Oleh: Anita Rachman (Pemerhati Sosial Politik)
Wacana-edukasi.com— Ben Shapiro mencoba menawarkan konsep agar Amerika tak benar-benar hancur sebagaimana judul buku yang ditulisnya, “How to Destroy America in Three Easy Steps”. Menurutnya sebuah negara akan kuat jika filosofi, budaya dan sejarahnya kuat. Menurut Ben, filosofi yang akan membuat Amerika kembali dan terus menjadi kuat adalah, penghargaan atas hak asasi manusia setinggi-tingginya, perlakuan yang sama manusia di hadapan hukum dan membatasi peran negara hanya pada menjaga hak asasi dan persamaan hukum tadi. Tidak boleh ada intervensi negara terhadap keduanya.
Aplikasi dari filosofi ini, Ben tidak mau kebebasan berbicara, bahkan hate speech diatur. Hal ini menurut Ben akan menghancurkan kultur Amerika yang menjunjung toleransi (membebaskan orang lain melakukan apa pun, meskipun itu tidak kita sukai). Termasuk maraknya pembakaran Al Quran maka menurut Ben ini dibiarkan saja karena merupakan hak asasi. Sebagaimana statement Voltaire: “Saya tidak suka kamu mengatakan itu, tapi saya akan membela hak kamu sampai mati untuk mengatakan itu.”
Tapi di sisi lain, Ben menentang keras LGBT dan gerakan feminisme, karena dianggap akan merusak tatanan keluarga dan agama (gereja). Dimana gereja dan keluarga menurut Ben adalah institusi sosial berbasis entitas moral yang kuat (powerfull), tahan lama, yang akan memperkuat kultur (budaya) Amerika. Negara tidak berhak ikut campur gereja dan keluarga dalam menentukan nilai atau norma yang berlaku di masyarakat.
Kultur Amerika juga akan kuat dengan sikap keras kepala (pantang menyerah) warga negaranya dalam membela hak-hak asasinya dalam melawan tirani, termasuk dengan menjamin kepemilikan senjata dalam Undang-Undang. Di saat yang sama, Ben sangat keras terhadap orang-orang yang mengkritik kapitalisme Amerika sebagai sistem yang tidak sempurna, tidak fair, tidak adil, dan rasis. Hal ini akan menyerang budaya (kultur) Amerika yang menganut Free Market.
Pemikiran-pemikirian Ben yang cenderung konservatif ini otomatis bertolak belakang dengan pemikiran kelompok liberal, termasuk Obama. Menurut Obama, manusia tidak punya hak asasi sebagaimana di klaim oleh Ben. Hak-hak tersebut ada karena diciptakan oleh negara, seperti Obama Care yang menjadi salah satu programnya di bidang pelayanan kesehatan. Menurut Obama, kesehatan adalah hak yang diciptakan oleh negara untuk warganya. Sementara menurut Ben, kesehatan, pendidikan dan lain-lain itu bukanlah hak, namun privilege.
Poin berikutnya, tentang perlakukan sama di depan hukumpun, menurut Obama, negaralah yang menciptakan persamaan itu. Awalnya tidak ada keadilan di depan hukum, hingga kemudian negara membuat peraturan agar persamaan (keadilan) itu terwujud. Peran negara pun menjadi bertolak belakang antara Konservatif (Ben-Republic) dengan liberal (Obama-Demokrat).
Akhirnya antara dua ideologi ini menjadi tidak pernah ada titik temu karena kebenarannya bersifat relatif. Contoh, kasus aborsi, satu pihak membela ibunya, sehingga membolehkan aborsi, pihak lain membela bayinya sehingga melarang aborsi. Atau aturan kontrol senjata, satu pihak menganggap penting sebagai pertahanan diri, pihak lain melarang karena akan membahayakan orang lain. Padahal semua sama-sama benar, karena urusannya sama-sama keselamatan nyawa. Sama saja dengan dua orang melihat angka 6 dari dua arah yang berbeda, dimana yang satu pasti akan melihatnya sebagai angka 9.
Ustaz Yudha Pedyanto dalam bedah buku Ben Shapiro ini menyampaikan, perdebatan Republik VS Demokrat sekalipun sering disebut perdebatan ideologis, sejatinya adalah perdebatan dalam satu arena ideologi, yaitu sekularisme. Persepsi (mafahim), tolok ukur/standar (maqayis) dan qanaat (keyakinan) nya muncul dari ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan. Pemikiran yang tidak melibatkan Tuhan (wahyu), tapi hanya sebatas akal pikir manusia.
Lebih lanjut Ustaz Yudha menyimpulkan perbedaan mendasar/prinsipil keduanya (padahal sama-sama sekuler) sampai-sampai polarisasinya sedemikian tajam adalah bagi konservatif; negara sekedar penjaga hak-hak warga negara, tidak lebih. Sedangkan bagi liberal; negara justru sebagai instrumen yang mewujudkan hak-hak warga negara
Bagaimana di dalam Islam? Islam tidak mengenal HAK dalam arti HAK asasi. Yang ada adalah kewajiban dan penghambaan asasi kepada Allah SWT. HAQ (bukan HAK) dalam Islam adalah KEBENARAN yang datangnya dari Allah. Syariat Allah itu adalah HAQ (kebenaran) yang harus diikuti tanpa tapi, tanpa nanti. Islam memandang manusia memiliki akal dan kebutuhan. Dan kebutuhan dibedakan menjadi kebutuhan fisik/jasmani (makan, minum) dan naluri (survival, seksual, spiritual). Semua manusia sama dalam hal ini. Bukan dengan konsep Right (hak asasi) yang disampaikan Ben (konservatif).
Dengan akalnya manusia bisa memilih jalan kebenaran atau sebaliknya, dan dia akan mempertanggungjawabkannya. Tidak ada yang bisa memaksa manusia berbuat baik atau buruk, apakah itu setan, malaikat maupun negara, sebagaimana pemahaman orang-orang liberal.
Inilah akibatnya jika proses pemecahan masalah tidak ditempuh dengan pemikiran yang cemerlang (mustanir). Akal manusia yang jelas terbatas mustahil akan menghasilkan formula berupa aturan atau sistem hidup yang sempurna. Peraturan buatan manusia yang subyektif dan relatif hanya akan berujung pada kebingungan, konflik, pertentangan hingga muncullah kerusakan. Keterbatasan akal manusia membuat pemecahan masalahnya hanya sebatas pada hal-hal yang dapat diindera. Solusinya juga sebatas solusi parsial dan jangka pendek, bukan solusi fundamental dan menyeluruh.
Sementara Islam punya jawaban atas semua problematika hidup manusia. Tak sebatas pada sesuatu yang bisa diindera. Tidak cukup pada solusi pragmatis semata. Namun, mampu memecahkan ada apa di balik manusia, alam semesta dan kehidupan ini, kemudian apa hubungannya dengan sesuatu sebelum dan sesudahnya. Darimana semua ini berasal dan akan kemana setelahnya.
Bahwa tiga unsur tadi, yaitu manusia, alam semesta dan kehidupan berasal dari Sang Pencipta, dan nanti akan kembali kepada-Nya. Sehingga aturan terbaik yang pasti benar dan pasti sempurna, jelas bukan dari manusia, tapi dari Pencipta Manusia, Allah Swt. Dengan demikian, kebangkitan peradaban manusia yang mulia dapat terwujud.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 36
Comment here