kebanyakan gugatan diajukan istri. Sebenarnya sudah 509, tetapi selain dari pada itu ada isbat nikah atau pengesahan nikah, artinya pernikahan yang dilaksanakan belum terdaftar di KUA. Tapi itu persoalan pencacatan, tinggal disahkan pernikahannya.
Lebih lanjut, rata-rata penyebab terjadinya kasus perceraian didaerah itu akibat tiga faktor, yakni karena ditinggalkan (suami bak bang toyib), masalah ekonomi, dan persoalan adanya pihak ketiga atau perselingkuhan.
Maraknya perceraian tidak terlepas dari faktor perekonomian kapitalisme hari ini, yang menyusahkan masyarakat baik sebelum covid maupun di tengah pandemi Covid-19. Banyak seorang suami harus merantau berpisah dengan istri karena minimnya lapangan pekerjaan diwilayahnya. Bang toyib menjadi julukan bagi seorang suami yang malah tidak pernah pulang kampung. Hingga hak istri tidak terpenuhi. Minimnya lapangan kerja memang menjadikan krisis finansial dalam sekup rumah tangga.
Selain itu, sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) yang dianut beberapa keluarga menjadikan roda kehidupan keluarga yang tidak peduli akan aturan agama yang turut mengatur kehidupan berumah tangga. Alhasil tidak peduli halal dan haram, hak dan kewajiban dalam lingkup rumah tangga.
Ikatan cinta dalam mahligai pernikahan yang seharusnya dijaga malah hancur. Jika sebelumnya fondasi rumah tangga sudah kukuh, tentu tak akan ada kata pisah meski ujian mendera. Inilah pentingnya ketahanan keluarga dengan akidah Islam. Sehingga antar suami dan istri mengerti hak serta tanggungjawabnya. Agar tidak terjadi perceraian yang berakibat buruk bagi anak-anak. Tiga faktor penyebab perceraian tersebut sebenarnya merujuk pada satu akar masalah yakni diterapkannya sistem kapitalisme-liberalisme dengan asasnya sekularisme. Tidak bisa dimungkiri negara yang mengimplementasikan sistem kapitalisme menjadikan kerumitan para suami mencari nafkah. Contohnya, pendidikan yang mahal, biaya kebutuhan yang serba mahal tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga. Pun masalah rumah tangga (dalam hal ekonomi) bukan menjadi urusan negara.
Islam memang membolehkan perceraian/talak. Talak secara bahasa berarti melepaskan ikatan. Kata ini adalah derivat dari kata “ithlaq”, yang berarti melepas atau meninggalkan. Secara syar’i, talak berarti melepaskan ikatan perkawinan. Talak hukumnya boleh, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).” (QS Ath Tholaq: 1)
Sementara itu di dalam Sunah, telah diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra.,“Bahwa Nabi Saw pernah menceraikan Hafshah, kemudian merujuknya kembali.” (HR al Hakim dan Ibnu Hibban).
Meski perceraian itu boleh, namun tak boleh menjadi gaya hidup di tengah masyarakat. Kawin-cerai-kawin-cerai seolah enteng sekali dilakukan hanya karena alasan sepele yang masih bisa drekatkan lagi ikatan cinta antar pasangan. Negara juga harus menaruh perhatian serius jika perceraian menjadi tren di masyarakat. Negara harus menyelidiki penyebab tingginya perceraian. Jika masalah utamanya kesulitan ekonomi, negara harus bekerja keras untuk menyejahterakan rakyatnya.
Dalam sistem Islam, negara malah turut serta membantu perekonomian suatu keluarga dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi seorang suami. Plus sistem ekonomi Islam pun akan menyejahterakan para keluarga sehingga faktor kemiskinan bukan alasan. Sanksi rajam dalam sistem islam juga akan membuat takut siapapun untuk berselingkuh dibelakang pasangannya.
Sayang, dewasa ini masyarakat sudah terjangkiti individualisme akibat penerapan kapitalisme. Keluarga menjadi benteng terakhir yang melindungi generasi muslim. Namun, benteng ini pun mulai koyak karena serangan pemikiran. Maka perlu menyadarkan individu, keluarga, masyarakat bahkan negara akan aturan Islam.
Agama Islam bukan sekadar agama yang dipergunakan untuk mengesahkan nikah tapi juga mengatur jalannya roda pemerintah. Islam mengatur segala hal dalam kehidupan manusia demi lebaikan untuk manusia itu sendiri oleh Sang Maha Cinta. Dari bangun tidur, bangun rumah tangga hingga bangun negara, Islam memiliki aturan untuk manusia. Maka sudah seharusnya kita selaku hamba kembali pada aturan Pencipta.
Wallahu a’lam bishowwab
Views: 4
Comment here