Oleh: Zahra (Pegiat Media Sosial)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Selain sandang dan pangan, kini kebutuhan papanpun mulai sulit. Papan berupa rumah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi setiap orang. Di dalamnya manusia dapat beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan melakukan berbagai aktivitas lain untuk menunjang kehidupannya.
Namun saat ini, memiliki rumah menjadi impian yang kesannya sulit dicapai. Ditambah fenomena kaum muda sekarang yang dikenal dengan istilah “homeless millenial generation”, yakni julukan yang memiliki makna sulitnya membeli rumah lantaran harga rumah yang membumbung tinggi.
Dikutip dari cnbc Indonesia, data Leads Property, untuk rumah komersial harga rata-rata rumah per unit di Jabodetabek sudah mencapai Rp 2,5 miliar. Bukan lagi jutaan, tapi perlu buget milyaran agar generasi milenial bisa memiliki rumah. Sedangkan, pertumbuhan penduduk semakin meningkat, yang menyebabkan kebutuhan papan atau rumah juga meningkat.
BPS memperkirakan, di tahun 2023 penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan akan terus meningkat menjadi 66,6%. Selain itu, Data dari kementrian PUPR menyebutkan bahwasanya terdapat 81 juta milenial dengan status yang berbeda belum mendapatkan fasilitas rumah (CNN Indonesia).
Belum lagi, pendapatan gaji milenial yang saat ini hanya mampu mencukupi kebutuhan pangan dan sandang, sehingga mereka tidak mampu menyisihkan uang untuk membeli rumah. Alhasil, para milenial yang homeless, mereka bukan tidak ingin membeli rumah melainkan tidak mampu membeli rumah, yang hal ini disebabkan oleh sistem pasar yang membebaskan setiap pemilik modal untuk menetapkan harga pasar.
Kapitalisme Sumber Persoalan Hidup
Sebagaimana diketahui, tempat tinggal bukan sesuatu yang disiapkan oleh pemerintah. Melainkan perumahan ini merupakan bisnis bagi developer dan proyek strategis untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Dalam bisnis, termasuk properti, para pengusaha tentunya tak mau rugi, sehingga mereka menaikkan harga beberapa kali lipat, sebab seperti itulah prinsip dasar sistem kehidupan saat ini.
Sedangkan pemerintah, belum ada solusi yang benar-benar menyelesaikan kebutuhan papan ini. Sebab, solusi KPR yang ditawarkan, ujung-ujungnya hanya mencekik rakyat lantaran rakyat akan terjerat cicilan hutang selama bertahun-tahun, perasaan tidak tenang karena cicilan hutang tiap bulannya, serta terjerumus ke dalam riba.
Selain itu, salah satu penyebab harga rumah saat ini melambung tinggi dikarenakan pembangunan perkotaan. Sehingga mengurangi lahan hidup, kebutuhan rumah meningkat, dan harganya pun terus naik. Mau tak mau mengharuskan masyarakat untuk tetap membeli meskipun merasa sulit atasnya.
Inilah potret buram kehidupan dalam sistem Kapitalisme, biaya hidup tinggi dan mahal. Adapaun sarana pinjaman yang begitu banyak, tidak mampu menjawab persoalan biaya hidup. Faktanya keberadaan pinjaman baik online maupun tidak malah membuat hidup terhimpit, terbayang-bayang hutang dan penagih. Alhasil banyak orang yang memilih untuk mengakhiri hidup. Bunga pinjaman pun begitu tinggi, hal ini justru menjadi kesulitan hidup bagi masyarakat.
Belum lagi sistem Kapitalisme melahirkan individu yang egois, maindsetnya pun hanya seputar materi. Bahkan materi menjadi sumber kebahagiaan hidup semata dan manusia berbondong-bondong mengejarnya. Kapitalisme jelas tak mampu menyelesaikan masalah, yang ada justru menambah masalah hidup. Contohnya pada sarana pinjaman yang mudah didapatkan. Pada dasarnya sekilas memang memudahkan, sebaliknya memberatkan hidup masyarakat dikarenakan bunga yang membangkak. Selain itu juga praktik ini merupakan haram.
Islam Menjawab Masalah Papan
Islam sangat memperhatikan perihal pengadaan papan. Sebab dalam Islam, kebutuhan papan masyarakat merupakan sesuatu yang wajib dipenuhi. Saat ini, pembangunan terjadi karena berorientasi pada kapitalistik, sedangkan Islam membangun dengan orientasi mengurusi kebutuhan rakyat.
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki panduan khusus untuk mengatasi masalah tempat tinggal. Beberapa hal yang akan dilakukan antara lain, pertama, Islam mewajibkan setiap laki-laki bekerja. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan, baik dengan membuka lapangan pekerjaan baru, memberikan lahan untuk diolah, atau memberikan modal usaha. Dengan begitu masyarakat bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Kedua, apabila ada rakyat yang tidak mampu bekerja karena alasan syar’i, sudah menjadi kewajiban keluarganya dengan membantu memberikan tempat tinggal, pakaian, hingga makanan. Ketiga, jika tahap sebelumnya tidak dapat dilaksanakan, hal itu akan menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan.
Tempat tinggal itu bisa dibangun dari uang negara atau harta milik umum, dan kebijakan pemberiannya sesuai dengan ijtihad yang ada. Rumah tersebut pun dapat dijual dengan harga terjangkau, disewakan, bahkan diberikan cuma-cuma.
Selain aturan di atas, Islam membuat kebijakan lain yang akan mendukung rakyat memiliki rumah.
Beberapa kebijakan di antaranya adalah larangan menelantarkan tanah; mengatur sebab-sebab kepemilikan tanah; mengelola tanah ash-shawafi (tanah yang tidak ada pemiliknya atau yang lain) untuk dijual, dikelola, atau diberikan kepada yang membutuhkan; mengelola harta milik umum; hingga melakukan transaksi dengan halal dan tidak ribet. Hanya saja, semua itu hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan aturan Islam.
Wallahu’alam Bisshawab.
Views: 15
Comment here