Oleh : Halimatus sa’diah S.Pd.
wacana-edukasi.com, OPINI-– Kasus pornografi yang melibatkan anak kian hari kian meningkat. Dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat, kenaikan terus terjadi sejak 2019 lalu. Pada 2019, anak korban prostitusi atau eksploitasi seksual komersial tercatat sebanyak 106 anak. Lalu pada 2020 menjadi 133 anak. Pada 2021 jumlahnya naik menjadi 276 anak. Pada 2022 sempat turun menjadi 216 anak, tapi pada 2023 jumlahnya meningkat menjadi 260 anak.
Begitu pula di tahun ini kasusnya pun tak kunjung ada penurunan, malah semakin bertambah. Sampai pada titik kecemasan yang membuat pemerintah negara ini mengambil langkah solusi yang lebih untuk menangani kasus ini.
Dilansir dari Sindonews.com(18/04/2024) Pemerintah membentuk Satgas penanganan untuk kasus pornografi anak di Indonesia. Satgas ini dibentuk dengan merangkul sebanyak enam Kementerian/Lembaga yakni, Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto menjelaskan Satgas ini dibuat untuk lantaran tiap-tiap Kementerian telah memiliki regulasi yang kuat dalam kasus pornografi anak. Diharapkan Satgas ini bisa mensinergikan kerja lintas kementerian.
Adapun selain Kemenko Polhukam, kementerian lain yang terlibat adalah Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Pembentukan Satgas ini juga dilatarbelakangi konten pornografi anak di Indonesia yang melambung tinggi perlu ditindak serius. korbannya dari disabilitas anak-anak SD, SMP, dan SMA bahkan PAUD jadi korban. Kalau di lihat dari laporan yang dihimpun dari National Centre for Missing Exploited Children bahwa temuan konten kasus pornografi anak di Indonesia selama 4 tahun sebanyak 5.566.015 juta kasus. Indonesia masuk peringkat empat secara internasional dan peringkat dua dalam regional ASEAN.
Bahkan menurut mantan Panglima TNI itu, catatan kasus itu tidak semata-mata menjadi kasus riil yang terjadi. Artinya, kasus sebenarnya yang terjadi bisa dimungkinkan lebih banyak lantaran banyak korban yang masih belum berani untuk melapor. Konten pornografi anak ini tak cerminkan kasus terjadi di lapangan. Karena apa? Karena ada juga korban-korban yang tak mau melaporkan kejadian sebenarnya. Menutupi karena takut aib dan sebagainya, lanjutnya. Hadi berharap Satgas yang dibentuk pemerintah ini menjadi solusi permasalahan kasus pornografi anak. Sebab, kata Hadi, Satgas akan bekerja mulai dari melakukan pencegahan, penanganan, penegakan hukum, hingga pasca kejadian.
Sangat miris dan menyedihkan hari ini pada Negara yang bersistem sekuler kapitalis ini membuat orientasi pada kemaksiatan berkembang subur. Terlebih terhadap generasi penerus peradaban. Dalam sistem ini selama ada permintaan, maka kapitalisme akan memproduksi meski itu merusak generasi, termasuk pornografi bahkan menjadi sesuatu yang legal. Dalam kapitalisme, produksi pornografi termasuk shadow economy, jadi pasti akan dibiarkan bahkan di jaga keberadaan nya karena keuntungan yang akan diperoleh dari hal itu. Sistem kapitalisme melazimkan apa pun yang bisa menghasilkan uang, meskipun mengorbankan masa depan generasi peradaban.
Di sisi lain, sistem hari ini tidak mampu menciptakan lingkungan yang mendukung agar kejahatan termasuk kejahatan seksual tidak merajalela di masyarakat. Terlebih Peraturan tidak menyentuh akar persoalan sementara sistem sanksi tidak menjerakan. Tak ayal penyebab utama kasus pornografi pada anak adalah buah dari penerapan sistem kehidupan yang rusak. Sistem sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan dan mendewakan kebebasan melahirkan kerusakan di semua sendi kehidupan.
Di sistem ini perlindungan secara totalitas seolah hanya mimpi yang sulit untuk diraih. Jadi, tiada cara lain selain dengan mengganti sistem sekuler kapitalisme dengan Islam yang mempunyai paradigma melindungi dan menjaga.
Islam diturunkan oleh Allah SWT dengan seperangkat aturan yang komprehensif untuk menyelesaikan persoalan hidup manusia, termasuk kasus pornografi pada anak. Islam memiliki mekanisme memberantas kemaksiatan dan memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan sehingga akan mampu memberantas secara tuntas.
Islam melarang segala apapun aktivitas yang memberi peluang terjadinya kasus pornografi pada anak. Interaksi antara laki-laki dan perempuan dan hubungan kekerabatan dalam keluarga diatur oleh Islam.
Sistem pendidikan dalam Islam semakin memperkokoh syakhshiyyah Islamiyah (kepribadian Islam) dalam diri setiap individu, termasuk menyiapkan para orang tua yang amanah dalam mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak-anak dalam keluarganya. Islam pun mengatur pembagian peran dan tanggung jawab dalam keluarga, sehingga anak-anak tidak akan terabaikan pengasuhannya.
Kesejahteraan setiap individu rakyat wajib dipenuhi oleh negara dengan berbagai mekanisme dalam sistem ekonomi Islam. Sanksi tegas yang memberikan efek jera dan mencegah juga ditetapkan oleh Islam, didukung oleh aparat yang amanah. Dan yang tidak kalah penting, keimanan dan ketakwaan yang kuat, baik pada rakyat maupun petugas negara, menjadi benteng yang kokoh untuk senantiasa taat pada aturan Allah.
Oleh karena itu, mari kita mengembalikan segala macam persoalan pada aturan Islam atau syariah yang secara paripurna diterapkan oleh institusi negara.
Wallahua’lam bi ash shawab
Views: 25
Comment here