Oleh: Kanti Rahayu (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Kasus seorang anak yang membunuh ayah dan neneknya, serta mencoba menghilangkan nyawa ibunya di sebuah perumahan di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, telah mengejutkan banyak orang, terutama para tetangga dan lingkungan sekolah sang pelaku. tersebut dikenal sebagai sosok yang pendiam, penurut, dan ramah. Pihak sekolah juga memberikan keterangan bahwa pelaku, yang dikenal dengan inisial MAS, adalah siswa yang pintar dan tidak menunjukkan perilaku negatif atau tanda-tanda aneh selama di sekolah.
Tersangka pernah dibawa ke psikiater, dan informasi ini didapatkan dari anaknya sendiri. “Ia sudah dibawa oleh ibunya ke psikiater sebanyak empat kali,” ungkap Kepala Polres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, saat ditemui di Lebak Bulus pada Senin (9/12/2024). Ade menambahkan, pihaknya tidak mengetahui dengan pasti kapan MAS dibawa ke psikiater oleh kedua orangtuanya (Kompas.com).
Dalam penjelasannya, pada kompas (3/12/24) psikolog klinis Liza Marielly Djaprie menganalisis kemungkinan bahwa penumpukan trauma dan frustrasi yang dialami MAS dapat menjadi pemicu di balik tindakan kejamnya. Ia berpendapat bahwa tidak ada orang yang secara tiba-tiba melakukan tindakan kekerasan. Seperti balon yang terus diisi udara, yang pada akhirnya akan meledak ketika mencapai titik puncak.
Kasus pembunuhan yang disertai kebengisan yang kian mengkhawatirkan. Perilaku sadis dan kejam yang muncul di kalangan generasi muda tidaklah terjadi secara tiba-tiba. Berbagai faktor berperan dalam perubahan perilaku ini, mendorong mereka untuk bertindak tanpa kemanusiaan dan mengabaikan nurani serta akal sehat. Di antara faktor-faktor tersebut adalah:
(1) karena pola asuh keluarga. Saat ini, visi dan misi keluarga yang bertakwa semakin tergeser oleh pengaruh sistem sekuler. Banyak keluarga yang membangun pola asuh berdasarkan paradigma kapitalisme sekuler, di mana orang tua lebih fokus memenuhi kebutuhan materi anak tanpa memberikan pendidikan dan pemahaman Islam yang memadai. Seringkali, orang tua terjebak dalam standar-standar kapitalis yang menilai keberhasilan anak hanya melalui nilai akademik yang tinggi, prestasi di sekolah, dan berbagai penghargaan yang diraih.
Akibatnya, tanpa mempertimbangkan kemampuan anak, orang tua sering kali terjebak dalam ambisi untuk membuat anaknya sukses dengan cara apa pun, meskipun hal itu berarti mengorbankan waktu tidur mereka dan menambah jam belajar. Jika pola ini berlanjut, anak akan menghadapi tekanan yang sangat besar, yang dapat mengakibatkan frustasi, stres, bahkan depresi, yang pada gilirannya akan mengganggu kesehatan mental mereka.
Mencapai pendidikan tertinggi dengan prestasi yang gemilang adalah tujuan yang sangat baik. Namun, hal tersebut seharusnya seimbang dengan kemampuan anak dalam menyerap ilmu. Di samping itu, orang tua perlu menempatkan penanaman akidah Islam sebagai prioritas, sehingga anak menjalani setiap langkahnya dengan kesadaran sebagai hamba Allah Ta’ala. Dengan demikian, mereka dapat melaksanakan hak dan kewajibannya bukan karena paksaan atau tekanan ambisi orang tua yang berlebihan.
(2)Lingkungan sekolah dan masyarakat memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan kesalehan anak. Namun, tingginya angka tindakan kriminal yang dilakukan anak, baik terhadap keluarga maupun orang lain, dapat dikaitkan dengan penerapan sistem pendidikan sekuler. Sistem ini telah melemahkan nilai-nilai kesalehan dengan mengizinkan perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti pergaulan bebas, budaya hedonisme, serta sikap permisif, yang mencakup pacaran hingga perzinahan.
