Surat Pembaca

Kebijakan Makan Bergizi Gratis, Tidak Menyentuh Akar Masalah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Santy Mey

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Dalam rangka merealisasikan salah satu janji dari Presiden dan Wapres terpilih yakni program makan bergizi gratis (MBG). Pada Oktober kemarin, dilakukan uji coba program makan bergizi gratis selama lima hari berturut-turut. Adapun dihari kelima acara tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung bersama Polresta Bandung, melakukan uji coba program MBG di SDN Talaga, Desa Cisondari Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jabar (Kompas.com, 25-10-2024).

Tidak bisa dimungkiri, bahwa setiap kebijakan akan selalu menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Semisal, pada saat uji coba program tersebut, banyak dari orang tua siswa yang menyatakan dukungannya, karena merasa terbantu dalam menghemat pegeluaran uang jajan anak.Namun, tidak sedikit pula kalangan yang mempertanyakan tujuan uji coba program makan bergizi gratis ini. Apakah untuk memberantas stunting dan gizi buruk atau untuk meningkatkan kualitas generasi.

Sebabnya, bila pembangunan kualitas generasi yang sekedar berdasar pada isi perut dan mengabaikan isi kepala, pada suatu saat akan menemukan titik jenuhnya. Pasalnya, isi perut tidak selalu menunjang aktivitas berpikir. Sedangkan, dengan pemenuhan isi kepala jelas akan menentukan standar dan hasil dari aktivitas berpikir tersebut.

Terlebih lagi, dalam prakteknya di lapangan yang lebih menonjol dari program makan gratis ini, justru bagi-bagi tender bukan program meningkatkan kualitas gizi masyarakat. Hal tersebut hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, seperti para oligarki.

Memang watak dari sistem kapitalisme, selalu mencari kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Sementara, negaranya hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang selalu memuluskan para pemilik modal saja, bukan sebagai pelayan rakyat.

Alhasil, rakyat sendiri yang sejatinya berhak atas kepemilikan kekayaan alam, malah nyaris tidak dapat menikmatinya. Padahal amat jelas, bahwa umat muslim berserikat dalam tiga hal yakni padang rumput, air dan api.Ini berarti, negara telah melanggar ketentuan Allah Swt. dengan menyerahkan harta milik rakyat kepada swasta, asing dan aseng.

Sehingga, setiap solusi yang diberikan bukan solusi tuntas, maka tidak heran jika permasalahan akan terus ada, selama sistemnya belum diganti.Pemerintah seharusnya menetapkan kebijakan untuk menghilangkan
atau meminimalkan kemiskinan.

Masalahnya, sistem demokrasi kapitalisme meniscayakan kemiskinan, karena negara telah lalai dalam menjalankan fungsinya sebagai ra’in (pengurus rakyat). Sehingga, tidak mampu meriayah masyarakat, yang pada akhirnya rakyat harus rela banting tulang, berjuang mencari sendiri untuk memenuhi kebutuhannya, yang seharusnya menjadi tugas negara.

Sistem ekonomi kapitalisme telah menyebabkan tingkat kemiskinan makin menjulang, pendapatan masyarakat rendah, tingginya kenaikan harga pangan bergizi bagi keluarga dan lapangan kerja sempit yang mengakibatkan banyaknya pengangguran.

Alhasil, kondisi ekonomi yang serba sulit mendorong peningkatan angka stunting dan gizi buruk. Sungguh Ironis, di negeri yang subur makmur dan kaya akan sumber daya alam, rakyatnya harus mengalami kemiskinan serta mengalami stunting dan gizi buruk. Padahal, dengan kekayaan yang berlimpah seharusnya bisa mensejahterakan rakyat.

Demokrasi yang katanya pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat namun pada praktenya yang tidak sesuai dengan teori. Sebagai contoh, program makan gratis bergizi gratis telah mempertontonkan inkonsistensi ucapan penguasa. Bisa jadi, sekarang bilang gratis, besok lusa mungkin harus bayar.

Lain halnya dalam sistem Islam, pemimpin ibarat penggembala, akan bertanggungjawab atas gembalaanya. Sebagaimana, seorang pengembala adakalanya ia berada di depan rakyat untuk memimpin dan mengomandoi mereka. Adakalanya juga, Ia berada di belakang rakyat untuk mengarahkan dan memberi perlindungan serta jaminan keamanan. Begitu juga, adakalanya berada di samping kanan dan kiri rakyat untuk mendampingi mereka agar tetap terjamin kebutuhan dan layanan yang diberikan.

Walhasil, pemimpin Islam akan merasa senang tatkala menyaksikan rakyat yang dipimpinnya bahagia dan sejahtera, karena semua kebutuhannya berupa sandang, pangan dan papan dapat terpenuhi dengan baik. Bahkan, jaminan kesehatan, keamanan dan pendidikan dapat terpenuhi pula.

Sebab, pemimpin Islam paham betul akan amanah yang diembannya sangat berat, karena menyakut hajat hidup orang banyak. Dan kelak, di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Sebagaimana Rasulullah Saw. pernah menyampaikan, bahwa seorang pemimpin yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya di akhirat kelak. (HR. Muslim)

Wallahu’alam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here