Oleh: Novianti
Wacana-edukasi.com — Tiga belas tahun Rasulullah berdakwah di Mekah. Awalnya orang-orang Quraisy tidak banyak berkomentar, menganggap perkataan Muhammad sekedar cerita dan ahli hikmah.
Orang Quraisy mulai menyadari bahaya ajaran Nabi Muhammad ketika pengikutnya bertambah. Islam dianggap ajaran membahayakan dan bertentangan dengan ajaran nenek moyang. Mulailah berbagai upaya menghalangi dakwah Rasulullah, dari tekanan fisik, negosiasi hingga pemboikotan.
Meski mobilisasi perlawanan dilakukan kafir Quraisy, namun justru gaung Islam makin tersebar di tengah-tengah kabilah Arab. Islam menyebar luas di jazirah. Para musafir memperbincangkannya hingga nama Muhammad dan Islam menjadi berita viral.
Pemboikotan yang awalnya merupakan makar untuk menghancurkan Islam, justru Islam makin dikenal, diperbincangkan.
Rasulullah pun gencar menyebar opini, menjelaskan kerusakan, keyakinan keliru sambil terus menyebarluaskan dakwah. Segala rintangan tidak menggeser Rasulullah dari dakwah agar kebatilan segera lenyap oleh cahaya Islam
Kejahatan-kejahatan kafir Quraisy meningkat sehingga medan dakwah di Mekah dirasa sempit. Rasulullah kian terkucil di tengah kaumnya. Dendam kafir Quraisy makin dalam dan masyarakat menjauh.
Namun, Rasulullah dan para shahabat tetap yakin pertolongan Allah dan kemenangan Islam kian dekat. Penantian itu tiba tatkala beberapa orang Khazraj datang ke Mekah di musim haji.
Madinah, Negeri Harapan
Madinah, tempat pertama Daulah Islamiyyah berdiri. Negara yang sangat kecil dibandingkan dengan imperium Romawi dan Persia dengan luas kekuasaan yang berlipat dari Madinah saat itu.
Madinah, awal munculnya peradaban yang menjadi cahaya bagi bumi di Barat dan Timur. Titik dimulai dari seorang pemuda cerdas dengan ketajaman lisan, Mush’ab bin Umair, mendakwahkan Islam ke tokoh-tokoh masyarakat disana.
Mush’ab bin Umair mendapat julukan Muqarri’ Madinah tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. Mereka berkeliling dari rumah ke rumah membacakan Al Quran hingga seorang demi seorang masuk Islam.
Suatu ketika mereka berkumpul dengan kaum muslim di sebuah kebun. Ada 2 orang pemuka Bani Abdul Asyhal, Sa’ad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair, melihat hal tersebut dengan pandangan tidak suka. Sa’ad bin Muadz memiliki hubungan kekerabatan dengan As’ad bin Zurarah.
Sa’ad meminta Usaid mengusir As’ad dan Mush’ab karena dianggap membodohi orang yang lemah dari kaumnya. Dengan membawa tombak dan wajah tak bersahabat, Usaid menghampiri Mush’ab dan As’ad.
Namun, akal Usaid tidak mampu menolak ajakan duduk dan mendengarkan konsep Islam dari Mush’ab. Bermula benci justru jatuh cinta. Bahkan ia memberikan jalan agar Sa’ad bin Muadz berkesempatan mendengarkan kebenaran agama baru ini. Usaid berharap demikian karena jika Sa’ad ber-Islam maka di belakangnya ada kaumnya yang akan mengikutinya.
Usaid dapat memaksa Sa’ad bertatap muka dengan Mush’ab. Sambil membawa tombak, Sa’ad datang. “Lebih baik anda duduk dan dengarkan. Jika anda suka dan menginginkannya maka anda menerimanya. Namun, jika anda membencinya, kami akan menjauhkan dari anda segala hal yang anda benci,” bujuk Mush’ab menundukkan kekerasan hati Sa’ad.
Pada akhirnya, Sa’ad bersyahadat. Dengan Usaid, keduanya menjadi jalan masuk Islam Bani ‘Abdul Asyhal. “Demi Allah, tidak akan ada seorang laki-laki maupun wanita, saat sore hari di pemukiman Bani ‘Abdul Asyhal, kecuali dia akan jadi muslim dan muslimah.”
Peran Tokoh dan Kekuasaan
Saat Madinah belum terjamah Islam, pertikaian terus terjadi diantara suku Aus dan Khazraj. Penuh konflik dan pertumpahan darah, tidak ada kedamaian, kegelapan seolah membentang tanpa ada setitik terang.
Kemaksiatan menyesakkan dada, perang yang melelahkan. Tapi bagaimana mengakhiri itu semua? Ternyata Islam memberi jawaban, memberikan harapan, menjadi udara yang melegakan rongga penduduk Madinah yang merindukan keadilan dan kedamaian.
Penerimaan masyarakat Madinah terhadap penerapan Syariat Islam dan kerelaan menyerahkan kepemimpinan negara pada Rasulullah tidak lepas dari perjuangan Mush’ab bin Umair. Ia telah menyiapkan kekuatan untuk menopang sebuah negara.
Hanya dalam waktu setahun, tidak ada rumah kecuali para penghuninya telah tercerahkan dengan Islam. Peranan para tokoh-tokoh, pemimpin seperti Sa’ad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair membuat berbondong-bondong pengikut di belakangnya masuk Islam.
Padahal, awalnya para tokoh tersebut ingin mengenyahkan Islam. Namun Allah justru mendekatkan mereka pada kebenaran. Wajah kebencian serta tombak yang siap ditancapkan luruh ketika berhadapan dengan kebenaran wahyu Al Quran. Allah yang membulak balikkan hati manusia.
Di saat sekarang tajamnya senjata, penjara yang diarahkan pada para ulama, semoga jadi jalan tersampaikannya kebenaran di kalangan penguasa. Menghilangkan prasangka terhadap ajaran mulia.
Kemenangan Islam kian dekat ketika fitnah memuncak. Tujuan memisahkan para pendakwah dari umat justru menguak cahaya Islam.
Jika sekiranya hati tetap membatu, perbuatan mereka tak luput dari pandangan Allah. Allah panjangkan kesenangan dunia untuk kesengsaraan tanpa akhir.
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak” (QS Ibrahim ; 42)
Ujian bagi kita, berada di mana dalam geliat kebangkitan Islam yang pasti datang? Tidak peduli, penonton atau pelaku sementara denyut-denyut itu sudah mulai bergerak.
Views: 36
Comment here