Opini

Kekayaan Alam Sebenarnya, untuk Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Salsabillah AP (Aktivis Generasi Peradaban Islam)
 
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–
“Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan kayu jadi tanaman,” demikian sepotong lirik lagu yang menggambarkan kekayaan alam negeri ini. Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, seringkali dijuluki tanah surga. Bak seorang wanita cantik yang menarik perhatian banyak pihak, begitupula Indonesia menjadi sorotan dunia, termasuk para kapital (pemilik modal).
 
Indonesia yang merupakan negara terbesar, memiliki cadangan emas di dunia menduduki posisi ke-6 dari 18 negara di dunia. Seharusnya mampu memanfaatkan kelebihannya ini untuk kesejahteraan rakyat. Namun nampaknya tidak dibaca dengan baik oleh pemerintah, pasalnya baru-baru ini kita dikejutkan dengan terjadinya kecolongan penambangan emas dan perak ilegal di Kalimantan Barat yang dilakukan oleh WNA asal China dan mengakibatkan kerugian pada negara sebesar Rp1,02 triliun. Penambangan ilegal juga terjadi di Sumatera Barat, tepatnya di Nagari Sungai Abu, yang bahkan memakan korban jiwa akibat longsor tanah galian.
 
Kasus-kasus tersebut mencerminkan kegagalan negara dalam memetakan dan mengelola kekayaan alam. Akibatnya menyebabkan korban jiwa serta kerugian besar yang harus ditanggung. Negara seharusnya berdaulat terhadap apa yang berada pada wilayah kekuasaannya termasuk sumber daya alamnya, dengan memiliki keseluruhan data SDA yang komprehensif, itu akan mempermudah pengontrolan secara berkala dan kecolongan bisa diminimalisirkan. Hendaknya negara juga tidak membuka keran investor pada ranah padat modal ini dan tidak mengizinkan SDA di kelola oleh individu, ormas, perusahaan lokal, asing maupun aseng. Karena akan berimbas pada ketidakmerataan pendistribusian ekonomi sehingga terjadilah ketimpangan sosial yang begitu besar. Negara sepatutnya waspada juga dengan ancaman asing yang ingin menguasai SDA Indonesia.
 
Yang Terabaikan
 
Semua ini terjadi karena sistem ekonomi kapitalis yang saat ini dijalankan di Indonesia. Kapitalisme mendorong kebebasan tanpa batas, termasuk dalam kepemilikan ekonomi. Dimana dalam sistem tersebut menghendaki adanya kebebasan, baik dalam keyakinan, berpendapat, berperilaku hingga kepemilikan ekonomi. Seperti yang disebutkan Adam Smith dalam buku Wealth of Nation, yang mengatakan “semua orang di dunia ini seharusnya diberi kebebasan untuk bekerja atau berusaha dalam persaingan yang sempurna tanpa intervensi dai pemerintah”. Negara hanya memiliki peran yang sangat kecil, yakni sebagai keamanan / penyedia fasilitas. Aktivitas ini membuat adanya perselingkungan antara penguasa dan pengusaha (oligarki), bersatunya bukan untuk kemaslahatan umat melainkan kepentingan mereka.
 
Seperti yang kita ketahui, pembangungan ekonomi ala kapitalisme ini sarat akan kepentingan. Fokus dari pembangunannya adalah keuntungan semata atau materi, sehingga manusia tidak dipandang layaknya manusia, melainkan hanya penggerak pembangunan ekonomi saja. Seolah terabaikan, manusia bergerak dan fokus hanya pada pemenuhan kebutuhan dasar, tidak kritis terhadap apa yang terjadi di hadapannya, padahal nampak jelas kekayaan wilayahnya sedang dikuasai oleh para pemilik modal yang dibantu oleh penguasa. Padahal syarat kemajuan bangsa selain dilihat dari pembangunan ekonominya, juga dilihat dari bagaimana pembangunan manusia di dalamnya.
 
Barokah Dari Sang Illah
 
Islam telah menjawab persoalan kepemilikan ini dengan gamblang. Yakni kekayaan alamyang bersifat milik umum tidak boleh hanya dinikmati dan dikuasai oleh segelintir pihak. Negara bertanggung jawab penuh atas pengolahannya, dan dari hasil pengolahan tersebut diprioritaskan untuk kemaslahatan umat dalam memenuhi sandang, papan, dan pangan. Sebagaimana disampaikan tentang kepemilikan, Nabi SAW bersabda _“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)._
 
Sejarah mencatat, pernah terjadi di masa Nabi SAW tentang pemanfaatan dan kepemilikan SDA. Disebutkan ada seorang sahabat yang bernama Abyadh bin Hammal meminta kepada beliau untuk mengelola tambang garam, kemudian beliau mengizinkannya. Lalu ada seorang sahabat yang mengingatkan Nabi SAW, sahabat itu berkata _”Wahai Rasulullah, tahukah yang anda, apa yang telah anda berikan kepada dia? Sungguh anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir. Rasul SAW. Kemudian bersabda, “ambil kembali tambang tersebut dari dia” (HR. At-Tirmidzi)_

Dari hadits tersebut, maka jelaslah bahwa kekayaan milik umum hanya digunakan untuk umat. Jika ini terelasasi dengan baik akan ada kestabilan ekonomi di tengah-tengah umat. Negara juga berfungsi sebagai pelindung umat dari marabahaya, termasuk kejahatan dan kelicikan para kapitalis yang menginginkan harta umat. Sudah saatnya umat sadar akan indahnya hidup di bawah pengaturan Islam. Kehidupan yang penuh barokah, yang menentramkan hati, memberikan kesejahteraan, keadilan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surah Al-A’raf : 96 yang artinya “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Wallahu a’lam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here