Opini

Kedudukan Sejarah Bagi Seorang Muslim

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ainul Ma’rifah

Wacana-edukasi.com — Miris hati kala mendengar pernyataan bahwa sejarah akan dihapuskan dari kurikulum pendidikan di negeri ini. Meskipun pernyataan tersebut telah diklarifikasi, tetap saja tak bisa dipungkiri bahwa ada kemungkinan akan muncul kembali pernyataan itu.

Sebagaimana dikutip dari jpnn.com, pengamat dan praktisi pendidikan Dudung Nurulah Koswara tidak gembira dengan klarifikasi Kemendikbud bahwa mata pelajaran (mapel) sejarah tetap dipertahankan. Sebab, sudah sejak lama mapel ini akan dihilangkan. “Ada satu jenis tindakan aborsi yang sangat berbahaya dan sangat berisiko tinggi hadirnya cacat mental kebangsaan. Cacat nasionalisme, nir kepahlawanan dan nir adab. Tiada lain adalah aborsi sejarah suatu bangsa dalam sebuah kurikulum di dunia pendidikan,” kata kepala SMAN 1 Parungpanjang ini kepada jpnn.com beberapa waktu lalu.

Sejarah, ia memiliki tempat di hati setiap perjuangan sebuah bangsa dimanapun dan tak akan mungkin hilang sampai kapanpun. Termasuk sejarah hebat dan panjang perjuangan kaum muslimin dalam meraih kebangkitannya kembali. Bahkan, sejarah panjang negeri ini pun tak luput dari perjuangan kaum muslimin memahami konsep jihad yang mereka manifestasikan dalam sebuah perlawanan mengusir penjajah. Namun sayang beribu sayang, hari ini sejarah tidak mendapat perhatian lebih dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Ia hanya dipandang sebagai sebuah nostalgia masa lalu tanpa perlu diambil sebuah pelajaran dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Bahkan tak luput dari wacana penghapusan.

Al-Qur’an al Karim, kitab suci kaum muslimin yang merupakan panduan hidup setiap muslim, disebutkan bahwa sepertiga isi di dalamnya adalah membicarakan tentang sejarah. Kisah para nabi dan kaum terdahulu, yang di dalamnya penuh pelajaran dan hikmah. Hal ini menunjukkan bahwa Allah ingin bahwa panduan hidup kaum muslimin sepertiganya adalah sejarah. Itulah kedudukan sejarah bagi seorang muslim.

Ketika al-Qur’an yang sepertiga isinya sejarah menjadi pedoman kaum muslimin, maka saat itu Islam dan Kaum Muslimin mengalami kejayaan luar biasa di semua bidang kehidupan. Islam dengan peradabannya yang mengalami kejayaan masa lalu hingga seribu tahun lebih itu, telah membuktikan bahwa adanya sejarah sebagai pedoman adalah kunci kejayaannya. Maka sebaliknya, kealpaan dalam menjadikan sejarah yang ada dalam al-Qur’an sebagai pedoman itulah alasan umat Islam hingga hari ini masih dalam keterpurukan.

Sebuah pengantar buku dari Prof. Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi yang berjudul “Bangkit dan Runtuhnya Bangsa Mongol” mungkin bisa sedikit membangunkan jiwa ksatria yang mengalir pada diri setiap Kaum Muslimin. “Sejarah kejayaan intelektual bangsa tidak akan pernah binasa, kekayaan ilmu yang terpendam tidak mungkin pernah habis, membuat kita dapat meraih kemurnian keimanan dan kemuliaannya. Peradaban yang terpendam itulah yang membantu kita untuk membentuk masa yang kita jalani saat ini dan masa depan yang cerah. Untuk melanjutkan kehidupan yang mulia di bawah bayangan masyarakat Islam, yang meliputi ideologi yang lurus dan peribadatan yang benar, dengan didorong oleh ajaran yang tinggi dan diatur oleh pengajaran Islam, yang menuntun sisi ekonomi, budaya, dan politik, ke arah dimana jika kita menoleh masa lalu maka kita tidak berpaling kepada masa itu untuk kembali pada keterpurukan dan berjalan mundur ke belakang, tapi kita harus mengambil pelajaran darinya untuk meraih kekuatan agar dapat melangkah ke depan, untuk mengikat antara masa lalu yang gemilang dan masa depan yang cerah, berjalan ke depan agar bisa mencapai kegemilangan yang baru dari kegemilangan masa lalu”.

