wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kasus pelecehan seksual yang dilakukan seorang perempuan terhadap 17 anak di Jambi ditanggapi oleh kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham Widodo Ekatjahjana. Ia mengungkapkan bahwa kekerasan seksual merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Ini menggambarkan fenomena masih banyaknya tindak pidana kekerasan dan perampasan hak-hak dasar pada anak akibat rendahnya kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat. BPHN meminta agar para kepala daerah dan kepala desa/lurah beserta jajarannya terus menggalakkan gerakan Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum (mediakalbarnews.com, 08/02/2023).
Kekerasan seksual menimbulkan dampak luar biasa kepada korban, tak terkecuali anak. Dampak tersebut meliputi penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan sosial hingga politik. Negara harus benar-benar hadir untuk memastikan jaminan perlindungan. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Negeri ini tak kurang regulasi. Ada amanat dalam Pasal 28 B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Politik hukum pelindungan terhadap anak ini kemudian dilaksanakan ke dalam peraturan perundang-undangan salah satunya dengan lahirnya UU no. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang mengamanatkan Peraturan Pelaksana. 5 PP dan 4 Perpres tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden Tahun 2023. Lainnya adalah Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Peraturan Pelaksanaan UU TPKS yang sedang disusun tahun ini terkait dengan perlindungan kekerasan seksual terhadap anak totalnya 3 PP dan 5 Perpres.
Pengaturan yang dianggap komprehensif ini dikatakan untuk mengoptimalkan peran pemerintah dalam pencegahan, penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban TPKS. Yang mana saat ini rancangan peraturan tersebut sedang dilakukan penyusunannya oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Sebagaimana yang diungkap Kepala UPTD PPA Provinsi Jambi Asi Noprini bahwa kekerasan seksual yang dilakukan warga jambi ini tergolong kasus yang unik dan jarang terjadi, yang mana anak-anak dicabuli oleh seorang perempuan. NT (25) diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 17 anak di bawah umur. Peristiwa ini mematahkan pandangan yang disampaikan sekelompok orang yang selalu menempatkan perempuan sebagai korban. Nyatanya perempuan juga bisa menjadi pelaku, bahkan dengan tindakan keji yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Sebelum ditahan dan menjadi tersangka, pelaku tercatat sempat membuat laporan di Mapolresta Jambi, mengaku telah diperkosa oleh delapan anak. Sang suami mengaku juga kerap melihat Yunita melukai dirinya sendiri dengan menggunakan silet. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi Kombes Andri Ananta Yudistira mengatakan perilaku dan kepribadian nanti akan didukung hasil pemeriksaan kejiwaan. Ini hasil dari penilaian baik buruk, terpuji tercela, apalagi halal haram tidak lagi menjadi pertimbangan bagi individu yang sudah terganggu jiwanya.
Sungguh telah terhapus fitrah seorang ibu yang memiliki kemuliaan, padahal diharapkan berkontribusi melahirkan dari rahimnya para insan cemerlang. Di kehidupan sekuler kapitalisme saat ini, kasus kriminal yang malah menjadikan seorang ibu sebagai pelaku, kerap terdengar termasuk pelecehan seksual. Dari segi agama, perilaku keji ini jelas menyelisihi fitrah. Memang sudah ada payung hukum soal ini, akan tetapi sudah disahkan pun tetap tidak mampu menghapuskan fakta maraknya pelecehan seksual, termasuk oleh seorang ibu. Prinsip hukum yang sering kali disusun dengan rumusan yang sulit dimengerti, multitafsir, bahkan melahirkan pasal karet dan subjektif.
Luapkan amarah kita pada upaya mencarikan solusi komprehensif dari seluruh problematik saat ini, termasuk pelecehan seksual. Perjuangkan kembali sistem yang mampu menjamin penyelesaian secara tuntas dan adil, yakni Islam, sistem yang berasal dari Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Adil. Dengan seperangkat aturan Islam yang menyeluruh, manusia dapat hidup tenang, terpenuhi semua kebutuhannya baik fisik maupun psikisnya, demikian pula kebutuhan nalurinya. Ketika ada pelanggaran, tersedia seperangkat aturan pidana Islam yang akan menegakkan keadilan serta memberikan efek jera kepada pelakunya agar tak diikuti oleh yang lainnya.
Zawanah
Pontianak-Kalbar
Views: 13
Comment here