Opini

Kekerasan Seksual Anak Kian Masif

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Fatinah Rusydayanti (Aktivis Mahasiswa)

wacana-edukasi.com, OPINI– Terjadi lagi, kisah lama terulang kembali, kasus kekerasan seksual pada anak terjadi lagi. Mirisnya, korban saat itu masih berusia 15 tahun, usia yang masih sangat belia, namun harus dihadapkan dengan pengalaman traumatis. Pada mulanya, korban mendatangi posko bencana banjir di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah pada Juli 2022 untuk menyalurkan bantuan logistik pada masyarakat yang terdampak bencana. Disinilah korban bertemu dengan 11 orang pelaku yang diantaranya terdiri dari kepala desa yang bertugas di Parimo, guru, dan anggota Brimob.

Korban awalnya di iming-imingi dengan modus diberi pekerjaan di sebuah rumah makan, dan modus – modus lainnya, bahkan diancam dengan senjata tajam agar mau mengikuti nafsu bejat para pelaku. Kekerasan ini dilakukan berulang kali hingga pada Januari 2023. Korban yang tak tahan dengan kejadian yang menimpanya, akhirnya memberanikan diri melapor kepada orang tuanya.

Pada 25 Januari 2023, orang tua korban melapor ke pihak kepolisian agar pelaku segera diadili. Namun, hingga saat artikel ini ditulis, penyelesaian kasus ini masih belum sepenuhnya tuntas.

*Negara Gagal Melindungi*
Sebenarnya Pemerintah telah membuat berbagai macam regulasi yang mengatur terkait sanksi bagi pelaku kekerasan seksual, baik itu untuk melindungi anak dibawah umur ataupun masyarakat secara umum. Sebut saja ada Perpres Nomor 101 tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak, juga terdapat Undang – Undang (UU) Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Namun bak fatamorgana di gurun pasir, rasa – rasanya peraturan ini juga hanya sekedar harapan palsu semata.

Nyatanya, berbagai regulasi yang dibuat, tetap tidak menurunkan kasus kekerasan seksual anak. Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak justru mengalami kenaikan sebesar 4.162 kasus pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya, yakni mencapai 9.588 kasus di tahun 2022.

Bahkan parahnya pada kasus ABG 15 tahun ini, seorang pejabat publik, Kapolda Sulawesi Tengah, yang seharusnya mengayomi korban dan memberikan kepastian dan keadilan hukum, justru bertindak sebaliknya. Dalam konferensi pers, Kapolda Sulteng, Irjen Agus Nugroho menyampaikan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah atau ABG berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) bukan sebuah pemerkosaan, melainkan persetubuhan anak dibawah umur. Karena menurutnya tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman dalam kasus ABG tersebut.

Buah dari Sistem

Perbedaan diksi antara pemerkosaan dan persetubuhan anak dibawah umur, tentu juga memberi hasil yang berbeda pada sanksi yang didapatkan oleh pelaku. Karena dalam sistem pengadilan untuk kasus seperti ini, istilah consent atau persetujuan itu sangat mempengaruhi keputusan pengadilan. Itulah mengapa sanksi bagi pelaku pemerkosaan lebih berat daripada persetubuhan karena terkait dengan pemaksaan, sedangkan persetubuhan didasari suka sama suka.

Begitulah sistem yang ada saat ini, kebebasan menjadi dasar dalam berbuat. Juga dilandasi dengan sekularisme yang menjadikan agama terpisah dari kehidupan. Sehingga sah – sah saja untuk memenuhi kenikmatan jasmani, sekalipun dengan cara yang diharamkan agama.

Terlepas dari adanya consent atau tidak, dibawah 18 tahun ataupun diatas itu, yang namanya perzinahan yakni hubungan suami istri diluar dari ikatan pernikahan tetaplah hukumnya haram.

Islam Mencegah
Menyoal makin masifnya kasus kekerasan seksual anak dibawah umur, Islam punya mekanisme untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut. Pertama, Islam bukan hanya sekedar ibadah ritual semata, melainkan sebuah ideologi yang darinya terpancar peraturan kehidupan. Ideologi ini yang harus ditanamkan dan dijalankan secara kaffah atau secara keseluruhan. Landasannya bukan pada sekularisme dan kebebasan tetapi segala sesuatu itu diatur sesuai syariat, dan merupakan kesadaran yang terbangun dari diri individu dan masyarakat secara umum. Sehingga, secara sadar sudah memahami bahwa untuk memenuhi kebutuhan jasmani ataupun naluri dalam hal ini naluri _nau_ (naluri untuk melestarikan keturunan atau naluri seksual) harus dengan cara yang dibenarkan oleh syariat yakni dengan pernikahan. Kontrol sosial pun akan terbentuk dari kesadaran masyarakat secara umum.

Kedua, Islam merupakan sebuah sistem yang padu, yang saling terikat satu sama lain. Pada segi ekonomi, Islam menjamin kebutuhan pokok masyarakat yakni pendidikan dan kesehatan yang dapat diakses gratis bagi segala kalangan masyarakat. Perempuan pun tidak wajib untuk mencari nafkah. Sehingga perempuan bisa fokus, menjalani perannya sebagai ibu yang membina dan membentuk kepribadian anak.

Selain itu, pembinaan pun dilakukan dalam sistem pendidikan. Kurikulum yang disusun pun bertujuan untuk menjadikan siswa menjadi pribadi yang bertakwa, bukan berorientasi materi semata. Untuk media massa, negara akan memantau konten yang beredar, media boleh menyebarkan berita atau konten apapun selama tujuannya sebagai bentuk edukatif dan penyebaran dakwah. Konten yang menjurus pada hal – hal yang dapat merangsang kemaksiatan jelas dilarang. Apalagi industri pornografi yang saat ini dianggap menguntungkan sekalipun, tetap akan dilarang beredar.

Ketiga, jikalau ada yang tetap melanggar, maka ada sanksi yang tegas bagi pelakunya. Didalam kitab Nizhomul al – Uqubat, pemerkosa akan dihukum dengan dicambuk 100 kali (bila belum menikah) atau dirajam (bila sudah menikah. Adapun jika melukai kemaluan anak kecil akibat persetubuhan maka terkena denda ⅓ dari 100 ekor unta atau sekitar 750 juta rupiah, diluar dari hukuman rajamnya. Penyodomi juga akan dihukum mati. Sanksi yang tegas akan menjadi pembelajaran bagi pelaku, sekaligus langkah pencegahan bagi yang belum melakukannya.

Akan tetapi, semua ini tidak akan bisa dijalankan oleh individu semata. Melainkan harus diterapkan oleh skala negara yang menerapkan sistem Islam secara utuh dan menyeluruh.

Wallahu a’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here