Kita semua tahu bahwa hanya tenggelam dengan masa lalu saja berarti tidur dan kaku, sementara hanya tenggelam dengan masa depan saja berarti hilang akal atau kegilaan, dan hanya tenggelam dengan masa kini saja berarti duduk dalam ketidakmampuan. Oleh karena itu, kita menginginkan agar masa lalu dapat diambil pelajarannya untuk menjadi pendorong dan motivasi, agar masa depan menjadi tujuan dan petunjuk, agar masa kini menjadi sandaran dan penopang.

Kita semua juga tahu bahwa kegemilangan ini tidak akan kembali dengan hanya berbicara atau berkhotbah. Kita semua tahu bahwa seorang tahanan yang diborgol dengan rantai tidak dapat dikatakan sedah bebas hanya dengan bernyanyi tentang kebebasan dan berdendang dengan kenikmatannya. Kita semua tahu bahwa orang yang sedang lapar tidak mungkin akan bisa kenyang dengan hanya diingatkan tentang lauk pauk yang dimakan di masa lalu atau mengungkapkan keberagamannya. Kita semua tahu bahwa orang yang miskin tidak akan bisa menjadi kaya hanya dengan mengingat masa jayanya atau membanggakan harta yang sudah hilang dari tangannya. Kita semua tahu bahwa orang hina tidak akan dapat terangkat derajatnya hanya dengan mengumbar kemuliaan yang dimiliki oleh kakek moyangnya, sedang ia tidak memiliki batu lompatan untuk meninggalkan kehinaan itu. Kita tahu bahwa seorang fakir yang sudah melupakan masa kejayaan tidak bisa begitu saj merasa nyaman dengan kefakirannya, dan tidak semangat lagi untuk mengubah nasibnya. Kita semua tahu bahwa orang hina yang sudah melupakan masa kemuliaannya tidak bisa begitu saja merasa betah dengan kehinaannya dan tidak mau mendapatkan kekuatan untuk menghilangkannya.

Apabila kita sudah merasa tenang dengan kejayaan masa lalu kita, dan kita merasa cukup dengan khotbah yang menggambarkan kejayaan itu atau makalah yang memujinya, itu semua sudah kita rasa cukup, maka kejayaan itu tidak akan pernah kembali kepada kita.

Jika kita melupakan begitu saja melupakan bahwa kita adalah anak-anak dari pemimpin dunia dan orang-orang hebat di masa lal, maka tidak akan bergerak sedikitpun semangat kita untuk mengembalikan kejayaan itu.

Kita tentu tidak ingin kembali ke masa lalu, karena zaman pasti akan terus berjalan, tidak akan pernah berhenti dan tidak akan juga kembali. Kita juga tidak ingin kembali ke kehidupan di masa lalu, dan meninggalkan keberhasilan yang ada saat ini. Namun yang kita inginkan adalah kembali pada cita-cita yang tinggi, pada kemuliaan yang tidak pernah hilang nilainya meskipun dimakan oleh waktu. Seperti emas dan berlian yang tidak berubah oleh usia dan tidak berkarat seperti besi. Nilai yang dihasilkan dari semangat seperti emas dan berlian yang dihasilkan dari tambang.

Yang kita inginkan adalah kembali pada kehidupan yang penuh keimanan, ketakwaan, kebajikan, keadilan, peribadatan yang tulus karena Allah, syariat yang diterapkan pada setiap pribadi dan bangsa, membebaskan diri dari setiap kemusyrikan, baik terlihat ataupun yang tersembunyi, dan mengamalkan firman Allah SWT. “Allah telah Menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan Menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah Menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan Meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia Ridai. Dan Dia benar-benar Mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (TQS. An-Nur: 55).

Wallahu’alam bi ash showab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 83

Comment here