Opini

Kegagalan Negara dalam Membangun Moral Publik

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Suniangsih

Wacana-edukasi.com, OPINI–Hari ini berbagai kanal berita kerap kali memberitakan tentang perbuatan tidak senonoh, seperti berita tertangkapnya pasangan suami istri yang mengadakan pesta seks swinger (Kompas.com, 10/02/2025). Ada juga kasus seorang guru yang mengajak muridnya melakukan perbuatan tak bermoral di Solo hingga dua tahun.

Begitupun jagad maya yang deras dengan arus pornografi dan judi online, sedangkan di dunia sosial media marak pula dengan konten-konten tak bermoral demi mendapatkan perhatian atau followers. Bahkan mereka tidak lagi memperhatikan apakah kontennya akan membuat nama baiknya menjadi buruk, yang penting viral.

Di dunia nyata pun kita melihat bahwa generasi sekarang perilakunya sudah jarang menggunakan adab, maraknya kenakalan remaja seperti klitih (kejahatan jalanan remaja yang membully korban di tempat sepi, bahkan menggunakan senjata tajam), berpacaran didepan umum tanpa merasa malu, berani menginap di rumah teman dan melakukan hal tidak senonoh, dan lain sebagainya. Inilah hasil dari pandangan hidup permisif dan arus liberalisme dari Barat. Masyarakat menjadi rusak moralnya dan terjadi banyaknya hamil di luar pernikahan, maraknya aborsi, pelecehan seksual dan banyak lagi.

Fakta-fakta tersebut membuktikan degradasi moral di negara ini. Secara otomatis ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Karena jika generasi emas saat ini rusak maka negara ini kedepannya akan hancur. Bagaimana mungkin akan tercipta kesejahteraan umat jika generasi mudanya berakhlak buruk dan amoral?

Tentunya, negara telah banyak mengeluarkan kebijakan demi mengatasi kenakalan remaja ini, di antaranya diterbitkannya PP 28/2024 tentang kesehatan. Salah satu hal yang diatur dalam PP ini adalah kesehatan reproduksi remaja, termasuk penggunaan kontrasepsi. Demikian juga Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TP-KS).

Namun sayangnya penerapan regulasi tersebut menjadi kontraproduktif, sebab undang-undang tersebut justru menjadi blunder, seolah pergaulan bebas itu diperbolehkan dengan syarat yang telah ditetapkan perundang-undangan tersebut.

Seperti perzinaan dianggap bukan tindakan kejahatan jika dilakukan suka sama suka, padahal ini yang menjadi masalah utamanya. Oleh karena itu, bukannya memperbaiki moral, kebijakan tersebut justru semakin menyebabkan menjamurnya orang-orang amoral. Karena asusila yang dipublikasikan akan menjadi inspirasi dan menjadikan maksiat tersebut dinormalisasi.

Telah terbukti bahwa pemerintah kita telah gagal dalam membangun moral publik, sehingga patut bagi kita untuk mencari solusi alternatif tentang sistem pergaulan.
Kita perlu mengetahui akar masalah dari kerusakan moral saat ini. Penyebab kerusakan moral itu sendiri tidak lain adalah buah dari kehidupan sekuler di mana norma agama (Islam) hanya digunakan dalam ruang privat. Dengan kata lain agama hanya dianggap sekedar ritual saja, sedangkan aturan hidup menggunakan nilai-nilai kebebasan, atau hak asasi manusia, yang tentu saja pengaturan ini justru malah lebih banyak menimbulkan kerusakan. Jadi prinsip hidup liberalisme (kebebasan) ini harus ditinggalkan.

Kemudian satu-satunya hal yang mampu menjadi solusi dalam mengatasi keburukan moral adalah ketika agama (Islam) kembali digunakan sebagai sistem kehidupan yaitu dengan menerapkan syariat Islam dalam segala bidang. Sebab dalam syariat Islam terdapat solusi pencegahan terhadap masyarakat agar tidak melakukan perbuatan amoral yaitu diterapkannya pengaturan interaksi terhadap lawan jenis berdasarkan syariat islam. Seperti yang telah dijelaskan dalam kitab An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani,

“Sistem pergaulan pria dan wanita dalam Islam menjadikan aqidah Islam sebagai asas dan hukum-hukum syariah sebagai tolok ukur dengan hukum-hukum menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur”.

Dalam syariat Islam, pelaku amoral ditindak dengan sanksi yang tegas sehingga menimbulkan efek jera. Sehingga pelaku tidak akan mengulangi perbuatan amoralnya dan ini bisa menjadi pelajaran bagi yang lainnya. Namun aturan interaksi lawan jenis ini tidak bisa berdiri sendiri, karena ini terkait dengan sistem pendidikan

Sebab pemahaman individu itu sangat berpengaruh kepada prilakunya, selain itu aturan ini juga berkaitan dengan penerapan sistem ekonomi, karena masyarakat tidak akan lagi menghalalkan segala cara (termasuk perbuatan amoral) untuk mendapatkan uang demi kehidupan, jika kehidupannya telah disejahterakan oleh negara. Hal ini pun terhubung dengan sistem politik di mana negara akan mengatur keluar masuknya informasi atau propaganda dari luar yang merusak pemikiran-pemikiran masyarakat. Seluruh aspek ini hanya bisa terwujud dalam institusi Islam yaitu Khilafah Islamiyyah.

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang khas, karena struktur negaranya mengikuti sistem pemerintahan Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wassalam di Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin. Maka wajib bagi kita sebagai muslim untuk mewujudkannya selain karena tuntutan akidah, memang kita pun sebagai masyarakat memerlukan pengaturan yang jelas untuk menentukan amal kebaikan kita di dunia dan di akhirat.

Oleh karena itu, masyarakat juga seharusnya mulai menyadari pentingnya mempelajari ilmu Islam dan penerapan Daulah Khilafah Islamiyyah, agar kehidupan Islam yang menyejahterakan rakyat bisa terwujud dan menciptakan peradaban yang diridhai Allah SWT.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here