Kebiasaan di masyarakat yang dulunya mendorong saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemaksiatan kini semakin pudar, ditengarai oleh nilai-nilai sekuler yang merasuki kehidupan kita. Sistem sekuler ini telah membentuk masyarakat menjadi lebih apatis dan individualis. Selain itu, pengaruh lain seperti permainan daring dan tayangan yang mengandung unsur kekerasan turut membentuk karakter individu yang terbiasa melihat kekerasan sebagai suatu hal yang normal. Tak jarang, kita menemukan bahwa kekerasan dipandang sebagai solusi dalam menyelesaikan berbagai masalah.
(3) peran dan kontrol negara yang minim turut berkontribusi dalam masalah ini. Sistem pendidikan sekuler menghasilkan kurikulum yang juga sekuler. Akibatnya, karakter generasi muda tidak mengalami peningkatan, melainkan justru memburuk. Visi dan misi pendidikan yang bertujuan untuk membentuk generasi yang saleh, berakhlak mulia, dan berkepribadian Islam sulit untuk dicapai dalam kerangka sistem pendidikan sekuler. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sistem tersebut cenderung menjauhkan ajaran agama dari kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, pengawasan dan kontrol oleh negara terhadap konten-konten negatif yang berpotensi merusak generasi muda masih sangat minim. Konten-konten seperti pornografi, kekerasan, perundungan, penyimpangan seksual, serta perilaku seks bebas, dan sejenisnya tampak kurang mendapat perhatian yang memadai.
Selain itu, penerapan sistem sekuler kapitalisme tidak memiliki visi dan misi yang jelas untuk membangun generasi yang cerdas dan bertakwa. Akibatnya, tujuan pendidikan yang sejati menjadi tereduksi, karena sistem pendidikan sekuler lebih menekankan nilai-nilai kebebasan semata. Kebijakan-kebijakan yang lahir dari sistem ini justru menjauhkan generasi muda dari ajaran agama dan hukum-hukumnya. Standar perilaku tidak lagi didasarkan pada halal dan haram, melainkan hanya pada nilai materi. Ukuran kesuksesan, kebahagiaan, kesenangan, dan kepribadian hanya dilihat dari aspek materi semata. Hal ini membuat generasi muda kering akan pendidikan dan pemahaman Islam yang mendalam.
Perilaku kriminal yang kejam dan berulang kali terjadi menunjukkan bahwa kerusakan pada generasi bukan hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal. Masalah ini telah berkembang menjadi isu sistemik yang memerlukan solusi terintegrasi dan mendasar. Dengan demikian, penting untuk menjadikan sistem Islam sebagai acuan dan paradigma dalam mengoptimalkan tiga pilar pembentuk generasi: keluarga yang bertakwa, masyarakat yang berdakwah, dan negara yang menjalankan fungsi riayah.
Disisi lain, negara memiliki tanggung jawab penting dalam membangun generasi yang cerdas dan bertakwa. Sebagai penyelenggara sistem dan pelayan rakyat, negara harus memastikan pertumbuhan dan perkembangan generasi muda berada dalam pengawasan dan bimbingannya. Hal ini dikarenakan pelayanan serta pengelolaan yang dilakukan oleh negara memiliki dampak yang signifikan terhadap pembentukan karakter generasi penerus.
Sistem Islam akan terwujud dengan baik apabila kepemimpinan Islam berfungsi secara optimal. Hal ini berarti negara mesti menjalankan perannya sebagai ra’in, yang berarti pengurus dan pelayan rakyat, dengan penuh amanah. Semua faktor yang dapat memunculkan generasi yang kejam akan ditangani dengan ketat melalui aturan-aturan Islam di berbagai bidang.
