Oleh Wiwin ummu Atika
wacana-edukasi.com, OPINI– Mengutip berita dari Liputan 6.com, Bandung. Warga Kampung Paledang Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung, Selasa (2/4/2024) lalu dihebohkan oleh penemuan mayat laki-laki tergantung pada dahan pohon di tempat pemakaman umum Kampung Paledang. Setelah dilakukan identifikasi oleh Tim Inafis Polresta Bandung dan dokter, ditemukan pula bekas luka sayatan di pergelangan korban. Hasil pemeriksaan, positif korban meninggal karena bunuh diri.
Veronica Adesia, praktisi Psikolog Klinis menyatakan bahwa kasus bunuh diri di Indonesia makin meningkat dan hal ini merupakan tanda adanya kedaruratan kesehatan di masyarakat. Data Pusat Informasi Kriminal Nasional Polisi Republik Indonesia menunjukkan selama tahun 2023 mulai bulan Januari sampai Oktober telah terjadi 971 kasus bunuh diri. Terjadi kenaikan dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 900 kasus bunuh diri (detikNews 22/1/24).
Veronica menghimbau agar orang-orang sekitar memberikan rasa empati tanpa menghakimi terhadap orang yang bermasalah. Karena rasa empati dapat mencegah orang nekat melakukan bunuh diri. Rasa empati memberikan harapan akan ada bantuan atas masalahnya.
Menurut Emile Durkheim dalam karyanya Le Suiside (1897), seseorang melakukan bunuh diri selalu dilatarbelakangi oleh faktor sosial seperti bermasalah dengan teman, keluarga, kekasih atau karena masalah keuangan. Pendapat ini masih relevan dimana banyak kasus bunuh diri disebabkan oleh adanya masalah sosial dan ekonomi. Banyak kita temui berita bunuh diri karena bertengkar dengan pasangan, putus pacaran, dikejar hutang atau jeratan pinjaman online, korban perceraian orang tua dan lain-lain.
Apalagi di era digital dan dalam sistem kapitalisme sekuler seperti saat ini, hampir setiap orang memegang Handphone. Dan dalam media sosial banyak konten yang mempertontonkan kemewahan, kesuksesan dan kecantikan. Flexing dimana-mana sehingga orang yang tidak dapat mengikuti trend karena ekonomi merasa rendah diri, merasa gagal, tidak berharga dan tidak bahagia.
Ya disini masalahnya, Sistem Kapitalisme menggantungkan kebahagiaan pada materi berupa kekayaan, rumah mewah, kendaraan terbaru, jabatan, ketenaran dan lainnya yang bersifat duniawi. Tidak tercapainya hal tersebut membuat stres, dan hilang semangat hidup. Tidak adanya pemahaman akan agama membuat orang mudah putus asa tidak tahu bergantung kepada siapa, tidak tahu tujuan hidup dan arti kebahagiaan yang hakiki. Maka mentalnya menjadi sakit dan depresi.
Kondisi mental orang kapitalis sekuler makin terpuruk dengan lingkungan sekitar yang egois dan individualistis, tidak peduli dan tidak berempati. Ketidakpedulian orang sekitar memperparah keadaan sakit mentalnya hingga akhirnya bunuh diri jadi pilihan. Betapa murah nilai hidup dalam sistem Kapitalisme.
Lain dengan masyarakat dalam sistem Islam, mereka memahami bahwa standar kebahagiaan bukan pada materi tetapi pada ridho Allah SWT. Maka perbuatan manusia dilandasi akidah dan ditujukan untuk mendapatkan rahmat-Nya. Halal haram jadi aturan dalam perbuatan, tidak ada kebebasan mutlak bagi manusia. Kehidupan diatur dengan aturan Sang Pencipta, Al Khaliq Al Mudabbir.
Segala kekurangan baik fisik atau materi adalah bentuk ujian dari Allah yang harus diterima dengan ikhlas dan dicari solusinya. Ujian bagi seorang muslim adalah suatu keniscayaan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qs Al Ankabut: 2 yang artinya “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata ‘kami telah beriman ‘ sedang mereka tidak diuji ?” Orang beriman paham, ujian pasti Allah berikan, tinggal bagaimana respon kita dalam menghadapi ujian itu, yaitu sabar dalam ketaatan.
Kemuliaan dalam Islam bukan pada materi atau kesuksesan duniawi, tetapi pada takwanya. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT , Qs Al Hujurat : 13 yang artinya, ” … Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa…” Jadi keimanan individu berperan penting dalam menjaga kesehatan mental manusia.
Selain itu, masyarakat Islam tidak bersikap egois dan individual. Sebaliknya Islam menekankan agar amar makruf nahi mungkar ditegakkan ditengah masyarakat. Bila ada yang bermasalah, orang sekitarnya akan membantu mencari solusi. Bila ada pemikiran yang keliru, orang sekitarnya akan berusaha meluruskan kembali kekeliruan itu. Antar muslim itu ibarat saudara, saling mendukung saling menjaga.
Negara/ Khilafah pun tidak tinggal diam, dengan amanah sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung), Khilafah akan bersungguh-sungguh memenuhi kebutuhan rakyatnya, terutama masalah ekonomi. Setiap laki-laki dewasa harus memiliki pekerjaan untuk memenuhi tanggung jawabnya pada keluarga. Tontonan yang merusak mental manusia akan dilarang, sebaliknya masyarakat diberikan edukasi yang menguatkan keimanan.
Demikianlah dalam Sistem Islam, ada kerjasama tiga pilar penjaga yaitu individu yang bertaqwa, masyarakat yang beramar makruf nahi mungkar dan negara yang amanah. Sehingga hidup menjadi berharga yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT, untuk mengumpulkan bekal di akhirat nanti. Allah SWT dengan kasih sayangnya memberikan kehidupan, masa kita putus karena hawa nafsu dan keputusasaan. Allah membenci tindakan bunuh diri. Maka dalam negara dengan sistem Islam tidak akan ada bunuh diri.
Wallahu a’lam bish shawwab.
Views: 9
Comment here