Opini

KDRT Perempuan dan Anak, Buah Sistem yang Salah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: NS. Rahayu (Pengamat Sosial)

wacana-edukasi.com, Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus naik dari hari ke hari, terlebih saat pandemi. Perubahan pola hidup dalam masyarakat menjadi perubahan yang memicu adanya KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Meskipun pihak DP3AKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana) mengklaim turun, tetapi fakta dilapangan justru makin naik.

KDRT terhadap perempuan dan anak juga terjadi di Ngawi. Kepala Dinas pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan keluarga berencana (DP3AKB) Ngawi, Nugraha Nigrum, pada Selasa (9/3/21) menyebutkan aksi kekerasan dalam 3 (tiga) tahun terakhir menurun. Meski juga tidak menampik tidak bisa menjadi patokan, karena banyak kasus yang tidak dilaporkan (Radarmadiun.co.id).

Apalagi, kondisi pandemi covid-19 yang tak kunjung usai, memicu ragam permasalahan dalam keluarga yang berujung juga pada tindakan kekerasan pada perempuan dan anak.

Dilansir dari Inews.id, 6/2/2021 bahwa KDRT di Jawa Timur saat Pandemi covid-19 masih tinggi. Ketua DPW Bangsa Jatim Anik Maslachah mengatakan dari data Simfoni (Sistem Informasi Online Kekerasan ibu dan Anak), ada 1.358 kasus per-November 2020. Anik M menambahkan, pandemi sebagai pemicu tindakan KDRT. Kondisi ekonomi yang tidak stabil akibat PHK dan kehilangan pekerjaan menjadi faktor pendukungnya.

Hari Perempuan Tidak Berkorelasi pada Kesejahteraan Perempuan

Kondisi ini bertolak belakang dengan adanya perayaan hari perempuan yang diperingati setiap tanggal 10 maret lalu. Nyatanya, keberadaannya tak berkorelasi dengan kesejahteraan dan tak bisa menyelesaikan masalah perempuan. Karena apa yang diusung oleh kaum feminisme tidak menyentuh akar masalah. Malah menyebabkan permasalahan perempuan semakin rumit.

Tuntutan kesetaraan gender menempatkan posisi perempuan terjebak dalam rutinitas yang tidak lazim. Perempuan yang seharusnya bisa mengasuh dan mendidik putra-putrinya agar menjadi generasi tangguh bagi peradapan, kehilangan waktunya karena harus ikut berjibaku menutup ekonomi keluarga.

Akibatnya anak-anak rentan dari ragam bahaya, mulai dari pergaulan bebas hingga anak tidak memiliki kepribadian yang baik. Siapa yang disalahkan, ibu! Dianggap tidak becus mengatur waktu hingga sebagian anak menjadi generasi alay, pemalas, suka tawuran, berani pada orang tua dan guru dan masih banyak permasalahan lain.

Jika ditelisik secara mendalam, maka permasalaan ini disebabkan diterapkannya sistem salah yaitu sekuler kapitalis liberal. Dalam hal ini aturan kehidupan dipisahkan dari agama. Sehingga, manusia bebas (liberal) mengatur kehidupannya sendiri. Kebebasan yang kebablasan ini telah membuat para perempuan menuntut posisinya sejajar dengan lelaki di semua aspek kehidupan.

Islam Menyelesaikan Permasalahan KDRT

Berbeda dengan Islam yang menjamin hak-hak perempuan dan anak dengan koridor syariah, menempatkan perempuan sebagai manusia terhormat yang memiliki hak dan kewajiban mulia dihadapan Allah Swt.

Keimanan yang kuat akan membangun keluarga yang kukuh pula, sehingga tidak mudah goyah ketika ada riak-riak kecil dalam berkeluarga. Tidak mudah marah kemudian saling menyakiti pasangan, karena Islam mengajarkan kesabaran atas ketentuan yang sudah Allah tetapkan.

Kehidupan berkeluarga dibangun atas dasar keimanan, kasih sayang, kebahagian untuk menggapai rida Allah Swt. Sehingga, perempuan dan lelaki ketika sudah baliqh akan menyadari hak dan kewajibannya masing-masing dalam keluarga.

Dalam hal ini lelakilah yang harus menafkahi keluarganya, memenuhi segala kebutuhannya, mempergaulinya dengan cara baik, melindunginya dan memberikan kasih sayangnya. Hal ini sebagai bentuk menjalankan kewajiban yang bernilai ketaatan akan perintah Allah Swt. yang bernilai pahala.

Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan cara paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.  Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa [4]: 19)

Sistem Islam akan mencegah pemicu yang menyebabkan pertikaian dalam keluarga. Ketika faktor pemicu dominan adalah ekonomi. Maka negara berperan penting untuk menyediakan lapangan pekerjaan, gaji yang pantas dan pemenuhan sarana publik yang baik. Hal ini dilakukan untuk menjamin seluruh kepala keluarga agar mampu menafkahi keluarganya.

Dengan begitu bentuk keluarga idaman yang samawa akan terwujud. Peran ibu akan kembali pada fitrahnya sebagai al umm warabatul bait. Keluarga yang seperti ini akan jauh dari tindakan KDRT. Namun, hal ini hanya bisa terwujud dalam penerapan syariat Islam secara kaffah.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here