Untuk membentuk generasi yang cerdas dan bertakwa, negara dengan kepemimpinan Islam akan melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara-cara berikut. Menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam sebagai kurikulum inti di sekolah-sekolah bertujuan untuk membentuk generasi yang memiliki pola pikir dan sikap yang selaras dengan ajaran Islam. Negara menjadikan pendidikan sebagai layanan gratis yang dapat diakses oleh semua anak, bahkan di daerah terpencil. Dengan memadukan kurikulum yang berlandaskan nilai-nilai Islam, pendidikan gratis, fasilitas yang memadai, dan tenaga pengajar yang profesional, kita dapat menciptakan sinergi yang baik dalam menghasilkan generasi unggul yang berimbas pada peningkatan iman dan takwa (imtak) serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Menerapkan sistem sosial dan pergaulan dalam Islam sangatlah penting. Di antara ketentuan Islam yang mengatur interaksi di lingkungan keluarga dan masyarakat adalah kewajiban bagi perempuan untuk menutup aurat serta mengenakan hijab sesuai syar’i. Selain itu, terdapat larangan terhadap pacaran, zina, dan berkhalwat (berduaan dengan non-mahram), serta ikhtilat, dan berbagai aturan lainnya. Semua peraturan ini dirancang untuk mencegah generasi muda dari perilaku maksiat dan kebebasan yang tidak terkendali.
Kebiasaan saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah perbuatan maksiat di masyarakat kini semakin memudar, akibat pengaruh nilai-nilai sekuler. Sistem sekuler ini telah menciptakan masyarakat yang apatis dan individualis. Selain itu, berbagai pengaruh lain, seperti permainan daring dan tayangan yang mengandung unsur kekerasan, turut membentuk karakter individu dalam masyarakat, sehingga mereka cenderung terbiasa melihat kekerasan sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah. Hal ini menjadi semakin mengkhawatirkan, mengingat kekerasan sering kali dijadikan pilihan untuk menghadapi berbagai konflik.
Melaksanakan pengawasan terhadap media dan melarang peredaran tayangan yang tidak mendukung perkembangan generasi merupakan langkah penting. Konten seperti pornografi, film yang membawa nuansa sekuler liberal, dan media yang mendorong perbuatan maksiat harus dihindari, begitu pula segala tindakan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat melalui akses dan pelayanan yang mudah adalah suatu keharusan. Contohnya, menyediakan kemudahan dalam bekerja, harga pangan yang terjangkau, harga tanah dan rumah yang murah, serta layanan pendidikan dan kesehatan secara gratis. Dengan adanya jaminan tersebut, para pencari nafkah tidak akan merasa tertekan atau terbebani dalam memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Ibu-ibu pun dapat berfokus menjalankan perannya sebagai pendidik pertama bagi anak-anak mereka dengan tenang, tanpa harus diliputi oleh beban ekonomi.
Menerapkan sanksi hukum Islam secara tegas adalah suatu keharusan. Dalam perspektif Islam, istilah anak di bawah umur tidak dikenal ketika seseorang telah mencapai usia balig. Mereka yang sudah mukalaf, atau yang telah terbebani hukum, harus bertanggung jawab secara mandiri atas segala tindakan yang mereka lakukan. Apabila seorang anak yang telah balig melakukan tindak kriminal, ia akan dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan Islam. Penerapan sanksi ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelanggar.
Keluarga berfungsi sebagai madrasah pertama dan utama dalam kehidupan. Orang tua memiliki tanggung jawab penting dalam mendidik, mengasuh, mencukupi kebutuhan gizi, serta menjaga anak-anaknya dengan landasan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Setiap keluarga Muslim diharuskan menjadikan akidah Islam sebagai pijakan dalam proses pendidikan anak. Dengan menerapkan pendidikan berbasis akidah Islam, karakter iman dan ketaatan akan terbentuk, sehingga anak-anak akan terhindar dari perbuatan maksiat. Selain itu, anak-anak diajarkan untuk bertanggung jawab atas setiap tindakan mereka, yang pada gilirannya akan membentuk generasi yang matang dan mampu menjadikan halal dan haram sebagai pedoman dalam berperilaku.
Demikianlah, sistem Islam Kaffah yang diterapkan oleh negara Khilafah memberikan gambaran bagaimana perlindungan dan pemenuhan kebutuhan generasi dapat dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan generasi terbaik yang diharapkan dapat berkontribusi dalam membangun peradaban Islam yang gemilang.
Views: 10
Comment here