Oleh Rochma Ummu Arifah
Sejak dari awal pandemi, pemerintah sudah meluncurkan sejumlah kebijakan dalam rangka penanganan virus covid-19 ini. Sayangnya, kebijakan ini dirasakan tidak konsisten
http://Wacana-edukasi.com — Belakangan ini terjadi kasus meningkatnya penyebaran virus covid-19 varian Omicron. Menanggapinya, pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan dengan tujuan mencegah penyebaran virus ini. Salah satunya mengenai ibadah umat rumah ibadah, yaitu di masjid bagi kalangan muslim. Hanya saja, kebijakan ini mendapatkan respon dari masyarakat khususnya umat Islam yang merasakan adanya sentimen negatif terhadap umat Islam dan kegiatan ibadah mereka.
Pembatasan Masjid
Sebagai respon dari kembali melonjaknya kasus penyebaran virus covid-19 varian Omicron, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran (SE) terbaru terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan di rumah ibadah. Surat Edaran ini menghimbau rumah ibadah memperketat prokes.
Seruan serupa juga disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemuka agama. Aturan terbaru terkait kegiatan keagamaan diatur dalam Surat Edaran Nomor SE.04 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19, Optimalisasi Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta Penerapan Protokol Kesehatan 5M.
Terlebih khusus untuk masjid, pihak pengurus masjid dan marbot diminta untuk proaktif memberikan himbauan kepada jamaahnya agar selalu senantiasa waspada terhadap penyebaran virus covid-19 ini. Protokol kesehatan harus kembali dijalankan bahkan diharapkan bisa lebih diperketat lagi penerapannya. Dalam lingkup masjid tentu saja berkaitan dengan social distancing atau pemberian jarak antar jamaah, tidak melakukan kontak fisik dengan sesama jamaah yang lain dan pemakaian masker.
Kebijakan Ambigu
Sejak dari awal pandemi, pemerintah sudah meluncurkan sejumlah kebijakan dalam rangka penanganan virus covid-19 ini. Sayangnya, kebijakan ini dirasakan tidak konsisten, dikeluarkan oleh pihak yang dianggap kurang kompeten serta bukan menjadi solusi yang efektif untuk menangani pandemi dengan tepat.
Kebijakan ini pun juga sangat mudah berubah-ubah. Bahkan, rakyat merasakan bahwa prioritas kebijakan pemerintah lebih mengacu pada kepentingan elit politik dan juga para pemilik modal saja. Padahal, rakyat sungguh mengharapkan adanya solusi yang tepat dan efektif dari pemerintah untuk benar-benar mengatasi pandemi ini atau bahkan mengakhirinya.
Sebut saja mengenai aturan keluar masuk negeri ini. Negara masih saja memberikan ijinnya bagi sebagian pihak, terutama yang memang mampu, untuk dapat keluar dari negeri ini, bahkan misalnya untuk rekreasi atau berlibur. Sebaliknya, arus masuknya warga asing dari negara lain masih diberikan akses. Tentu saja hal ini semakin memberikan peluang terjadinya penyebaran virus yang ada.
Ibadah Umat Diburu
Karena ketidakjelasan kebijakan yang diambil dan diterapkan oleh pemerintah dalam upaya mencegah penyebaran virus covid-19 ini, rakyat merasa apa yang dilakukan pemerintah hanya mendiskreditkan umat muslim dan ibadah mereka.
Sebut saja ada pembatasan masjid yang dihimbau oleh pemerintah guna mencegah penyebaran virus dianggap main-main belaka melihat kebijakan lainnya yang seakan-akan hanya main-main saja.
Alih-alih membuat masyarakat semakin waspada, kebijakan yang tak konsisten dan ambigu ini malah membuat rakyat melanggar atau bahkan meremehkan prokes yang dicanangkan. Demikian pula terkait dengan masalah pembatasan kapasitas rumah ibadah umat yaitu masjid. Sebagian rakyat merasa bahwa kebijakan ini semata didasarkan pada keinginan untuk membatasi ibadah umat di dalam masjid saja.
Dalam surat Al-Kahfi ayat 29 disebutkan, “Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Barang siapa menghendaki (beriman), hendaklah dia beriman. Dan barangsiapa menghendaki (kafir), biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”
Dari ayat di atas kita dapat kembali meyakini bahwa memang kebenaran itu hanya bersumber dari Allah SWT semata, sebagai Rabb kita. Barang siapa yang melakukan kezaliman atau tidak menunaikan hak-hak dari yang lainnya maka akan diberikan balasan yang amat pedih di neraka kelak.
Sebagai seorang mukmin, kita tentu saja meyakini apa yang disebutkan di dalam ayat ini. Tak seharusnya pemerintah sebagai periayah atau pengurus urusan umat melakukan kezaliman terhadap rakyat itu sendiri atau tidak memberikan atau menunaikan hak-hak rakyat. Sudah seharusnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam mengatasi pandemi merupakan kebijakan yang efektif dan tepat serta memperhatikan kepentingan rakyat. Dengan itu, pemerintah tidak akan disebut sebagai golongan orang yang zalim sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat ini.
Wallahu ‘alam bishowab.
Views: 3
Comment here