Surat Pembaca

Ke Mana Perginya Anggaran Pembangunan Berlabuh?

blank
Bagikan di media sosialmu

Bukan bagai pungguk merindukan bulan, yang berarti menginginkan sesuatu yang tidak mungkin karena di luar kemampuan. Anggaran pembangunan negara tahun 2022 justru melebihi kemampuan pemerintah pusat dan lembaga maupun kementerian untuk membelanjakannya.

Kendati telah terlihat prospek sisa anggaran yang belum terserap di akhir tahun, masih cukup besar, yakni Realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sampai dengan September 2022 mencapai Rp1.361,2 triliun (59,1% dari Pagu). Belanja kementerian/Lembaga sebesar Rp674,4 triliun (71,3% dari Pagu) padahal masa anggaran hanya tinggal dua bulan lagi, tetapi pemerintah yang disuarakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani tetap mendorong kementerian maupun lembaga untuk menghabiskan sisa pagu anggaran belanja yang telah ditentukan di awal tahun.

Dengan alasan pembelanjaan APBN berfungsi sebagai shock Absorber bagi masyarakat yang mungkin mengalami syok secara ekonomi akibat pandemi berkepanjangan, dengan adanya anggaran berupa bantuan sosial dan penyaluran subsidi di tengah masyarakat. Hal itu diungkapkan Sri Mulyani dalam siaran pers yang membahas peran APBN sebagai shock Absorber dalam menghadapi ketidakpastian global. (kemenkeu.go.id, 21 Oktober 2022)

Berbeda dengan Sri Mulyani Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu menyebutkan meski belanja harus dihabiskan, bukan berarti jor-joran untuk kegiatan yang tidak berkualitas. Menurutnya, yang lebih penting itu realisasi anggaran, bukan habis atau tidaknya anggaran karena yang akan mendukung bangkitnya ekonomi adalah realisasi pembangunan, bukan sekadar habisnya anggaran, jika ada sisa pagu anggaran bisa digunakan untuk cadangan cash di tahun depan yang tantangannya semakin sulit menurutnya. (cnnindonesia.com, 28 Oktober 2022)

Serapan anggaran baru sebesar 61,6% pada bulan September menunjukkan kinerja pemerintah yang tidak baik. Di sisi lain juga menggambarkan ketidakjelasan arah pembangunan, yang tidak berdasarkan kepada kebutuhan dan kemaslahatan umat. Kalau sedari awal memang anggaran terlalu besar dan tidak sesuai kebutuhan tahun ini, mengapa itu tetap dianggarkan di awal tahun? Apalagi banyak layanan publik yang belum optimal, dan kebutuhan dana besar untuk anggaran beberapa bidang, tetapi faktanya justru kurang dan malah dikurangi (seperti dana riset, hankam).

Sementara selalu dinarasikan ada defisit anggaran, sehingga subsidi dikurangi bahkan dihapuskan, nyatanya dana tidak terserap dan bersisa. Lalu sebenarnya ke mana perginya dana anggaran pembangunan yang besar itu berlabuh jika pos kebutuhan pokok umat seperti pangan, pendidikan, kesehatan, BBM masih kekurangan? Sungguh nyata kerusakan sistem anggaran dalam sistem demokrasi-kapitalis, dengan serapan dana rendah, bagaimana mungkin rakyat terlayani dnegan baik kebutuhannya?

Sangat berbeda dengan sistem anggaran dalam Islam, di bawah kendali khalifah yang berperan sebagai ra’in akan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan umat. Tidak satu dinar pun uang belanja negara yang berasal dari uang rakyat itu dibelanjakan di luar kebutuhan kemaslahatan umat yang sudah diatur dan ditetapkan syariat Islam.

Sistem anggaran dalam Islam juga lebih fleksibel jika ada kelebihan anggaran dalam satu lembaga dengan mudah dialihkan ke lembaga lain karena pengatur anggaran terpusat pada khalifah. Sehingga dalam kondisi umat butuh subsidi harga BBM agar terjangkau, tetapi pos anggarannya habis, bisa mendapat tambahan anggaran dari pos lain. Sedangkan dalam sistem perekonomian kapitalisme, jika sebuah lembaga atau kementerian mendapat anggaran kemudian berlebih dan dialokasikan kepada pos lembaga lain bisa dianggap sebagai tindak korupsi nonbudgeter karena menggunakan anggaran di luar rancangan anggaran di awal. Hal ini pernah terjadi pada kasus korupsi Menteri Perikanan dan Kelautan Rokhim Dahuri tahun 2007.

Untuk keadilan dan tepat sasarannya anggaran pembangun perlu ditetapkan sistem Islam–yang sempurna di bawah institusi negara tentunya. Sudah saatnya umat bersama memperjuangkan tegaknya kembali syariat Islam kafah.

Leihana

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here