Opini

Kebocoran Data, Keseriusan Pemerintah Wajib Dipertanyakan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Khadijah, S. Si (Pemerhati Sosial Media)

wacana-edukasi.com– Kemunculan Hacker Bjorka kembali mengagetkan publik. Setelah sebelumnya mengklaim memiliki miliaran data SIM Card berupa NIK dan KK, kini Bjorka juga mengklaim telah membocorkan dokumen-dokumen penting kepresidenan termasuk surat-surat rahasia dari Badan Intelijen Negara atau BIN. Melansir kompas (10/9/2022), terdapat total 679.180 dokumen berukuran 40 Mega Byte (MB) dalam bentuk data terkompres telah diunggah oleh Bjorka.

Dalam unggahan tersebut mencantumkan sejumlah contoh dokumen yang diberi judul, antara lain, “Permohonan Dukungan Sarana dan Prasarana, ”Surat Rahasia kepada Presiden dalam amplop tertutup” dan “Gladi Bersih dan Pelaksanaan Upacara Bendera pada Peringatan HUT ke-74 Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 2019” (kompas.com, 10/09/2022).

Merespon hal tersebut, Badan Intelejen Negara (BIN) membantah adanya kebocoran surat presiden oleh peretas Bjorka. Juru bicara BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan bahwa dokumen-dokumen tersebut aman terkendali karena menggunakan pengaman berlapis serta nama samaran (CNNIndonesia, 11/09/2022). Namun kemudian pemerintah merespon heaker Bjorka dengan membentuk tim khusus yang terdiri dari empat lembaga pemerintah yakni BSSN, Kominfo, Polri dan BIN.

Kebocoran data dan dokumen di Indonesia bukanlah hal baru. Sepanjang tahun 2020 terdapat tujuh kasus kebocoran data, baik data milik pemerintah maupun swasta seperti Data Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014, Tokopedia, KreditPlus, ShopBack, RedDoorz, Cermati dan Bhinneka.com (kompas.com, 01/01/2022). Data yang diretas kemudian diperjualbelikan di forum gelap atau dark web dengan harga fantastis.

Begitu pun di tahun 2022 ini, data Bank Indonesia, Pertamina, data pelanggan PLN, data pasien rumah sakit, data pengguna indiehome, data pelanggan jasa marga, data perusahaan Indonesia dan data menteri Menkominfo adalah data yang diretas sebelum kasus Bjorka ini booming.

Menurut ahli digital forensik Ruby Alamsyah menilai instansi Pemerintah dan swasta di Indonesia tidak menjadikan keamanan teknologi informasi sebagai prioritas, tetapi lebih memprioritaskan pemberian jasa atau produk dibandingkan keamanan siber (tribunnews, 10/09/2022).

Selain itu, Pakar Keamanan Siber dari Cissrec, Pratama Persadha berharap pemerintah dapat menjadikan kasus kebocoran data sebelumnya menjadi pembelajaran, bukan hanya kasus hacker Bjorka saja. Perbaikan tata kelola data pribadi sangat diperlukan dan berharap pemerintah tidak saling lempar tanggung jawab (tribunnews.comn 13/09/2022).

Kebocoran data yang selalu terjadi, sesungguhnya membuktikan bahwa pemerintah belum sepenuhnya serius dalam memberikan rasa aman bagi masyarakatnya. Data yang diretas berpotensi disalahgunakan oleh pihak tertentu dan sangat merugikan masyarakat. Saling lempar tanggung jawab bukanlah solusi atas masalah tersebut, karena sejatinya persoalan kebocoran data menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Maka tidaklah mengherankan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah semakin berkurang.

Islam sebagai agama sempurna, sejatinya memandang bahwa adanya kebocoran data dan dokumen rahasia oleh pihak tertentu dipandang sebagai suatu pelanggaran dan terkategori haram. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam surah QS. al-Baqarah ayat 188 berbunyi:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS.al-Baqarah: 188).

Dalam hukum syari’at, perbuatan tersebut dihukumi sebagaimana kasus pencurian. Dalam Hadist Nabi SAW dalam riwayat Abu Daud dikatakan bahwa “Barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus- menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan, dengan sembunyi-sembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan.”.

Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh dalam menjaga data pribadi masyarakatnya. Struktur pemerintahan Islam terdapat Departemen Dalam Negeri yang bertugas menjaga dan melindungi data atau dokumen milik masyarakat dan negara agar tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu. Sistem informasi yang berkembang dimanfaatkan untuk proteksi dan menjaga keamanan data elektronik secara menyeluruh. Dengan begitu, pelanggaran terhadap perbuatan kebocoran data mampu diminimalisir bahkan dihilangkan. Wallahu a’lam.

.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 26

Comment here