Oleh Ummu Abdul Hamid
(Muslimah Peduli Umat)
Kapitalisme akar masalah pandemi dan batalnya haji Buntut dari pandemi Covid-19 yang berekepanjangan, umat Islam yang berada di luar Arab tidak bisa menunaikan haji. Sejatinya pandemi tak berujung karena abai dan kurang seriusnya dunia global mengatasi pandemi.
Wacana-edukasi.com — Secara resmi, pemerintah Arab Saudi telah mengumumkan akan menggelar penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Namun, hanya diperuntukkan bagi jamaah domestik, yakni penduduk lokal dan para ekspatriat yang telah berada di negara tersebut. Jumlah peserta pun dibatasi maksimal 60 ribu jamaah, rentang usia 18 sampai dengan 65 tahun. Selain itu, Arab Saudi juga menutup akses haji bagi jamaah internasional untuk melaksanakan ibadah haji sejak 2020 dikarenakan tren penularan virus corona masih meningkat secara global (CNNIndonesia.com) (Sabtu,12/6).
Tahun ini adalah kali kedua ibadah haji ditiadakan secara global. Sontak keputusan tersebut mengejutkan umat Islam tak terkecuali di Indonesia.Kekecewaan pun dirasakan terutama para calon jamaah haji yang berada di daftar tunggu, sebab tertunda lagi kesempatan mereka untuk naik haji. Ironis tentunya, Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar, tetapi tidak bisa menunaikan ibadah haji.
Kapitalisme akar masalah pandemi dan batalnya haji Buntut dari pandemi Covid-19 yang berekepanjangan, umat Islam yang berada di luar Arab tidak bisa menunaikan haji. Sejatinya pandemi tak berujung karena abai dan kurang seriusnya dunia global mengatasi pandemi.
Sejak awal para ahli sudah menyarankan untuk lockdown tetapi tak digubris, sehingga virus Covid-19 hanya ada di Wuhan Cina sekarang sudah menyebar ke seluruh dunia. Kebijakan dunia yang diambil hanya memakai pertimbangan ekonomi untung dan rugi. Kebijakan new normal, yakni hidup berdampingan dengan Covid seiring dengan masifnya vaksin semata-mata bertujuan untuk memulihkan ekonomi bukan nyawa. Alih-alih ekonomi pulih, justru sekarang mengalami tren peningkatan, hal ini pun yang menjadi alasan pemerintah Arab Saudi melarang jemaah haji dari luar Arab Saudi untuk masuk.
Tak jauh berbeda penanganan pandemi di Indonesia, tampak dari berbagai kebijakan yang kontradiktif. Seperti penerbangan dari luar atau dalam negeri tetap bebas masuk, mudik dilarang tetapi tempat wisata dibuka, pelanggaran prokes tebang pilih. Jika memang sedari awal negara memang peduli dengan keselamatan masyarakat kebijakan dibuat selaras dengan kebijakan yang dibuat. Penanganan pandemi tidak hanya diserahkan pada individu agar mentaati protokol kesehatan, karena itu hanya sebagian kecil dari solusi atasi pandemi. Butuh kebijakan tegas negara yang bersungguh-sungguh menyelamatkan nyawa manusia dari ancaman virus Covid-19. Namun tidak mungkin itu bisa dilakukan sistem kapitalisme, karena menurutnya menyelamatkan ekonomi jauh lebih penting daripada nyawa. Inilah paradigma kapitalisme yang salah dan terbukti gagal menangani pandemi global. Kerugian yang teramat besar dirasakan umat Islam dua tahun tidak dapat menunaikan kewajiban ibadah haji. Tentunya kita butuh solusi alternatif yang bisa tuntas mengatasi pandemi sehingga tidak menimbulkan masalah cabang yang lain.
Kepemimpinan Islam mampu tuntaskan pandemi dan implikasinya
Pemerintah Arab Saudi adalah pelayan Tanah Suci yang menyelenggarakan haji. Justru selama masih memakai paradigma kapitalisme dalam menyelesaikan pandemi. Disayangkan tidak mau mengambil solusi Islam meskipun notabene sebagai negara mayoritas penduduknya muslim. Alhasil berimbas pada gagalnya umat Islam di luar Arab menunaikan kewajibannya. Padahal Islam sudah memiliki paradigma sesuai syariat dalam mengatasi pandemi. Yakni karantina wilayah atau lockdown, tes masif guna memisahkan antara yang sehat dan yang sakit. Untuk yang sakit diberikan pengobatan terbaik secara cuma-cuma sampai sembuh.
Dalam sistem Islam sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara, yakni wajib bagi negara memfasilitasi warga untuk menunaikan ibadah haji. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Apalagi dalam kondisi ekstra ordinary seperti saat ini maka negara tetap wajib mengupayakan penyelenggaraan ibadah haji dengan mekanisme:
1. Negara wajib membangun berbagai infrastruktur yang memadai untuk menampung jamaah haji seluruh dunia.
2. Negara wajib menjamin keamanan dan kesehatan jama’ah dengan menerapkan taat protokol kesehatan.
3. Negara wajib menyediakan makanan, minuman, vitamin, dan obat-obatan untuk menunjang kesehatan jamaah haji.
4. Negara wajib menyediakan fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang terbaik untuk menangani jamaah haji yang sakit.
Sejarah mencatat bagaimana keseriusan negara dalam memfasilitasi penyelenggaraan haji. Ketika di zaman Sultan ‘Abdul Hamid II, khilafah pada saat itu membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengangkut jamaah haji. Sebelumnya di zaman Khilafah Utsmaniyah, Khalifah ‘Abbasiyyah, Harun ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah). Pada masing-masing titik dibangun pos layanan umum menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi jama’ah yang kehabisan bekal.
Demikian perhatiannya khilafah pada penyelenggaraan ibadah haji, karena itu adalah kewajiban harus ditunaikan oleh seorang muslim yang sudah memenuhi syarat. Maka menjadi tanggung jawab negara terutama negara yang menjadi tuan rumah penyelenggara haji.
Hanya dengan mewujudkan kepemimpinan Islam yang mampu menuntaskan pandemi dan implikasi yang menyertainya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 0
Comment here