Surat Pembaca

Kekerasan Seksual Berulang, Masihkah Percaya pada Sekularisme?

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– Berita kekerasan seksual kembali mengejutkan publik. Setelah viralnya kasus bunuh diri seorang mahasiswi yang diduga depresi akibat dipaksa mengaborsi janin dalam kandungan oleh pacarnya yang seorang anggota polisi. Kini, terkuak kasus seorang guru pesantren di Bandung yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap 13 santri perempuan hingga 8 di antaranya melahirkan anak (9/12).

Pemberitaan kasus kekerasan seksual ini pun membuat sebagian publik turut tergiring untuk mendukung pengesahan RUU Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU-PKS). Draft RUU-PKS ini dikabarkan telah disetujui oleh sebagian besar fraksi di DPR untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Namun, masih ada beberapa hal yang kontroversial sehingga banyak organisasi Islam yang meminta DPR agar tidak terburu-buru mengesahkan RUU tersebut (9/12).

Majelis Ormas Islam (MOI) sebelumnya telah mendatangi DPR dan secara resmi menyampaikan aspirasi tentang Permendikbud No. 30 Tahun 2021. Hal ini dilakukan oleh MOI lantaran RUU-PKS dan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 masih menggunakan paradigma sexual consent. Namun, sikap organisasi Islam dan berbagai komunitas lainnya ini dipandang oleh kalangan feminis sebagai ketidakpedulian terhadap banyaknya korban kekerasan seksual.

Tudingan ini tentu tak berdasar. Islam secara tegas melarang tindak kejahatan ini dan menetapkan hukuman berat bagi pelakunya. Stigma terhadap Islam, khususnya institusi pendidikan keagamaan sengaja mereka kumandangkan agar umat berpaling dari Islam. Padahal, institusi pendidikan keagamaan seperti pesantren adalah institusi yang terhormat. Institusi pendidikan dengan berbasis keagamaan mengemban peran dalam mendidik tunas bangsa agar mempunyai akhlak mulia.

Institusi pendidikan berbasis keagamaan kini telah menjadi korban sistem sekularisme yang diterapkan di negeri ini. Bahkan, seluruh jenis kekerasan termasuk kekerasan seksual sesungguhnya berakar dari sistem sekuler, bukan akibat persoalan gender. Sistem sekuler memang menjauhkan agama dari seluruh bidang kehidupan. Sehingga, sekularisme tidak layak untuk menjadi sandaran dan pegangan dalam kehidupan.

Sejatinya, hanya Islam yang layak dijadikan tumpuan dan harapan dalam penyelesaian kekerasan seksual secara tuntas. Islam menjadikan keimanan dan ketakwaan individu sebagai benteng yang mencegah tindak kejahatan. Masyarakat pun ikut berperan dengan amar makruf nahi mungkar. Dan yang paling penting dari ini semua adalah adanya peran negara dalam penerapan aturan Islam secara sempurna (kafah).

Aturan Allah inilah yang dipastikan akan menjadi solusi seluruh problematika hidup manusia secara tuntas. Alhasil, dengan diterapkannya aturan Islam secara sempurna akan menghapuskan kekerasan seksual hingga ke akarnya. Sehingga, umat dan negara akan akan selalu berada dalam ketaatan kepada Allah Swt..

Wallahu a’lam

Eni Hartuti
Cianjur

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here